75% Pekerja Sudah Pakai AI Tapi Tak Mau Mengakuinya, Simak Alasan

Hampir setengah dari para profesional khawatir bahwa AI akan menggantikan pekerjaan mereka dan mempertimbangkan untuk berhenti dari pekerjaan mereka saat ini di tahun depan.

oleh Muhammad Jibril Razky Kamal diperbarui 17 Mei 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2024, 07:00 WIB
ilustrasi Cek Fakta teknologi
ilustrasi teknologi

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan Artificial Intelligence (AI)  atau kecerdasan buatan di tempat kerja berada di titik tertinggi sepanjang masa di saat para pekerja bertekad untuk terus maju di tengah kesibukan mereka. Namun penelitian terbaru dari Microsoft dan LinkedIn menunjukkan bahwa masih ada kekhawatiran bahwa teknologi ini akan menggantikan pekerjaan mereka.

Microsoft dan LinkedIn merilis Indeks Tren Kerja Tahunan pada hari Rabu yang melihat efek AI di pasar tenaga kerja dengan mensurvei 31.000 orang di 31 negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, India, Singapura, Australia, dan Brasil.

Ditemukan bahwa meskipun 75% pekerja menggunakan AI di tempat kerja, lebih dari separuh responden tidak mau mengakui bahwa mereka menggunakannya untuk tugas-tugas terpenting mereka.

Hal ini dikarenakan 53% dari mereka yang menggunakan AI di tempat kerja untuk tugas-tugas terpentingnya khawatir bahwa hal tersebut akan membuat mereka terlihat tergantikan.

Selain itu, hampir setengah dari para profesional khawatir bahwa AI akan menggantikan pekerjaan mereka dan mempertimbangkan untuk berhenti dari pekerjaan mereka saat ini di tahun depan.

Manajer umum Microsoft Copilot dan salah satu pendiri Microsoft WorkLab, Colette Stallbaumer, mengatakan bahwa para pekerja perlu mengatasi ketakutan mereka dan mulai mengadopsi AI.

"Semakin banyak Anda sebagai karyawan yang mau mengikuti dan belajar, akan semakin baik" kata Stallbaumer sebagaimana yang dikutip dari CNBC, Jumat  (16/5/2024).

"Saya rasa di situlah orang harus sedikit mengatasi rasa takut dan beralih ke optimisme, beralih ke pola pikir yang berkembang, mengambil kesempatan untuk mempelajari keterampilan ini, karena semua data menunjukkan bahwa hal ini akan membuat mereka lebih mudah dipasarkan, baik saat Anda berada di dalam perusahaan saat ini, maupun saat Anda ingin pindah kerja atau dipekerjakan."kata dia. 

Atasan Tertarik Mempekerjakan Pekerja dengan Kemampuan AI

AI
Ilustrasi AI. (unsplash/Steve Johnson)

Menurut penelitian, perekrutan untuk talenta AI secara teknis telah meroket 323% selama delapan tahun terakhir. Namun, pekerja dengan latar belakang non-teknis yang mengetahui cara menggunakan alat AI seperti ChatGPT dan Microsoft Copilot, juga sangat diminati.

Penelitian ini menunjukkan bahwa 66% pemimpin mengatakan mereka tidak akan mempekerjakan seseorang yang tidak memiliki keterampilan AI dan 71% pemimpin lebih suka mempekerjakan pekerja yang kurang berpengalaman dengan keterampilan AI daripada orang yang lebih berpengalaman tanpa keterampilan tersebut.

Meskipun para atasan menganggap penting pengetahuan AI di tempat kerja, mereka tidak mengambil pendekatan aktif untuk mengembangkan keterampilan karyawan. Hampir setengah dari eksekutif AS saat ini tidak berinvestasi dalam alat atau produk AI untuk karyawan, dan hanya lebih dari seperempat perusahaan yang berencana untuk menawarkan pelatihan tentang AI generatif tahun ini.

Sementara itu, hanya 39% orang di seluruh dunia yang menggunakan AI di tempat kerja telah menerima pelatihan AI dari perusahaan mereka.

"Yang menarik dari data ini adalah karyawan sudah mulai paham dalam hal adopsi AI, namun perusahaan belum sepenuhnya paham," ujar wakil presiden dan pakar tenaga kerja di LinkedIn, Aneesh Raman.

"Konsekuensinya adalah jika Anda adalah sebuah perusahaan, anda mungkin harus tertinggal atau menjadi yang terdepan. Tidak ada kata diam di tempat, jadi Anda harus melakukan percakapan terhadap AI dan bagaimana AI akan mengembangkan bisnis."

Para Pekerja Pakai AI untuk Maju

Ilustrasi karyawan, bekerja, suasana kantor
Ilustrasi karyawan, bekerja, suasana kantor. (Photo by Damir Kopezhanov on Unsplash)  

Terlepas dari beberapa ketakutan tersebut, para pekerja menyadari keuntungan yang diberikan oleh alat bantu AI dan menggunakannya untuk mengembangkan karir mereka.

Lebih dari tiga perempat profesional mengatakan bahwa mereka membutuhkan keterampilan AI untuk tetap kompetitif di pasar kerja dan memberikan mereka lebih banyak peluang kerja. Hampir 70% pekerja yang mengatakan bahwa AI dapat membantu mereka dipromosikan lebih cepat.

"Saya rasa kunci bagi semua orang adalah menyadari bahwa bagi sebagian besar dari kita, pekerjaan kita akan berubah dan kategori pekerjaan baru akan muncul dan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan itu adalah dengan mengutamakan keterampilan," jelas Raman.

"CEO Microsoft Satya Nadella memiliki kalimat ini: 'Ini adalah era untuk belajar, bukan sok tahu," kata Raman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya