Liputan6.com, Jakarta Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Prabowo jadi Presiden usai mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Minggu (20/10).
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Ajib Hamdani menyoroti 2 hal yang akan menjadi fokus kinerja presiden baru selama 5 tahun ke depan, yaitu stabilitas dan akselerasi ekonomi.
Baca Juga
"Dalam konteks stabilitas, presiden akan cenderung mengambil unsur birokrat dari partai, yang bisa memberikan dukungan secara politik untuk program-program strategis dan program populis yang menjadi janji kampanye sebelumnya," kata Ajib, dalam keterangan di Jakarta, Minggu (20/10/2024).
Advertisement
Sedangkan dalam konteks akselerasi ekonomi, ia menyoroti, presiden akan memperkuat jajaran pembantunya di kabinet dari unsur teknokrat.
"Karena dengan keahlian, pengalaman dan portofolio yang dimiliki, diharapkan mampu mendongkrak dan memberikan daya ungkit maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi ke depannya," papar pengusaha itu.
Utamakan Stabilitas
Dengan gambaran susunan kabinet yang ada, dengan tidak kurang 16 kementerian yang kembali diisi oleh jajaran lama, menurut Ajib, terlihat presiden cenderung lebih mendahulukan stabilitas.
"Dan ini memang menjadi prerogatif presiden untuk membuat format kabinetnya. Tetapi, dengan tantangan ekonomi yang begitu kompleks, harus ada evaluasi atas kinerja, agar aspek akselerasi ekonomi selanjutnya menjadi perhatian utama presiden," ia menyarankan.
Tantangan Mendasar
Ajib lebih lanjut membeberkan, ada tiga tantangan mendasar secara ekonomi yang harus diurai oleh pemerintahan Prabowo dan Gibran ke depan.
Tantangan pertama, adalah tantangan fiskal yang mengalami tekanan, yaitu Belanja APBN 2025 sebesar Rp 3.613,1 triliun yang diproyeksikan ditopang oleh penerimaan negara yang prediksinya mencapai Rp. 3.005,1 triliun. Hal ini menandai potensi defisit melebihi Rp.600 triliun dan akan menjadi penambah hutang negara.
Tantangan kedua, adalah masih tingginya angka pengangguran, di mana data pada 2024 ini menunjukkan angka pengangguran sebesar 5,2%. Terakhir, adalah kemiskinan. Ajib mengatakan, Pemerintah harus betul-betul mendorong kebijakan yang pro dengan pemerataan dan mendorong pengurangan angka kemiskinan.
"Dengan lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) ditopang oleh konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi akan sustain kalau kemiskinan bisa terus dikurangi dan daya beli masyarakat ditingkatkan," jelas dia.
Advertisement