Anak Buah Menperin Luruskan Pernyataan Soal Bea Masuk 200% Produk Impor

Rapat internal di Istana Negara sepenuhnya membahas mengenai ekosistem kesehatan Indonesia termasuk industri kesehatan dan tidak ada membahas isu lain selain isu tersebut.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Jul 2024, 10:20 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2024, 10:15 WIB
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif. (Dok Kemenperin)
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif. (Dok Kemenperin)

Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif buka suara terkait hasil rapat Internal kabinet mengenau relaksasi perpajakan industri kesehatan di istana negara yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Febri menjelaskan, beberapa poin terkait hasil rapat tersebut. Pertama, rapat internal tersebut sepenuhnya membahas mengenai ekosistem kesehatan Indonesia termasuk industri kesehatan dan tidak ada membahas isu lain selain isu tersebut.

Kedua, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dalam doorstop oleh wartawan Istana, mendapat pertanyaan mengenai isi rapat dan isu terkait mengenai rencana pemberlakuan Bea Masuk 200 persen produk impor dari negara produsen tertentu.

"Terkait hal ini, kami sampaikan dan luruskan bahwa Bapak Menteri Perindustrian hanya menjawab pertanyaan seputar isi rapat relaksasi perpajakan industri kesehatan dan tidak menjawab pertanyaan terkait rencana pengenaan Bea Masuk produk impor 200 persen. Dengan kata lain, tidak ada pernyataan dari Menteri Perindustrian yang bertujuan menjawab atau menyinggung mengenai pengenaan bea masuk 200 persen produk impor," kata Febri dalam keterangannya, Rabu (3/7/2024).

Ketiga jawaban Menteri Perindustrian terkait dengan pelaporan dua minggu ke depan oleh kementerian dan lembaga adalah merupakan arahan Presiden tindaklanjut hasil rapat internal tentang relaksasi perpajakan industri kesehatan dan bukan tentang rencana pengenaan isu bea masuk 200 persen produk impor.

 

 

Hasil Rapat Internal Pimpinan Presiden

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif. (Dok Kemenperin)
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif. (Dok Kemenperin)

Terkait hasil rapat pimpinan relaksasi perpajakan industri alat kesehatan, perlu disampaikan bahwa Presiden Jokowi memberikan waktu dua minggu kepada para menteri untuk memberikan laporan secara utuh, termasuk kemungkinan menggunakan instrumen larangan dan pembatasan (lartas). Tim tersebut akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.

Selanjutnya, arahan Presiden adalah agar pelayanan masyarakat dalam sektor kesehatan bisa lebih murah dengan kualitas yang baik setelah menerapkan kebijakan yang pro terhadap industri kesehatan nasional kedepan.

"Bapak Presiden juga memberikan arahan agar semua regulasi bisa mengarah kepada kemandirian sektor dan industri kesehatan sehingga mampu menarik investasi di sektor tersebut. Pada gilirannya pengadaan obat-obatan dan alkes bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri," ujarnya.

Perbaikan ekosistem industri farmasi dan alat kesehatan amat perlu dilakukan untuk mampu melayani kebutuhan masyarakat Indonesia dengan pelayanan kesehatan bermutu. Pasalnya, fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau oleh masyarakat amat dibutuhkan.

Hal ini juga sejalan dengan upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing dua sektor industri tersebut di dalam negeri. Saat ini, industri farmasi masih memiliki ketergantungan besar terhadap bahan baku impor.

"Dalam rapat tersebut, Menperin menyampaikan beberapa usulan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil untuk meningkatkan investasi di sektor industri farmasi," jelas Febri.

 

Usulan untuk Industri Kesehatan

ilustrasi obat HIV suntik
ilustrasi obat HIV suntik. Image by PublicDomainPictures from Pixabay

Pertama, mengusulkan agar impor bahan baku obat sebaiknya tidak dikenai aturan persetujuan teknis (pertek). Hal ini untuk memudahkan industri farmasi di dalam negeri memperoleh bahan baku. Pertek sebaiknya dikenakan kepada barang jadi obat-obatan impor.

Kedua, mengusulkan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku obat yang belum bisa diproduksi di Indonesia serta penghapusan PPN bagi bahan baku obat lokal.

Sedangkan yang ketiga, meminta agar industri farmasi dan industri alat kesehatan bisa menerima fasilitas tax allowance untuk pengembangannya, karena saat ini belum ada industri dari dua sektor tadi yang memperoleh fasilitas tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya