Wacana Truk Wajib Kantongi Sertifikasi Halal, Pengamat Bilang Begini

Rencana pemerintah untuk menerapkan sertifikasi halal untuk angkutan transportasi logistik jalan raya (truk), dinilai tidak berdasarkan pertimbangan menyeluruh dan terkesan mengada-ada.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Agu 2024, 11:00 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2024, 11:00 WIB
Pengusaha minta penundaan kebijakan zero odol
Sejumlah truk melintasi ruas jalan tol Tangerang-Jakarta, Kota Tangerang, Banten, Rabu (2/3/2022). Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan pemberlakuan penuh kebijakan bebas truk kelebihan muatan (over dimension overload/ODOL) diundur menjadi tahun 2025. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah untuk menerapkan sertifikasi halal untuk angkutan transportasi logistik jalan raya (truk), dinilai tidak berdasarkan pertimbangan menyeluruh dan terkesan mengada-ada.

Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan sektor transportasi logistik jalan raya tidak memungkinkan untuk diterapkan sertifikasi halal. Karena komponennya sangat banyak yang perlu diawasi.

"Transportasi itu kan selalu bergerak. Arah dan tujuannya tidak bisa diketahui oleh Pemerintah. Karena setiap bergerak, transportasi logistik tidak wajib melaporkan kepada Regulator / Pemerintah. selama perjalanan itu apakah memenuhi ketentuan halal atau tidak, Siapa yang tau? Bahkan pemilik truk pun sulit mengetahui pergerakan yang dilakukan oleh pengemudi. Jadi walaupun bersertifikasi halal, tapi dalam perjalanannya tidak bisa dipastikan apakah tetap halal atau tidak. Sehingga, akan sulit menentukan, suatu alat transportasi masih memenuhi standar kehalalan atau tidak," kata Bambang Haryo, dikutip Jumat (30/8/2024).

Dan jika suatu alat transportasi truk harus disertifikasi halal, artinya pengemudi alat transportasi halal tersebut juga harus bersertifikasi halal. dan tentu harus memenuhi sertifikasi halal juga. Masalahnya bagaimana penetapan standar halal untuk pengemudi alat transportasi tersebut.

"Kan bisa dalam perjalanan pengemudinya melakukan tindakan - tindakan yang tidak halal. Apakah BPJPH selaku pemegang otoritas standar kehalalan sanggup untuk memantau 6 juta truk yang ada di seluruh Indonesia? Kalau iya, Mereka harus menyiapkan 6 juta orang untuk ikut di setiap truk mengawasi perjalanan logistik dan tindakan dari supir truk," jelasnya. 

"Dan bila BPJPH akan menjalankan hal tersebut, tentunya infrastruktur jalan raya yang dilewati oleh truk semuanya harus disertifikasi halal. Demikian juga kuli kuli yang mengangkut produk halal, tentunya juga harus bersertifikasi halal. Demikian juga ceane crane yang ada di pelabuhan serta lapangan penumpukan, pelabuhan juga harus halal dong? Ini adalah suatu kebijakan yang aneh dan terkesan mengada ngada," lanjut dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Produk Makanan dan Minuman

Truk kelebihan muatan atau Overdimension and Overload (odol) melintas di jalan tol. (Istimewa)
Truk kelebihan muatan atau Overdimension and Overload (odol) melintas di jalan tol. (Istimewa)

BHS menegaskan sektor transportasi ini berbeda dengan produk makanan atau pun minuman, yang produksinya di satu tempat dan bisa dipantau secara berkala.

"Transportasi jalan raya sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 dimana tidak ada ketentuan sertifikasi halal di dalamnya. Yang ada hanya lah tentang standarisasi keselamatan, keamanan dan kenyamanan / pelayanan minimum. Jadi sertifikasi halal terkesan mengada ngada untuk BPJPH mencari uang untuk negara dengan mengorbankan kepentingan yang lebih luas, dan tentu ini akan membuka celah baru untuk korupsi atau gratifikasi," kata BHS.

Apalagi biaya sertifikasi dirasa pengusaha truk yang bergabung di Asosiasi Aptrindo sangat mahal. Dan ini bisa menambah beban yang besar bagi biaya logistik di Indonesia. Padahal Pemerintah masih berupaya untuk menurunkan logistik perform index yang saat ini masih cukup tinggi yaitu sebesar 14 %. Bila kebijakan ini dipaksakan, Pemerintah berarti tidak konsisten. Ujung ujungnya akan terjadi kenaikan biaya logistik.

"Jika alat transportasi logistik itu belom berserifikat halal, apalagi bahkan tidak mau, berarti tidak bisa digunakan untuk mengangkut produk industri yang memiliki sertifikat halal tersebut. Maka tentu produk industri pun juga akan kesulitan untuk mendapatkan transportasi logistik yang bersertifikat halal. Maka tarif akan tinggi. Karena terjadi ketidakseimbangan antara Supply dan Demand," jelas dia.

"Tidak usah bicara 100%, 50% saja yang sanggup, maka logistik kita akan Chaos. Kalau pun ada logistik yang diangkut oleh transportasi yang bersertifikat halal, harganya pun pasti akan naik. Dan ini akan mempengaruhi biaya logistik secara keseluruhan. Pihak industri tentu akan menyikapi dengan penyesuaian harga produk industri. Akhirnya siapa yang menerima dampaknya? Tentu Masyarakat juga," ujarnya.

 


Mogok Nasional

Pengusaha minta penundaan kebijakan zero odol
Sejumlah truk melintasi ruas jalan tol Tangerang-Jakarta, Kota Tangerang, Banten, Rabu (2/3/2022). Apindo mengatakan penerapan kebijakan bebas truk kelebihan muatan (over dimension overload/ODOL) akan sulit dilaksanakan pada 2023 karena ekonomi terpuruk akibat covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Apalagi kalau APTRINDO (Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia) menyatakan akan melakukan mogok nasional, pasti ekonomi negara akan menjadi korban. Dan semua produk industri, pangan, dan lain lain akan kesulitan sampai ke pengguna , maka akan terjadi kelangkaan barang. Dan akhirnya akan mengakibatkan harga barang tidak bisa dikendalikan." Kata BHS.

"Saya selaku dewan penasihat Asosiasi Penyebrangan (GAPASDAP) juga akan bersikap sama bila Pemerintah memaksakan kebijakan ini kepada dunia angkutan laut dan penyebrangan. Karena seperti angkutan logistik jalan raya (truk), semua angkutan transpotasi di indonesia cenderung Highly Regulated, begitu banyak aturan dan sertifikasi. Seperti hal nya di angkutan penyebrangan ada sekitar 50 sertifikat yang harus diselesaikan oleh pengusaha, akibat ada nya regulasi."

Menurut dia, pengusaha transportasi sudah pusing menghadapi kondisi infrastruktur yang ada di Indonesia. Apalagi jalan raya banyak yang rusak dan tidak memenuhi syarat, yang bisa menjadi beban biaya daripada transportasi.

Masalah lainnya juga yaitu mendapatkan BBM Subsidi. Bahkan di Wilayah Kalimantan dan Sumatera, apalagi di Papua, harga BBM bisa naik diatas 50% dari harga yang sebenarnya. 

"Coba kepala BPJPH sekali sekali ikut naik truk logistik dari Surabaya menuju ke Medan. Bagaimana susahnya Operator Angkutan Logistik dalam menjamin keselamatan dan keamanan logistik yang diangkut. Dan itu adalah salah satu dari 6 juta truk yang harus dipantau oleh 6 juta aparat dari BPJPH.Ayo membuat kebijakan yang logis dong, yang tujuannya untuk menumbuhkan ekonomi, bukan malah menghancurkan ekonomi Indonesia." Tutup BHS.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya