OJK Rilis Panduan Pengelolaan Manajemen Risiko Perbankan Hadapi Perubahan Iklim

Dari risiko transisi energi, Indonesia menduduki peringkat ke-7 negara di dunia yang menghasilkan emisi karbon tertinggi dengan share sebesar 2,3 persen.

oleh Tim Bisnis diperbarui 04 Mar 2024, 14:10 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2024, 14:10 WIB
Indonesia berada di urutan ke-3 terendah di dunia soal keamanan siber.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyebut Indonesia berada di urutan ke-3 terendah di dunia soal keamanan siber.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis panduan manajemen risiko perubahan iklim untuk sektor perbankan nasional. Panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) ini diharapkan bisa menuntun perbankan mewujudkan Net Zero Emission (NZE) di 2050.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, OJK, Dian Ediana Rae menjelaskan, panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis ini merupakan bukti nyata kebijakan OJK dalam pengelolaan risiko perubahan iklim.

Konsep CRMS ini kerangka untuk menilai ketahanan model bisnis dan strategi bank dalam menghadapi perubahan iklim tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga jangka menengah dan panjang.

Serta dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) di 2050 yang dicanangkan pada Paris Agreement dan diturunkan menjadi target NZE Indonesia di 2060.

Dia menyebut penyusunan CRMS dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, salah satunya yakni dari sisi risiko, diketahui Indonesia merupakan negara yang dinilai cukup rentan terhadap isu perubahan iklim.

"Untuk risiko fisik, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan risiko fisik terbesar di dunia," kata Dian dalam acara Indonesia Banking Road to Net Zero Emission, Jakarta, Senin (4/3/2024).

Kemudian dari risiko transisi, Indonesia menduduki peringkat ke-7 negara di dunia yang menghasilkan emisi karbon tertinggi dengan share sebesar 2,3 persen.

Faktor selanjutnya, terkait sektor perbankan, The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) telah menerbitkan Consultative Document “Principles for the Effective Management and Supervision of climate-related financial risks” yang mendorong sektor perbankan untuk mulai mengintegrasikan risiko iklim ke dalam kinerja keuangan termasuk pengungkapannya.

Menurutnya hal ini diperkuat dengan adanya inisiatif pengembangan model sebagai dasar pengukuran dampak risiko iklim oleh Central Banks and Supervisors Network for Greening Financial System atau NGFS yang merupakan Asosiasi Bank Sentral dan Otoritas Pengawas di dunia dalam menggerakkan respon terhadap isu iklim/pencapaian Paris Agreement.

 

Sejumlah Negara Sudah Duluan

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan hingga kini baik dari pihak BTN Syariah dan Bank Muamalat belum ada pembahasan mengenai rencana akuisisi dengan OJK.

Sejalan dengan arah kebijakan global tersebut, kata Dian, ada beberapa negara di dunia telah menginisiasi penerapan manajemen risiko iklim pada sektor keuangannya antara lain Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Australia, Uni Emirat Arab, Hong Kong, Singapura dan Malaysia.

Ia menilai megara-negara tersebut telah menerbitkan panduan untuk pengembangan manajemen risiko iklim serta telah melakukan latihan tes stres kepada perbankan dan industri keuangan lainnya, beberapa diantaranya bahkan telah mempublikasikan hasil uji stres risiko iklim.

"Sebagai bentuk dukungan kebijakan OJK terhadap pengembangan manajemen risiko terhadap perubahan iklim, kami telah menyusun Panduan CRMS yang terdiri enam buku," tutur Dian.

Lebih lanjut, dengan adanya standardisasi kerangka manajemen risiko iklim dari aspek kualitatif dan kuantitatif, penetapan skenario iklim yang seragam untuk Indonesia, kerangka metodologi pengukuran, dan dukungan sumber data dan referensi.

 

Mengukur Dampak Iklim

Panduan CRMS diharapkan dapat membantu bank dalam mengembangkan climate risk management framework untuk mengukur dampak iklim pada kinerja dan keberlanjutan bisnis bank.

"Saya akan menegaskan kembali bahwa aspek risiko iklim menjadi salah satu aspek penting dalam pengambilan keputusan pembiayaan untuk memastikan keberlanjutan portofolio investasi sehingga integrasi risiko terkait iklim ke dalam aspek tata kelola, strategi bisnis, dan kerangka kerja manajemen risiko menjadi hal yang krusial sebagai bentuk penerapan prinsip kehati-hatian," tutup dia.

Reporter: Ayu

Sumber: Merdeka.com

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya