Kemenperin Bela Diri, Ungkap Penyebab Sebenarnya Kontainer Numpuk di Pelabuhan dan Banjir Produk Impor

Kemenperin coba membandingkan data muatan 26.415 kontainer yang tertahan milik Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dengan relaksasi aturan impor melalui Permendag 8/2024, yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Agu 2024, 17:55 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2024, 17:45 WIB
FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusut dugaan adanya pelonggaran aturan yang memicu penumpukan kontainer hingga 26.415 unit tertahan di pelabuhan.  

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, isu penumpukan 26.415 kontainer ini telah menjadi dasar terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2024. Kebijakan itu dinilai telah membuat pasar domestik kebanjiran produk impor dan membunuh industri dalam negeri. 

Febri lantas buka alasan mengapa Kemenperin buka-bukaan hal ini kepada publik. Sebab menurutnya, isu ini sudah menjadi kepentingan publik, terutama kepentingan industri dalam negeri. 

"Apalagi Kemenperin telah dituduh sebagai penyebab tertahannya 26 ribu kontainer keluar dari pelabuhan. Pejabat kementerian menyebut Kemenperin lambat menerbitkan Pertek (pertimbangan teknis), sehingga kontainer berisi bahan baku industri tertahan di pelabuhan," bebernya di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (7/8/2024).

Merespon hal itu, Kemenperin coba membandingkan data muatan 26.415 kontainer yang tertahan milik Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dengan relaksasi aturan impor melalui Permendag 8/2024, yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

"Kami sudah melakukan pengecekan jumlah HS yang direlaksasi dari Permendag 36 ke Permendag 8, kami menemukan ada 518 HS kelompok komoditas industri yang direlaksasi, tidak ada rekomendasinya sejak Permendag 8 terbit. Dari 518 kode HS yang direlaksasi lartasnya tersebut, 458 HS atau 88,42 persen merupakan kode HS untuk barang konsumsi," bebernya. 

Adapun dalam surat resmi Ditjen Bea Cukai kepada Kemenperin, penumpukan terbesar terjadi pada muatan kontainer untuk bahan baku dan bahan penolong. Sehingga, Febri bingung kenapa Permendag 8/2024 justru merelaksasi kode HS untuk barang konsumsi atau hilir. 

"Nah, harusnya yang direlaksasi adalah lartasnya bahan baku dan bukan lartas barang konsumsi. Ini kan sakitnya apa, kalau ibarat ya yang sakit otaknya, yang diobati dengkulnya. Kalau misal bahan baku dan penolong numpuk, ya itu yang direlaksasi lartasnya, bukan barang-barang hilir atau barang konsumsi," keluhnya. 

"Menurut kami itulah yang memicu importir berbondong-bondong mebawa barang ke Indonesia. Setelah sampai di pelabuhan baru kemudian mengurus dan memperbaiki dokumen impornya, dan itu seharusnya tergambar dari data yang disampaikan oleh Ditjen Bea Cukai," pungkasnya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kacau! 50% Impor Tekstil Asal China Ilegal

Pabrik Tekstil
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan fasilitas kawasan berikat telah berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Faktanya, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia. (Dok. Istimewa)

Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) mencatat bahwa 50% impor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China tidak tercatat masuk di Indonesia.

Plt Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Setya Perman mengungkapkan, hal itu karena adanya gap antara nilai ekspor China ke Indonesia dan data impor dari China yang tercatat di dalam negeri.

Ia membeberkan, pada tahun 2022 nilai produk tekstil China ke Indonesia mencapai Rp 29,5 triliun.

“Ada 50 persen nilai di produk tidak tercatat. Artinya angka ekspor yang masuk dari produk kita tidak seimbang,” ungkap Temmy,” ujar Temmy kepada media di Gedung Kemenkop dan UKM, Selasa (6/8/2024).“(Oleh karena itu) kita menduga, ini mengindikasikan ada produk yang masuk secara ilegal,” lanjutnya.

Data ekspor China ke Indonesia hampir 3 kali lipat lebih besar dibandingkan nilai impor Indonesia dari China. Sehingga muncul selisih yang besar pada kode HS nomor 61-63.

 


Negara Rugi

Kemenkop UKM memperkirakan, impor ilegal secara keseluruhan dapat menyebabkan kehilangan potensi serapan tenaga kerja sebanyak 67.000 dengan total pendapatan karyawan Rp 2 triliun per tahun.

Temmy lebih lanjut menyampaikan bahwa pihaknya merekomendasikan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) sebesar 200% hanya untuk produk yang dikonsumsi akhir atau pada kode HS 58-65.

“Jadi memang 200 persen itu oke, tapi kita mengusulkan agar hati-hati pada produk akhir bukan terhadap bahan baku, industri sehingga industri tetap berkembang,” jelasnya.

“Batasnya adalah barang-barang konsumsi akhir (seperti) tas, kosmetik, pakaian,” imbuh Temmy.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya