Harga Minyak Dunia Terbang Tinggi, Ini Dia Pemicunya

Harga minyak Brent untuk kontrak Juni USD 88,42 per barel, naik USD 1,42 atau 1,63%. Sampai saat ini, acuan harga minyak dunia tersebut naik hampir 15%.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Apr 2024, 08:00 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2024, 08:00 WIB
Ilustrasi harga minyak dunia
Ilustrasi harga minyak dunia (dok: Foto AI)

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) naik hampir 2% pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) hingga mencapai USD 83 per barel. Lonjakan harga minyak dunia ini terjadi di tengah optimisme bahwa data manufaktur yang lemah dapat mempercepat penurunan suku bunga.

Dikutio dari CNBC, Rabu (24/4/2024), menurut S&P Global Flash US Composite PMI, aktivitas manufaktur AS mencapai level terendah empat bulan di 49,9 pada bulan April. Angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas sedang mengalami kontraksi.

Harga minyak dunia berbalik naik karena data tersebut karena para pedagang melihat melambatnya aktivitas manufaktur sebagai dukungan bagi Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga tahun ini. Biaya pinjaman yang lebih rendah biasanya merangsang perekonomian dan dengan demikian permintaan minyak mentah.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Juni sebesar USD 83,36 per barel, naik USD 1,46 atau 1,78%. Sampai saat ini, minyak mentah AS naik lebih dari 16%.

Kemudian, harga minyak Brent untuk kontrak Juni USD 88,42 per barel, naik USD 1,42 atau 1,63%. Sampai saat ini, acuan harga minyak dunia tersebut naik hampir 15%.

Harga Bensin RBOB untuk kontrak Mei USD 2,72 per galon, naik 1,49%. Sampai saat ini, harga bensin berjangka naik lebih dari 29%. Sedangkan harga gas alam untuk kontrak Mei USD 1,81 per seribu kaki kubik, naik 1,71%. Sampai saat ini, gas alam turun sekitar 28%.

Phil Flynn, analis pasar senior di Price Futures Group, mengatakan harapan baru untuk penurunan suku bunga memberi minyak rasa hidup yang baru di sini, terutama setelah minyak tersebut sudah cukup banyak terjual.

Pergerakan lebih tinggi terjadi setelah WTI yang mencapai sesi terendah di level USD 80,89 per barel pada pagi hari. Ini menjadi level terendah sejak akhir Maret. Harga minyak AS juga sempat turun di bawah rata-rata pergerakan 50 hari sebesar USD 81,22 per barel untuk pertama kalinya sejak awal Februari.

Harga minyak AS masih di bawah harga tertinggi tahun ini sebesar USD 87,62, ketika para pedagang menaikkan harga karena kekhawatiran akan perang antara Iran dan Israel.

Kekhawatiran tersebut sebagian besar telah hilang karena Iran dan Israel telah mengisyaratkan bahwa mereka tidak tertarik pada perang yang lebih luas setelah saling melancarkan serangan awal bulan ini.

  

Harga Minyak Mentah Melandai Usai Iran Janji Tak Serang Israel

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)

Sebelumnya, harga minyak mentah berjangka melemah pada perdagangan hari Senin setelah Iran mengatakan bahwa mereka tidak akan meningkatkan tensi konflik dengan Israel

Mengutip CNBC, Selasa (23/4/2024), harga minyak The West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) untuk kontrak pengiriman Juni turun 29 sen menjadi USD 82,85 per barel. Sementara kontrak berjangka Brent yang merupakan patokan harga minyak dunia untuk bulan Juni turun 29 sen menjadi USD87 per barel.

Minyak mentah AS dan Brent turun 3% minggu lalu. Kedua tolok ukur tersebut masing-masing naik hampir 16% dan 13% sepanjang tahun ini.

Seperti diketahui, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengatakan kepada NBC News bahwa negaranya tidak berencana untuk menanggapi serangan balasan Israel yang diluncurkan pada Jumat lalu.

“Selama tidak ada petualangan baru Israel yang bertentangan dengan kepentingan kami, maka kami tidak akan memberikan reaksi baru,” kata Amirabdollahian.

 

Potensi Perang Iran dan Israel

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)

Pelaku pasar pedagang telah menepis kekhawatiran bahwa serangan balasan antara Iran dan Israel akan meningkat menjadi perang, dengan fokus pasar kemungkinan akan beralih kembali ke fundamental pasokan dan permintaan pada minggu ini.

“Reaksi pasar terhadap kenaikan suhu geopolitik di kawasan ini merupakan contoh lain bahwa masuk akal untuk mengharapkan kenaikan harga minyak yang berkepanjangan jika terjadi pemblokiran Selat Hormuz atau jika Arab Saudi terlibat langsung dalam konflik tersebut,” jelas analis dan broker minyak PVM Tamas Varga.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya