Banyak Blok Migas Potensial Tak Digarap, Kementerian ESDM Rilis Aturan Baru

Kementerian ESDM meminta KKKS mengerjakan Bagian WK potensial atau blok migas potensial yang idle melalui kerja sama dengan Badan Usaha lain untuk penerapan teknologi tertentu secara kelaziman bisnis.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Jul 2024, 10:30 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2024, 10:30 WIB
Blok Migas
langkah mendorong blok migas yang idle ini sesuai Keputusan Menteri ESDM tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan Dalam Rangka Optimalisasi Produksi Migas. (Dok PHI)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas untuk segera mengusahakan Bagian Wilayah Kerja migas potensial yang tidak diusahakan (idle) atau mengembalikannya. Langkah ini guna mendorong optimalisasi produksi migas di Indonesia.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto menjelaskan, langkah mendorong blok migas yang idle ini sesuai Keputusan Menteri ESDM tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan Dalam Rangka Optimalisasi Produksi Migas.

Kriteria Bagian Wilayah Kerja (WK) Migas potensial yang idle tersebut antara lain terdapat lapangan produksi yang selama 2 tahun berturut-turut tidak diproduksikan, atau terdapat lapangan dengan plan of development (POD) selain POD ke-1 yang tidak dikerjakan selama 2 tahun berturut-turut.

Selain itu juga apabila terdapat struktur pada WK eksploitasi yang telah mendapat status discovery dan tidak dikerjakan selama 3 tahun berturut-turut.

"Terhadap bagian Wilayah Kerja (WK) Migas yang potensial namun idle, perlu dilakukan upaya, tidak bisa terus didiamkan. Saat ini sedang diinventarisasi dan segera diambil upaya optimalisasi. Setidaknya ada 4 upaya optimalisasi yang nantinya dapat dilakukan," ungkap Ariana dikutip dari Kementerian ESDM, Senin (8/7/2024). 

Pertama, KKKS diminta segera mengerjakan Bagian WK potensial yang idle tersebut. "Dalam hal diperlukan perbaikan keekonomian dapat diajukan kepada Kementerian ESDM melalui SKK Migas atau Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA)," tambah Ariana.

 

Mengembalikan Blok Migas

SKK Migas-KKKS Gelorakan Industri Hulu Migas Saat Pandemi Covid-19
Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu Satuan Kerja Khuhsus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi (SKK Migas) (Dok. SKK Migas Sumbagsel / Nefri Inge)

Kedua, KKKS mengerjakan Bagian WK potensial yang idle tersebut melalui kerja sama dengan Badan Usaha lain untuk penerapan teknologi tertentu secara kelaziman bisnis. Ketiga, KKKS mengusulkan Bagian WK potensial yang idle tersebut untuk dikelola lebih lanjut oleh KKKS lain sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Keempat, KKKS melakukan pengembalian Bagian WK potensial yang idle tersebut kepada Menteri ESDM, dengan mempertimbangkan kewajiban pasca operasi, kewajiban pengembalian data hulu migas, dan kewajiban lainnya, untuk selanjutnya ditetapkan dan ditawarkan menjadi WK baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

Adapun keempat upaya-upaya tersebut sesuai evaluasi, rencana dan tata waktu yang direkomendasikan oleh SKK Migas atau Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Sebagaimana diketahui, Pemerintah terus aktif mendorong peningkatan eksplorasi dan produksi migas. Lelang blok migas dibuat lebih menarik dengan perbaikan ketentuan kontrak diantaranya yaitu bagi hasil kontraktor dapat mencapai 50%, dahulu hanya sekitar 15-30%.

Selain itu, Pemerintah juga dapat memberikan insentif hulu migas dalam rangka mendukung keekonomian kontraktor.

Skema Cost Recovery Dinilai Bisa Dorong Investasi Migas

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Sebelumnya, skema cost recovery pada industri minyak dan gas bumi (migas) dinilai mampu mendorong investasi migas, karena memiliki prinsip berbagi beban atau sharing the pain yang adil bagi kontraktor maupun pemerintah, apalagi di dalamnya juga terdapat sistem dan proses yang ketat.

Menurut Direktur Center for Energy Policy Muhammad Kholid Syeirazi skema cost recovery juga sesuai diterapkan di Indonesia dibandingkan gross split. Itu karena saat ini sumur-sumur di dalam negeri sudah tergolong mature, sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk tetap mempertahankan produksi.

"Cost recovery bisa mendorong investasi migas. Skema ini juga paling fair, apalagi sumur-sumur kita sudah tergolong mature. Butuh biaya besar untuk mempertahankan produksi,” kata dia melansir Antara.

Dia menyatakan, skema cost recovery paling memungkinkan untuk mendongkrak produksi, apalagi saat ini pemerintah memiliki target produksi 1 juta barel per hari pada 2030.

Industri migas, ujarnya, tidak bisa dipahami dengan prinsip ekonomi umum, misalnya kontraktor yang sudah menginvestasikan dana Rp1 triliun pun belum tentu memperoleh minyak.

 

Banyak Air Dibanding Minyak

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Kholid mengingatkan, kondisi sekarang jauh lebih sulit dibandingkan beberapa waktu lalu yang mana semakin sulit mencari minyak dan semakin dalam. Pencarian semakin ke timur dan semakin offshore.

"Ini kan juga masalah kita sekarang. Kita ini sudah lewat masa minyak dan gas murah, kita semakin sulit mencari minyak," katanya lagi.

Dikatakan sumur-sumur di Indonesia sekarang sudah lebih banyak air dibandingkan minyak, sehingga untuk mengangkat minyak tersebut membutuhkan usaha dan teknologi yang mahal.

Oleh karena itu, sangat wajar jika terdapat kontraktor yang ingin kembali berubah dari skema gross split menjadi cost recovery.

"Makanya ketika skema cost recovery berubah menjadi gross split, sangat tidak menarik bagi kontraktor hulu migas. Dan jika itu terjadi terus-menerus, pada saatnya bisa membuat penerimaan negara dari sektor migas menurun," katanya pula.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya