Tensi Geopolitik Global Meningkat, Sektor Keuangan Indonesia Masih Baik-baik Saja

Kinerja perekonomian global secara umum melemah dengan inflasi termoderasi secara broad-based.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 05 Agu 2024, 18:15 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2024, 18:15 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar meluncurkan peta jalan atau roadmap pengembangan dan penguatan perusahaan pembiayaan. (Arief/Liputan6.com)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar meluncurkan peta jalan atau roadmap pengembangan dan penguatan perusahaan pembiayaan. (Arief/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil tengah ketidakpastian global akibat meningkatnya tensi perang dagang dan geopolitik. Hal tersebut terungkap dalam  Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Juli 2024.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menjelaskan, kinerja perekonomian global secara umum melemah dengan inflasi termoderasi secara broad-based. Sejalan dengan pelemahan pasar tenaga kerja dan penurunan inflasi AS, pasar berekspektasi The Fed akan menurunkan suku bunga kebijakan (FFR) sebanyak 2-3 kali di tahun 2024.

Di Eropa, meskipun indikator perekonomian terus melemah, Bank Sentral Eropa (ECB) menahan suku bunga kebijakan pada pertemuan Juli 2024. Namun, pasar mengekspektasikan ECB akan menurunkan suku bunga sebanyak 2 kali lagi hingga akhir tahun 2024.

"Di China, pertumbuhan ekonomi Triwulan 2 2024 melambat didorong lemahnya permintaan domestik, yang diindikasikan oleh penurunan inflasi dan harga properti. Hal ini mendorong pemerintah dan bank sentral terus mengeluarkan stimulus fiskal dan moneter,"jelas dia, Senin (5/8/2024).

Tensi geopolitik global terpantau meningkat sejalan dengan tingginya dinamika politik di AS menjelang Pemilihan Presiden di November 2024, serta perkembangan terkini di Timur-Tengah dan Ukraina. Selain itu, tensi perang dagang juga meningkat khususnya terkait dengan sektor teknologi dan semi konduktor. Secara umum, pasar melakukan price in dampak kenaikan tensi geopolitik.

Di sisi lain, secara umum tekanan di pasar keuangan global menurun. Ekspektasi The Fed segera menurunkan FFR telah mendorong penurunan yield USD dan pelemahan dollar index. Hal ini mendorong mulai terjadinya aliran masuk modal (inflow) ke negara emerging markets, termasuk Indonesia, sehingga pasar keuangan emerging market mayoritas menguat terutama di pasar obligasi dan nilai tukar.

Di domestik, kinerja perekonomian masih cukup positif dan cenderung stabil. Hal ini ditunjukkan oleh terjaganya tingkat inflasi dan berlanjutnya surplus neraca perdagangan.

"Namun demikian, perlu dicermati berlanjutnya tren penurunan harga komoditas yang telah memoderasi kinerja ekspor," kata dia. 

Industri Pasar Modal

Hari Ini, Indeks Harga Saham Gabungan Ditutup di Zona Hijau
IHSG ditutup pada level 7.220,88. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di pasar saham, IHSG menguat 2,72 persen mtd pada 31 Juli 2024 ke level 7.255,76 (ytd: terkoreksi 0,23 persen), dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp12.338 triliun atau naik 1,83 persen mtd (5,76 persen ytd), serta non-resident mencatatkan net buy Rp 6,68 triliun mtd (ytd: net sell Rp1,05 triliun).

Secara mtd, penguatan terjadi di hampir seluruh sektor dengan penguatan terbesar di sektor industri dan transportasi & logistik. Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham tercatat Rp 11,87 triliun ytd.

Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI menguat 1,09 persen mtd (naik 2,66 persen ytd) ke level 384,57, dengan yield SBN rata-rata turun sebesar 7,34 bps (ytd naik 25,87 bps) dan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp 4,90 triliun mtd (ytd: net sell Rp 29,05 triliun). Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp 0,58 triliun mtd (net sell Rp2,22 triliun ytd).

Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) tercatat sebesar Rp 830,25 triliun (naik 0,51 persen mtd atau 0,67 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp491,61 triliun atau naik 1,06 persen mtd (ytd: turun 1,96 persen) dan tercatat net subscription sebesar Rp 2,75 triliun mtd (ytd: net redemption Rp12,53 triliun).

Industri Perbankan

Kinerja fungsi intermediasi perbankan terus melanjutkan tren peningkatan. Pada Juni 2024, secara mtm kredit mengalami peningkatan sebesar Rp102,29 triliun, atau tumbuh sebesar 1,39 persen mtm.

Adapun secara tahunan, pertumbuhan penyaluran kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 12,36 persen yoy (Mei 2024: 12,15 persen) menjadi Rp 7.478,4 triliun.

Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 15,09 persen yoy. Sementara itu, secara nominal yang terbesar adalah Kredit Modal Kerja sehingga menjadi sebesar Rp 3.389,53 triliun.

Ditinjau dari kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 14,95 persen yoy.

Sejalan dengan pertumbuhan Kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan positif. Pada Juni 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 0,27 persen mtm atau meningkat sebesar 8,45 persen yoy (Mei 2024: 8,63 persen yoy) menjadi Rp 8.722,03 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 13,48 persen yoy.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya