Temui Airlangga, Apindo Minta Pekerja Swasta Dicoret sebagai Peserta Tapera

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani meminta agar kelompok pekerja swasta atau buruh tidak dilibatkan sebagai peserta program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

oleh Septian Deny diperbarui 16 Jul 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2024, 16:00 WIB
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani meminta agar kelompok pekerja swasta atau buruh tidak dilibatkan sebagai peserta program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani meminta agar kelompok pekerja swasta atau buruh tidak dilibatkan sebagai peserta program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal ini disampaikan Shinta usai menemui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya.

Shinta menekankan, pihaknya keberatan jika pelaksanaan Program Tapera ikut menyasar pekerja swasta. Apalagi, lanjut Shinta, program Tapera akan efektif berlaku mulai 2027 mendatang. Namun, pihaknya tidak mempermasalahkan jika peserta program Tapera menyasar kelompok ASN hingga TNI Polri.

"Karena kan yang di dulukan kan yang ASN, TNI Polri itu monggo. Jadi untuk swasta ini memang kan pelaksanaannya gencarnya baru 2027. Tapi kita nggak mau nunggu dong 2027," ujar Shinta kepada awak media di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (16/7).

Apalagi, terdapat program BPJS Ketenagakerjaan serupa yakni Manfaat Layanan Tambahan (MLT) yang menawarkan manfaat sama. Sehingga, dikhawatirkan iuran Tapera dinilai akan membebani pekerja swasta maupun pelaku usaha.

"Karena yang jelas juga tidak alignment (selaras) dengan apa yang sudah ada di BPJS Ketenagakerjaan dan lain-lainnya. Ini kan disini ada alignment," bebernya.

Dia meminta, pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Tapera. Sehingga, program iuran gotong royong untuk kepemilikan rumah ini urung dilaksanakan.

"Karena pemerintah itu tidak bisa banyak berbuat kalau undang-undangnya tidak direvisi. Jadi kita kembali akan memberikan masukan untuk revisi daripada undang-undang Tapera," ucap Shinta.

PP Nomor 21 Tahun 2024

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi PP Nomor 25 Tahun 2020 mengenai Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Dalam beleid tersebut, gaji pekerja swasta hingga aparatur sipil negara (ASN/PNS) akan dipotong sebesar 2,5 persen per bulan untuk program Tapera. Sedangkan, pihak pemberi kerja atau perusahaan harus membayar iuran sebesar 0,5 persen per bulan.

Aturan lainnya, pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya mengikuti program Tapera paling lambat 7 tahun sejak PP 25 tahun 2020 berlaku yaitu pada 20 Mei 2020. Dengan ini, pemberi kerja paling lambat mendaftarkan pekerjanya pada 2027 mendatang.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Faisal Basri Buka-bukaan Skema Ideal Pungutan Tapera, Singgung Peran Bank Tanah

Alasan Pemerintah Wajibkan Pekerja Bayar Iuran Tapera
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menjelaskan bahwa tabungan perumahan rakyat (Tapera) merupakan kelanjutan dari badan pertimbangan tabungan perumahan (Bapertarum), yang sebelumnya hanya ditujukan untuk aparatur sipil negara (ASN). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri hitung-hitungan pungutan tabungan perumahan rakyat (tapera). Dia turut menyinggung peran Badan Bank Tanah yang seharusnya mengatur harga tanah bagi masyarakat.

Dia menilai, potongan iuran Tapera tidak tepat dilakukan ditengah kondisi daya beli masyarakat yang tertekan. Bahkan, dengan sipungut 2,5 persen dari upah per bulan, hitungan kepemilikan rumah masih terlalu lama.

"Nah, kalau 2,5 persen hitung aja dengan sederhana kapan? berapa puluh tahun kira-kira dia punya rumah? karena biaya Taperanya gini (naik tipis), harga tanah gini (meningkat tinggi), kapan punya rumahnya?," ujar Faisal, ditemui di Jakarta, dikutip Jumat (5/7/2024).

Dia mengatakan, seharusnya iuran Tapera tidak bergantung pada potongan upah pekerja. Tapi, ada tambahan lebih banyak dari perusahaan. Dengan asumsi total pungutan 3 persen, maka potongannya bisa masing-masing 1,5 persen, baik perusahaan maupun pekerja.

Faisal menilai, hal itu bisa dilakukan dengan mengkonversi sebagian pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 25 persen ke 22 persen. Dengan begitu, bisa sedikit digunakan untuk menambah iuran ke Tapera.

"Nah, harusnya Tapera jangan dibiarkan sendiri atau Taperanya itu mbok ya beban buruhnya dikurangi, sumbangan perusahaannya ditambah," kata dia.

"Kan perusahaan dulu dapat memotongan corporate income tax dari 25 persen ke 22 persen. Nah kasih 1,5 persen (potongan tapera) sehingga paling tinggi yang dipotong dari buruh itu 1,5 persen," terangnya.

 

Badan Bank Tanah Atur Harga

Alasan Pemerintah Wajibkan Pekerja Bayar Iuran Tapera
Namun, masyarakat perlu memahami bahwa perluasan program Tapera ini manfaatkan juga akan dirasakan masyarakat di masa depan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Poin selanjutnya, yang bisa dilakukan adalah dengan mengontrol harga tanah. Menurutnya, ini bisa dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga Badan Bank Tanah.

"Bagaimana menjaga agar cepat dia punya rumahnya. Ya, negara harus mengontrol harga tanah, lewat apa? Bank Tanah," ungkapnya.

Hanya saja, Faisal menyayangkan peran Badan Bank Tanah ini bukan untuk mengatur harga tanah agar terjangkau masyarakat. Melainkan untuk investor.

"Tapi pemerintah mendirikan Bank Tanah bukan buat public housing, tapi buat investor. Jadi nggak ada yang buat rakyat itu, yang rakyat itu ditekan aja. Everything for investors, everything for investors," bebernya.

 

Bagaimana Skema Iuran Tapera?

Alasan Pemerintah Wajibkan Pekerja Bayar Iuran Tapera
Oleh karena itu, kata Moeldoko pemerintah memahami antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu tidak seimbang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Diberitakan sebelumnya, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menilai, pemahaman masyarakat terhadap besaran presentase dan mekanisme iuran Tapera secara bertahap akan terus dilakukan edukasi

"Masih ada kesalahpahaman oleh sebagian besar masyarakat, tidak sesederhana itu, dan harus diluruskan," ujar Heru dalam keterangan tertulis, Kamis (4/7/2024).

Heru mengilustrasikan contoh skema perhitungan tabungan peserta besaran 3 persen dari penghasilan Rp 4.000.000, yakni senilai Rp 120.000 per bulan.

Ditegaskan bahwa untuk mendapatkan rumah nominal Rp 120.000 tersebut tidak serta merta dihitung secara sederhana dengan mengkalikan Rp 120.000 tersebut dalam satu tahun, kemudian dikalikan bulan dan tahun berjalan.

Ia mengakui, apabila perhitungan sederhana tersebut diterapkan, maka hingga masa kepesertaan Tapera berakhir/pensiun pastinya tidak akan pernah masuk perhitungan untuk mengajukan rumah Tapera.

"Kalau dengan perhitungan matematika sederhana, nilai tabungan Rp 120.000 per bulan tersebut katakanlah hingga 20 tahun mendatang akumulasi tabungannya jelas lah tidak akan sampai untuk mendapatkan nilai harga rumah, karena hanya senilai Rp 28,8 juta," urainya.

"Nilai ini bukan untuk mendapatkan rumah, tapi untuk memastikan peserta memperoleh fasilitas pembiayaan rumah jangka panjang," tegas Heru.

Menurut dia, tabungan peserta ini jadi salah satu pemenuhan kelayakan peserta dalam mengajukan bantuan pembiayaan rumah Tapera.

Apabila peserta Tapera dinilai eligible (memenuhi syarat) setelah menabung selama 1 tahun secara rutin tiap bulan, maka akan dapat mempermudah persyaratan dan proses pengajuan kepada pihak perbankan. Lantaran dianggap mampu untuk menyisihkan penghasilan tiap bulannya.

Pemerintah kemudian turut ikut serta dengan menekan nilai angsuran bulanan dengan suku bunga flat 5 persen hingga lunas, sekaligus dengan memperoleh manfaat pengembalian pokok tabungan peserta berikut dengan imbal hasil yang diterima.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya