Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap rencana pembatasan penggunaan BBM subsidi. Dia menyebut pembatasan itu akan dimulai pada 17 Agustus 2024.
Terkait rencana ini, Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Eddy Soeparno mengatakan sejak 3 tahun lalu sudah menyerukan pembatasan terhadap BBM bersubsidi.
Baca Juga
"Dari pandangan kami, 80 persen pengguna BBM subsidi baik pertalite maupun solar itu adalah masyarakat mampu yang kemudian menjadikan penyaluran BBM bersubsidi ini tidak tepat sasaran,” kata Eddy kepada Liputan6.com, ketika dihubungi melalui telepon, Kamis (11/7/2024).
Advertisement
Eddy menambahkan, sejak 3 tahun lalu telah meminta agar Perpres Nomor 191 Tahun 2024 direvisi, tetapi menurut Eddy, revisi mungkin baru dilakukan saat ini.
"Tetapi tentu tidak ada kata terlambat kita ingin melihat agar pembatasan itu dilaksanakan agar total dari subsidi yang jumlahnya juga tidak kecil. Untuk 2024, jumlah subsidi BBM itu Rp 163 triliun, kalau 80 persen penggunanya itu adalah masyarakat mampu artinya Rp 130 triliun subsidi itu dialihkan untuk masyarakat yang tidak berhak," jelas Eddy.
Eddy menuturkan, jika ada penghematan sebesar itu, subsidi BBM yang digunakan oleh masyarakat mampu dapat digunakan program ekonomi lain seperti bantuan sosial. Maka dari itu, Eddy menyebut pihaknya mendukung adanya pembatasan tersebut.
Tak Berdampak pada Masyarakat Kelas Ekonomi Bawah
Selain itu, Eddy menuturkan pembatasan BBM subsidi ini tidak akan berdampak pada masyarakat kelas ekonomi bawah karena mereka pihak yang memang akan menikmati BBM bersubsidi.
"Ojek online, angkot, UMKM, yayasan yang mengelola ambulan, dan mobil plat kuning, itu tetap boleh membeli BBM bersubsidi,” ujar Eddy.
Sedangkan masyarakat yang tidak boleh membeli BBM bersubsidi menurut Eddy adalah masyarakat mampu seperti mempunyai dua mobil, memiliki gaji yang masuk pada masyarakat mampu.
Respons Menko Airlangga
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara soal rencana Pemerintah yang akan membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 17 Agustus 2024.
Pernyataan Menko Airlangga justru berbanding terbalik dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Dimana sebelumnya, Menko Luhut menyebut akan ada pembatasan pembelian BBM pada 17 Agustus mendatang.
Sementara, Menko Airlangga menegaskan tidak akan ada pembatasan pembelian BBM. Melainkan upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia agar lebih bersih dengan cara menurunkan kadar sulfur yang ada dalam BBM.
"Tidak ada pembatasan, yang dibahas kemarin adalah penurunan kadar sulfur dalam BBM, itu kita harus melihat udara Jakarta, air quality-nya ini mengkhawatirkan bagu kesehatan. Tentu langkah-langkah ini akan disiapkan Pemerintah," kata Airlangga di Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Adapun Airlangga juga menyoroti terkait revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Menurut dia, revisi tersebut masih dalam pembahasan.
"Jadi, terkait PP 191 ini dalam pembahasan. Masih dalam pembahasan, bukan pembatasan," tegas Airlangga.
Dalam kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa Pemerintah tidak ada rencana menaikkan BBM bersubsidi. Tapi untuk BBM non subsidi tentu ada kemungkinan dinaikkan yang disesuaikan dengan kondisi pasar.
"Tidak ada rencana kita naik, cuma harus jelas yang disubsidi Pertalite, sedangkan pertamax disesuaikan dengan kondisi pasar," pungkasnya.
Advertisement
Wanti-Wanti Erick Thohir: Masyarakat Mampu Jangan Pakai BBM Subsidi
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan bahwa pengawasan pengetatan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diwacanakan oleh pemerintah, akan lebih mudah dilakukan di era digitalisasi saat ini.
"Dengan sekarang keterbukaan informasi, dengan adanya juga yang namanya digitalisasi, saya rasa tidak perlu dikhawatirkan itu (pengetatan penggunaan BBM subsidi)," kata Erick dikutip dari Antara, Kamis (11/7/2024).
Erick menyampaikan bahwa Kementerian BUMN mendukung langkah-langkah pemerintah dalam mengatur bantuan-bantuan yang seharusnya didapat oleh masyarakat, bukan hanya BBM subsidi termasuk listrik dan gas.
"Tentu masyarakat yang mampu tidak boleh mempergunakan BBM yang bersubsidi, seperti juga listrik," tuturnya.
Sebelumnya, Erick menyebut pihaknya mendukung revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 (Perpres 191) untuk membatasi pembelian bakar bakar minyak (BBM) subsidi agar tersalurkan secara tepat sasaran.
Menurut dia, tujuan dari revisi Perpres 191 adalah untuk menghindari penyalahgunaan subsidi yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat kelas bawah.
Erick juga mengatakan bahwa Kementerian BUMN tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan dari wacana tersebut. Tetapi dia menyebutkan, saat ini wacana tersebut masih didiskusikan di antara kementerian terkait.
Erick pun berharap agar hal tersebut tidak menjadi polemik di tengah masyarakat karena hal itu akan memberi manfaat, di mana penyaluran BBM bersubsidi akan lebih tepat sasaran.
"Pemerintah juga sangat mengerti kesulitan kenapa BBM pada bulan Januari tidak naik, pada bulan Maret, April tidak naik, karena kan daya beli masyarakat lagi tertekan," ucap Erick Thohir.
Ketimbang Batasi Pembelian BBM Pertalite, Pemerintah Diminta Lakukan Ini
Sebelumnya, ekonom Universitas Mataram Muhammad Firmansyah menyarankan pemerintah mengutamakan penyiapan transportasi publik ketimbang membatasi masyarakat dalam membeli BBM Bersubsidi seperti Pertalite.
"Transportasi publik di daerah banyak tidak jalan. Ini penting disiapkan sehingga ada alternatif bagi masyarakat," ujar Muhammad Firmansyah di dikutip dari Antara, Kamis (11/7/2024).
Firmansyah menuturkan bahan bakar minyak bersubsidi banyak dinikmati oleh kalangan kelas menengah yang menggunakan kendaraan untuk bekerja dan menjalankan aktivitas produktif lainnya.
Oleh karena itu, pembatasan bahan bakar bersubsidi perlu alternatif agar tidak mengubah pengeluaran masyarakat pengguna. "Mau diatur macam apapun BBM, bila ada alternatif penggunaan transportasi publik tidak terlalu masalah, akan berkurang dampaknya ke pemilik kendaraan karena transportasi jadi kebutuhan vital," kata Firmansyah.
Di Indonesia saat ini transportasi publik yang layak dan masif hanya berpusat di kawasan Jabodetabek dan beberapa kota besar di Pulau Jawa. Sedangkan, daerah lain kategori madya justru masih banyak yang belum tersentuh oleh kehadiran transportasi publik.
Lebih lanjut Firmansyah mempertanyakan target pembatasan tersebut, apakah untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi atau hanya alasan efisiensi anggaran pemerintah.
"Dalam kondisi saat ini sebaiknya dipikirkan secara matang," pungkas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pengetatan penggunaan subsidi bahan bakar minyak pada 17 Agustus, agar mengurangi jumlah penyaluran subsidi kepada orang yang tidak berhak.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika membahas permasalahan penggunaan bahan bakar minyak yang berhubungan dengan defisit APBN 2024. Luhut meyakini pemerintah dapat menghemat APBN 2024 melalui skema pengetatan penerima subsidi BBM.
Advertisement