Menperin Setop Relaksasi Impor, Industri Tekstil Dalam Negeri Bisa Bernapas Lega

Langkah Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita yang mendorong agar relaksasi impor dihentikan mendapat dukungan.

oleh Septian Deny diperbarui 27 Jun 2024, 18:45 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2024, 18:45 WIB
Pekerja Pabrik Tekstil
Pekerja Pabrik Tekstil. Dok Kemenperin

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Komisi VII, Bambang Patijaya mendukung langkah Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita yang mendorong agar relaksasi impor dihentikan. Menurutnya sektor perindustrian di Indonesia sebagai salah satu penyerap tenaga kerja memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.

“Kami mendukung upaya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang proaktif dalam menjaga performa industri tekstil serta sektor industri lainnya di dalam negeri. Sektor perindustrian adalah salah satu motor utama perekonomian Indonesia sehingga perlu dijaga dari serangan produk impor,” ujar Bambang dikutip Kamis (27/6/2024).

Bambang menekankan bahwa peran penting sektor perindustrian dalam perekonomian Indonesia sangat penting. Bambang mengutip data Badan Pusat Statistik produk domestik bruto sektor Perindustrian pada tahun 2023 menyumbangkan sebesar 18,67% terhadap PDB di Indonesia dengan nilai total Rp3.900 triliun.

“Sebaiknya tetap dilakukan kontrol terhadap impor masuknya barang tekstil dan produk tekstil ini. Negara harus hadir dalam bagaimana memproteksi industri TPT dalam negeri,” kata Bambang yang berasal dari Fraksi Partai Golkar DPR RI.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet terkait kebijakan industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) pada Selasa, 25 Juni 2024 memerintahkan agar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor segera direvisi.

Permendag tersebut memicu protes dari pelaku industri dalam negeri karena membuka keran impor besar-besaran ke Indonesia. Presiden Jokowi memerintahkan agar kebijakan relaksasi impor produk hilir TPT direvisi dan kembali diberlakukan pembatasan impor.

“Kami di DPR sependapat dengan Bapak Presiden Jokowi bahwa industri dalam negeri perlu di proteksi. Kami mendukung kebijakan Bapak Presiden bahwa relaksasi impor produk hilir TPT ini tidak perlu dilanjutkan,” ujar Bambang.

Aktif Berkomunikasi

Pabrik Tekstil
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan fasilitas kawasan berikat telah berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Faktanya, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia. (Dok. Istimewa)

Bambang juga mendukung langkah Menperin yang secara aktif berkomunikasi dengan berbagai kementerian atau lembaga terkait terutama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan agar relaksasi impor bisa dihentikan.

Dalam beberapa kesempatan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan agar regulasi soal impor dikembalikan lagi kepada aturan lama yaitu Permendag No. 36 Tahun 2023 atau aturan baru yang memperhatikan dan menjaga kekuatan industri dalam negeri.

“Penguatan industri dalam negeri sebagai salah satu motor utama perekonomian Indonesia merupakan tugas bersama. Tidak bisa hanya Kemenperin yang menjaganya, tapi perlu dukungan dari lembaga kementerian dan lembaga lainnya utamanya Kemenkeu dan Kemendag. Saya kira diantara semua kementerian terkait harus dilakukan penguatan dan exercise terhadap situasi dan regulasi sehingga dapat tercapai sinergitas yg lebih menguatkan industri dalam negeri kita dari hantaman impor,” terang Bambang.

Dalam kesempatan berbeda Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ernoiz Antriyandarti juga menyampaikan apresiasi pada langkah cepat pemerintah dalam menghadapi polemik mengenai relaksasi impor.

“Saya sangat mengapresiasi respon cepat pemerintah dalam mengatasi polemik Permendag No. 8 tahun 2024 dengan melakukan revisi. Semakin cepat revisi dilakukan, semakin cepat pula dampak dari implementasi kebijakan yang direvisi tersebut. Karena kebijakan makro seperti ini biasanya memiliki kelambanan luar (outside lags), yaitu waktu antara tindakan kebijakan dan pengaruhnya pada perekonomian. Kelambanan ini muncul karena kebijakan tidak segera mempengaruhi pengeluaran, pendapatan dan kesempatan kerja,” terang Ernoiz.

Kelambanan Luar

Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ernoiz menjelaskan bahwa kelambanan luar (outside lags) adalah waktu antara tindakan kebijakan dan pengaruhnya terhadap perekonomian. Kelambanan ini muncul karena kebijakan yang dibuat tidak segera mempengaruhi pengeluaran, pendapatan dan kesempatan kerja. Menurutnya respons cepat pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi yang meminta relaksasi impor dihentikan akan memberikan efek positif karena akan lebih cepat efeknya dirasakan di pasar dan pelaku industri dalam negeri.

Ernoiz juga mengapresiasi Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita yang proaktif menjaga sektor industri dalam negeri yang terimbas langsung dari relaksasi impor yang terjadi. Ia juga menyoroti pentingnya sinergi yang baik antar kementerian dan lembaga dalam memajukan sektor perindustrian dalam negeri.

“Saya sepakat dan mendukung langkah Menteri Perindustrian untuk lebih memperhatikan dan menjaga kekuatan industri dalam negeri. Dalam upaya melindungi industri dalam negeri, sangat diperlukan sinergi dan koordinasi antar lembaga dan kementerian supaya seirama dan saling menguatkan, sehingga tidak terjadi kontradiksi antar kebijakan,” tambah Ernoiz.

Infografis Mendag Revisi Aturan Kebijakan Impor Termasuk Barang Kiriman TKI. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Mendag Revisi Aturan Kebijakan Impor Termasuk Barang Kiriman TKI. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya