Liputan6.com, Jakarta - Jepang tengah menghadapi jurang resesi akibat kontraksi ekonomi. Akibat hal ini, Bank Sentral Jepang (BOJ) diperkirakan keluar dari rezim suku bunga negatifnya pada musim semi ini.
Gubernur BOJ Kazuo Ueda berada di bawah tekanan untuk membendung depresiasi Yen yang disebabkan oleh perbedaan antara suku bunga AS yang tinggi dan kebijakan Jepang yang sangat longgar.
Baca Juga
Namun, hal ini juga dibatasi oleh inflasi yang tinggi yang masih dianggap tidak berkelanjutan oleh para pengambil kebijakan BOJ, meskipun hal tersebut menghambat permintaan domestik dan membawa perekonomian ke dalam resesi teknis.
Advertisement
Akibat kontraksi ekonomi yang mengejutkan ini membuat perekonomian Jepang kini menjadi negara terbesar keempat di dunia, tertinggal dari Jerman.
Profesor ekonomi di Universitas Keio di Tokyo yang sempat menjabat sebagai anggota dewan kebijakan BOJ dari 2011 hingga 2016, Sayuri Shirai mengatakan kondisi ini adalah tantangan dan dilema yang serius untuk BOJ.
"Namun, saya pikir BOJ kemungkinan akan mengambil beberapa perubahan kebijakan, termasuk penghapusan suku bunga negatif pada musim semi ini, karena saya pikir mereka khawatir akan dampak sampingnya,” kata Shirai, dikutip dari CNBC International, Jumat (16/2/2024).
Yen melemah menjadi sekitar 150 terhadap dolar pada pekan ini setelah data inflasi AS lebih tinggi dari perkiraan, menghilangkan harapan penurunan suku bunga Federal Reserve yang lebih cepat. Pelemahan yen yang kronis telah mengurangi tidak hanya daya beli konsumen di Jepang, namun juga nilai ekspor negara tersebut.
"Saya pikir mereka ingin mengambil kesempatan ini untuk melakukan beberapa penyesuaian, dan juga lebih banyak pelaku pasar mengantisipasi bahwa BOJ akan melakukan normalisasi pada musim semi ini,” jelas Shirai.
Shirai menambahkan, BOJ akan mengambil beberapa perubahan kebijakan pada musim semi ini. Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang merosot pada laju tahunan sebesar 0,4 persen dalam tiga bulan terakhir tahun 2023
Ekonomi Kontraksi 0,4%, Jepang Masuk Jurang Resesi
Sebelumnya diberitakan, perekonomian Jepang mengalami resesi teknis, setelah secara tak terduga kontraksi pada kuartal terakhir 2023, data sementara pemerintah menunjukkan.
Melansir CNBC International, Kamis (15/2/2024) resesi terjadi setelah lonjakan inflasi menghambat permintaan domestik dan konsumsi swasta di negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia itu.
Laporan produk domestik bruto terbaru memperumit kasus normalisasi suku bunga bagi Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda dan dukungan kebijakan fiskal untuk Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Hal ini juga berarti Jerman mengambil alih posisi Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia pada tahun lalu dalam hal dolar.
Data sementara menunjukkan produk domestik bruto Jepang mengalami kontraksi 0,4 persen pada kuartal keempat 2023 dibandingkan dengan tahun lalu, menurun ke 3,3 persen pada periode Juli-September 2023.
Angka PDB Jepang kali ini jauh di bawah perkiraan median pertumbuhan sebesar 1,4 persen dalam jajak pendapat para ekonom.
Namun ekonom menilai, angka PDB Jepang masih mungkin diperdebatkan.
"Apakah Jepang kini telah memasuki resesi masih bisa diperdebatkan," kata Marcel Thieliant, kepala Capital Economics untuk Asia-Pasifik, dalam catatan kliennya.
Advertisement
Inflasi Jepang Picu Permintaan Domestik Melemah
"Sementara lowongan pekerjaan melemah, tingkat pengangguran turun ke level terendah dalam sebelas bulan sebesar 2,4 persen pada bulan Desember. Terlebih lagi, survei yang dilakukan oleh Bank of Japan menunjukkan bahwa kondisi bisnis di semua industri dan ukuran perusahaan berada dalam kondisi terkuat sejak tahun 2018 pada kuartal keempat,” tambahnya.
"Bagaimanapun, pertumbuhan Jepang diperkirakan akan tetap lamban tahun ini karena tingkat tabungan rumah tangga telah berubah menjadi negatif," jelas Thieliant.
Konsumsi swasta Jepang turun 0,2 persen pada kuartal keempat dibandingkan kuartal sebelumnya, berbeda dengan perkiraan median yang memperkirakan ekspansi sebesar 0,1 persen.
Sementara itu, inflasi inti Jepang telah melampaui target BOJ sebesar 2 persen selama 15 bulan berturut-turut. Namun, BOJ masih melanjutkan rezim suku bunga negatif terakhir di dunia.
Bagaimana Langkah BOJ Selanjutnya?
Namun, angka PDB yang lebih lemah dari perkiraan pada hari Kamis akan mempertanyakan preferensi BOJ terhadap inflasi di Jepang yang didorong oleh permintaan domestik, yang lebih berkelanjutan dan stabil.
Bank sentral Jepang itu meyakini kenaikan upah akan menghasilkan spiral yang lebih bermakna dan mendorong konsumen untuk berbelanja.
Banyak pelaku pasar yang mengharapkan BOJ untuk menjauh dari rezim suku bunga negatif pada pertemuan kebijakan bulan April, setelah negosiasi upah musim semi tahunan mengkonfirmasi tren kenaikan upah yang berarti.
Namun, angka pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan menunjukkan tingginya inflasi merugikan konsumsi domestik, meskipun ada prospek upah yang lebih tinggi, dan mungkin memperkuat alasan untuk kebijakan moneter yang lebih longgar dalam jangka waktu yang lebih lama.
Advertisement