Bank Indonesia Waspadai Beras Dapat Picu Inflasi

Selain komoditas beras, Bank Indonesia (BI) menyebutkan, komoditas lain menjadi perhatian adalah komoditas pangan musiman yakni cabai dan bawang, baik itu bawang merah maupun bawang putih.

oleh Tira Santia diperbarui 29 Feb 2024, 13:50 WIB
Diterbitkan 29 Feb 2024, 13:50 WIB
Kenaikan Harga Beras di Pasar Cibubur
Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung, mengatakan inflasi di dalam negeri harus tetap dijaga, karena biasa dipicu kenaikan harga bahan pangan terutama beras. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung, mengatakan inflasi di dalam negeri harus tetap dijaga, karena biasanya dipicu oleh kenaikan harga bahan pangan (volatile food), terutama komoditas beras.

"Kalau core inflation kami sudah nyaman tapi memang volatile food perlu kita harus waspadai bersama, terutama beras," kata Juda Agung dalam acara Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024).

Selain komoditas beras, yang menjadi perhatian lainnya adalah komoditas pangan musiman seperti cabai dan bawang, baik itu bawang merah maupun bawang putih.

"Dan yang selalu musiman cabai bawang, terutama beras karena beri dampak signifikan kepada daya beli masyarakat," ujarnya.

Diketahui, akhir-akhir ini isu beras yang langka dan mahal sedang hangat diperbincangkan. Lantaran, harga beras sudah melewati Harga Eceran Tertinggi (HET).

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras secara rata-rata nasional Per 29 Februari 2024, untuk beras Medium di kisaran Rp 15.900 per kg, dan beras Premium Rp 17.250 per kg.

 

Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung dalam acara Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira S)
Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung dalam acara Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira S)

 

Adapun dilansir dari laman Bank Indonesia, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Januari 2024 tercatat sebesar 2,57 persen (yoy) menurun dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,61 persen (yoy) sehingga tetap berada dalam kisaran 2,5±1 persen.

Penurunan inflasi terjadi pada inflasi inti, sebagai hasil nyata konsistensi kebijakan moneter Bank Indonesia yang pro-stability serta sinergi erat kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Inflasi inti menurun dari 1,80 persen (yoy) pada Desember 2023 menjadi 1,68 persen (yoy) pada Januari 2024, dipengaruhi oleh imported inflation yang rendah sejalan dengan tetap stabilnya nilai tukar Rupiah, ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, serta kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik.

Sementara, inflasi administered prices relatif stabil sebesar 1,74 persen (yoy). Sementara itu, inflasi volatile food meningkat menjadi 7,22 persen (yoy), terutama pada komoditas beras dan bawang karena dampak El-Nino, faktor musiman, dan bergesernya musim tanam.

BI Prediksi Ekonomi Global Melemah pada 2024

FOTO: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan perekonomian global pada 2024 lebih rendah yakni 3 persen, dibandingkan kondisi perekonomian 2023 yang sebesar 3,1 persen.

"Kami perkirakan perekonomian global tahun 2024 3 persen, sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya 2023," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung dalam acara Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024).

Kendati pertumbuhan ekonomi global tahun ini diproyeksikan masih lemah, kata Juda, laju pertumbuhan ekonomi global 2024 justru  lebih kuat dibandingkan perkiraan sebelumnya.

"Berangkat dari global kita mungkin cautious optimistic. Kalau kita lihat perekonomian  global kami perkirakan 2024 memang lebih rendah dari 2023, tapi angkanya akan lebih tinggi dari perkiraan kita sebelumnya," ujarnya.

Faktor hati-hati dan optimis (cautious optimistic) yang dimaksud ialah eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut yang dinilai dapat mengganggu rantai pasokan, yang berpotensi dapat mendorong meningkatnya harga komoditas pangan dan energi, serta menahan laju penurunan inflasi global.

 

Inflasi Global

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana Gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/5/2023). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan dipengaruhi oleh prospek ekonomi global. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Mungkin yang perlu sedikit worry adalah di sisi inflasi global. Disini kelihatan bahwa penurunan inflasi global itu masih tertahan," ujarnya.

Sementara, sisi optimisnya berasal dari masih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat. Misalnya, dilihat dari penjualan eceran negara tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan negara maju lainnya.

"Amerika ternyata lebih kuat dari yang kita perkirakan baik dari sisi ketenagakerjaan dan sebagainya, kelihatan bahwa ekonominya sangat strong. Misalnya, penjualan eceran kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain kelihatan Amerika jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara besar yang lainnya," pungkasnya.

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya