Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) 2024 akan mencapai 0,1%-0,9%.
BI pun mematikan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap sehat dan mendukung ketahanan eksternal. "Secara keseluruhan, NPI 2024 diprakirakan tetap baik dengan defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam pengumuman Hasil RDG Juli 2024, disiarkan Rabu (17/7/2024).
Baca Juga
Perry membeberkan, defisit transaksi berjalan pada kuartal kedua 2024 diprakirakan rendah didorong oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang sebesar USD 8,0 miliar.
Advertisement
Sementara itu, transaksi modal dan finansial diprakirakan mencatat surplus di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Investasi portofolio pada triwulan II 2024 diprakirakan mencatat net inflows sebesar USD 4,3 miliar dan berlanjut pada awal triwulan III 2024 (hingga 15 Juli 2024) yang mencatat net inflows sebesar USD 4,4 miliar," paparnya.
BI mencatat, posisi cadangan devisa Indonesia hingga akhir Juni 2024 meningkat menjadi sebesar USD 140,2 milia, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan aliran masuk modal asing baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun investasi portofolio sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik," jelas Gubernur BI.
Harga Komoditas Turun, Neraca Transaksi Berjalan RI Diramal Defisit
Diwartakan sebelumnya, Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman sebelumnya sudah memperkirakan neraca transaksi berjalan kembali defisit di tahun ini. Hal itu mengingat kondisi pelemahan harga-harga komoditas ekspor dalam beberapa waktu terakhir.
"Saldo neraca transaksi berjalan Indonesia tahun ini kami perkirakan akan bergerak lebih dalam ke arah defisit apabila dibandingkan tahun lalu," kata Helmi dalam konferensi pers Citi Indonesia di Jakarta, 2 April 2024.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi berjalan tahun 2023 mengalami defisit terkendali 0,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar USD 1,6 miliar.
Di tahun sebelumnya, transaksi berjalan Indonesia tercatat surplus sebesar USD 13,2 miliar atau 1 persen dari PDB.
Adapun neraca pembayaran Indonesia (NPI) keseluruhan yang surplus sebesar USD 6,3 miliar di 2023, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencatat surplus USD 4 miliar.
Advertisement
Pengaruh Suku Bunga
Helmi menyebutkan, neraca pembayaran Indonesia juga cenderung terpengaruh negatif oleh diferensial suku bunga Rupiah dan dolar AS yang saat ini relatif ketat, imbas kenaikan suku bunga The Fed.
Dijelaskan, diferensial suku bunga yang ketat ini mengurangi insentif bagi eksportir untuk menukarkan devisa hasil ekspor ke Rupiah.
"Diferensial suku bunga yang ketat ini juga mendorong korporasi yang memiliki pendanaan dalam dolar untuk melakukan refinancing menjadi pendanaan dalam mata uang Rupiah. Di mana kedua hal ini mempengaruhi keseimbangan suplai dan permintaan (supply-demand) di pasar valas domestik,” paparnya.
"Untuk itu, perkiraan kami ruang untuk penurunan bunga acuan Bank Indonesia baru akan terbuka apabila Federal Reserve di Amerika Serikat juga sudah memulai penurunan suku bunganya," kata dia.
Bank Indonesia Ingatkan Tantangan Inflasi di Tengah Ketidakpastian Global
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat yang didukung aktivitas pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Namun, tantangan inflasi yang meningkat di tengah ketidakpastian global yang berlanjut harus diwaspadai.
Hal itu disampaikan Asisten Gubernur BI, Doddy Zulverdi seperti dikutip dari Antara, Jumat (28/6/2024).
"Hal tersebut perlu disikapi dengan cara memperkuat sinergi dan kolaborasi dalam pengendalian inflasi daerah khususnya melalui program-program unggulan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)," ujar Doddy, saat memberikan sambutan dalam acara Pengukuhan Kepala Perwakilan BI Purwokerto di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat pekan ini.
Meskipun ketidakpastian global berlanjut, Doddy menuturkan, pertumbuhan ekonomi nasional tetap kuat ditopang oleh aktivitas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dia menuturkan, diperlukan sinergi serta kolaborasi dalam menjaga daya saing dan kualitas produk UMKM di daerah.
"Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi khususnya dari sisi konsumsi, upaya untuk mewujudkan ekosistem transaksi digital di daerah perlu untuk terus diperkuat," ujar dia.
Dia menilai, salah satu cara yang dapat dilakukan di antaranya semakin memperbanyak titik-titik penerimaan pembayaran transaksi digital baik di ritel maupun keperluan retribusi di daerah. Ia mengatakan kelancaran transaksi dalam perekonomian melalui peredaran uang rupiah yang baik senantiasa memerlukan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan.
"Untuk itu, kami mengajak untuk bersama-sama menerapkan sikap Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah di seluruh penjuru daerah agar perekonomian berjalan lancar dan tumbuh merata," ujar dia.
Advertisement