Liputan6.com, Jakarta Presiden maskapai Emirates, Timothy Clark menilai insiden turbulensi dalam penerbangan Singapore Airlines baru-baru ini dan cara penanganan dampaknya memberikan pelajaran bagi semua pihak di industri penerbangan komersil.
"Mereka sedikit kurang beruntung, namun cara mereka menghadapi dampaknya adalah pelajaran bagi kita semua dalam bisnis ini," ujar Clark, dikutip dari CNBC International, Selasa (4/6/2024).
Baca Juga
"Tidak ada maskapai penerbangan yang bisa berbuat lebih banyak untuk mencoba dan – pertama, mengatasi masalah ini, dan kedua, mengatasi konsekuensinya dibandingkan yang dilakukan Singapura," ujar dia di sela-sela pertemuan umum tahunan ke-80 Asosiasi Transportasi Udara Internasional di Dubai.
Advertisement
Penerbangan Singapore Airlines dalam perjalanan dari London ke Singapura mengalami turbulensi parah bulan lalu, menyebabkan satu penumpang tewas dan beberapa lainnya luka-luka.
Penerbangan tersebut terpaksa mendarat di Thailand dan penyelidikan awal menunjukkan bahwa pesawat tersebut jatuh 54 meter (178 kaki) dalam waktu kurang dari lima detik.
Pilot menggunakan kendali dalam upaya untuk menstabilkan pesawat ketika gravitasi berfluktuasi, menurut laporan investigasi, yang juga mencatat bahwa sinyal pengikat sabuk pengaman diaktifkan ketika insiden tersebut terjadi.
Singapore Airlines, yang mengubah peraturan sabuk pengaman dalam penerbangan dan mengubah setidaknya satu rute penerbangan setelah insiden tersebut, tidak akan lagi menyediakan layanan minuman panas dan makanan ketika tanda sabuk pengaman menyala.
Selain itu, meskipun rute harian dari London ke Singapura tetap beroperasi, data penerbangan menunjukkan maskapai tersebut telah mengalihkan perhatian dari wilayah Myanmar tempat terjadinya turbulensi.
Â
Â
Emirates Berupaya Antisipasi Risiko dari Turbulensi Parah
Ketika ditanya bagaimana Emirates menanggapi masalah turbulensi ini, Clark mengatakan bahwa seluruh industri sedang mengatasinya, dan bertekad untuk menemukan cara untuk mencoba dan memprediksi kapan turbulensi udara mungkin terjadi, yang tampaknya terjadi secara "acak".
"Telah terjadi peningkatan aktivitas dan dampak yang bergejolak hampir secara acak di seluruh jaringan kami. Jadi menurut saya kita tidak sendirian dalam hal ini," katanya.
Insiden terkait turbulensi adalah jenis kecelakaan paling umum yang dialami oleh maskapai penerbangan komersial, menurut Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS. Hal ini mencakup maskapai penerbangan besar AS, serta pesawat kargo dan maskapai penerbangan regional.
Advertisement
Turbulensi Singapore Airlines Lukai 30 Penumpang, Ketahui Aturan Kompensasi di Indonesia dan Internasional
Turbelensi parah melanda penerbangan Singapore Airlines SQ321 dari London ke Singapura pada Selasa, 21 Mei 2024. 1 orang meninggal dunia, dan 30 penumpang lainnya mengalami luka-luka dalam kejadian itu.Â
Dikutip dari News.com.au, Kamis (23/5/2024) 2 warga negara Indonesia berada di antara penumpang dalam penerbangan SQ321, yang sebagian besar mengangkut warga Australia, Inggris, Singapura, hingga Malaysia.Â
Adapun penumpang warga Filipina, Irlandia, Amerika Serikat, Myanmar, Spanyol, Kanada, Jerman.
Penumpang yang terluka dan meninggal dunia akibat turbulensi parah dalam penerbangan Singapore Airlines berhak mendapatkan kompensasi, namun jumlah yang diterima masing-masing penumpang bisa sangat berbeda, bahkan untuk cedera yang sama, berdasarkan perjanjian internasional, seperti dilansir dari The Straits Times.
Besarnya kerugian sering kali bergantung pada negara tempat kasus tersebut diajukan, dan bagaimana sistem hukum menilai jumlah kompensasi.
Pengacara penerbangan mengatakan penumpang asal Inggris dengan tiket pulang pergi yang berasal dari London dapat mengajukan klaim ke pengadilan Inggris.
Aturan Kompensasi di Indonesia
Sementara penumpang dari negara lain, salah satunya dari Indonesia, akan mengajukan klaim di negara asal.
Di Indonesia, aturan mengenai pemberian kompensasi kepada penumpang pesawat yang mengalami kecelakaan dalam perjalanannya dicantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Aturan tersebut mewajibkan maskapai penerbangan di Indonesia wajib memberikan kompensasi kepada penumpang yang mengalami cedera, kecelakaan, atau kematian selama penerbangan.-
Dalam Pasal 3Â dikatakan, penumpang yang mengalami cedera atau kecelakaan berhak atas kompensasi maksimum sebesar 1.250.000 SDR (Special Drawing Rights) atau sekitar Rp. 1,77 miliar, tergantung pada tingkat keparahan cedera.
Kemudian ada juga Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang mengatur hak-hak penumpang dan tanggung jawab maskapai penerbangan.
Dalam Pasal 141 dituliskan bahwa, maskapai bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada penumpang yang mengalami cedera atau meninggal dunia selama dalam penerbangan, termasuk akibat turbulensi.
Aturan Internasional
Adapun acuan pengaturan secara internasional, pada penumpang pesawat yang terluka akibat turbulensi.
Aturan tersebut adalah Konvensi Montreal. Di banyak negara, kompensasi penumpang pesawat diatur oleh Konvensi Montreal 1999.
Konvensi ini mengatur kompensasi untuk cedera pribadi dan kerusakan lainnya yang dialami oleh penumpang selama penerbangan internasional.
Dalam konvensi ini, Konvensi Montreal menetapkan batas tanggung jawab maskapai ditetapkan sebesar 128.821 SDR (Special Drawing Rights), kecuali maskapai dapat membuktikan bahwa cedera disebabkan oleh faktor di luar kendali mereka atau bahwa mereka telah mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah cedera.
Di bawah Konvensi Montreal, Singapore Airlines bertanggung jawab atas kecelakaan, termasuk turbulensi, pada penerbangan internasional, terlepas dari apakah maskapai tersebut lalai, menurut pengacara penerbangan AS, dikutip dari the Straits Times.
Jika penumpang mengajukan gugatan, maskapai tidak dapat menggugat ganti rugi hingga sekitar USD 175.000 atau setara Rp. 2,8 miliar.
Advertisement