Liputan6.com, Jakarta - Defisit ditargetkan di kisaran 2,45-2,82 persen untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024, seperti dikutip dari Antara, Selasa (4/6/2024).
Baca Juga
“Defisit yang kami sampaikan antara 2,45 persen hingga 2,82 persen, yang akan membiayai seluruh program prioritas pemerintah baru,” ujar Sri Mulyani.
Advertisement
Sri Mulyani menuturkan, APBN 2025 dirancang ekspansif, tetapi tetap terarah dan terukur untuk memaksimalkan kemampuan fiskal untuk program pemerintah selanjutnya.
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2025, Sri Mulyani membidik pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kisaran 5,1-5,5 persen.
Target pertumbuhan ini menurut dia ambisius, tetapi masih realistis. Kemudian agar kondisi fiskal tetap sehat dalam menyambut pemerintahan baru, Sri Mulyani menuturkan, pemerintah telah mendesain rasio utang pada batas yang aman di rentang 37,9-38,71 persen terhadap PDB.
"Pembiayaan akan dijaga dan dikelola melalui pembiayaan inovatif, prudent, dan sustainable melalui berbagai manajemen utang Indonesia yang terus di benchmark secara global," kata dia.
Bendahara Negara itu menuturkan, agar tetap menjaga rasio utang, Kemenkeu akan memaksimalkan pembiayaan internal seperti melalui Badan Layanan Umum (BLU) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berbagai fraksi DPR RI telah menyampaikan tanggapannya terkait KEM-PPKF 2025.
"Pemerintah juga menghargai pandangan-pandangan dari fraksi PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP menyangkut pentingnya optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga keberlanjutan dunia usaha dan daya beli masyarakat," ujar dia.
Indonesia Mau Jadi Negara Maju, Sri Mulyani: Belajar dari Korea Selatan dan Taiwan
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap kunci sukses untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Ada dua faktor yang mempengaruhi, yakni iklim investasi dan kinerja manufaktur Indonesia.
Dia memberikan contoh suksesnya negara lain yang berhasil menjadi negara maju dengan menggenjot kedua aspek tersebut. Pertama, ada Korea Selatan yang mampu menjaga produktivitasnya dalam jangka panjang.
"Apabila kita belajar dari negara-negara yang berhasil menjadi negara maju dan bisa menghindar dari middle income trap seperti Korea Selatan, maka diperlukan produktivitas tinggi yang konsisten dalam 15 tahun menuju negara maju," ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (4/6/2024).
"Investasi dan peranan sektor manufaktur di Korea Selatan tumbuh di atas 10 persen setiap tahunnya," ia menambahkan
Tak cuma Korea Selatan, Bendahara Negara juga melihat kesuksesan dari Taiwan. Dalam catatannya, Taiwan berhasil menjaga pertumbuhan investasinya hingga 20 persen.
Ditambah lagi, sektor manufaktur negara tersebut berhasil tumbuh konsisten di atas 8 persen.
"Demikian juga dengan pengalaman Taiwan untuk menjadi negara maju investasi bahkan tumbuh 20 persen dan sektor manufaktur tumbuh di atas 8 persen," terangnya.
Dia menuturkan, kedua negara tersebut menjadi contoh produktivitas, iklim investasi, hingga kinerja sektor manufaktur menjadi kunci untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
"Hal ini menunjukkan selain kualitas dan produktivitas dari sumber daya manusia maka perbaikan iklim investasi untuk meningkatkan peranan investasi dan pertumbuhan sektor manufaktur menjadi sangat penting bagi perjalanan menuju Indonesia Emas," tegas Menkeu Sri Mulyani.
Advertisement
Butuh Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti keberlangsungan kebijakan yang tepat untuk mengejar target visi Indonesia Emas 2045. Salah satunya dari besaran kinerja pertumbuhan ekonomi nasional.
Dia mengatakan, selama ini Indonesia sudah tumbuh positif dan konsisten pada angka 5 persen. Namun, membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6-8 persen untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di kisaran 5 persen di tengah berbagai guncangan dunia, perlu diakselerasi menjadi 6-8 persen per tahun untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045," kata Sri Mulyani dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF), di Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Senin (20/5/2024).
Dia menjelaskan, dalam satu dekade terakhir banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, termasuk ketahanan kas negara sebagai penopangnya. Maka, diperlukan perumusan kebijakan yang kuat dalam menghadapi ketidakpastian global kedepannya.
Salah satunya dengan merumuskan KEM PPKF yang mampu adaptif dan berkelanjutan seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan anggaran nasional.
"Masih banyak pekerjaan rumah dan agenda pembangunan yang perlu ditangani dan diselesaikan. Cita-cita besar mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 membutuhkan kolaborasi yang kuat dari seluruh komponen bangsa," ujar dia.
Transformasi Ekonomi
Bendahara Negara itu menyebut, dengan ambisi pertumbuhan ekonomi 6-8 persen, mensyaratkan keberlanjutan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas. Tak lupa juga pada aspek tranformasi ekonomi yang telah konsisten dilakukan dalam 10 tahun terakhir.
"Kesinambungan dan sekaligus perbaikan kebijakan menjadi kunci bagi keberhasilan pencapaian Visi Indonesia Emas 2045. Kita tidak bisa lagi bergantung pada kebijakan yang bersifat 'business as usual'," ucapnya.
"Transformasi ekonomi dengan mendorong peningkatan investasi produktif yang menciptakan nilai tambah tinggi sangat diperlukan. KEM PPKF harus terus menjaga daya tarik investasi dengan terus menjaga stabilitas dan prediktabilitas, memperbaiki pemerataan (ekualitas dan inklusivitas) serta harus berkelanjutan," Menkeu Sri Mulyani menambahkan.
Advertisement