Pejabat OJK Ini Pernah Jadi Korban Penipuan Scamming, Berapa yang Diambil?

OJK mencatat, nilai kerugian masyarakat akibat kejahatan digital telah mencapai Rp2,5 triliun. Nilai tersebut merupakan akumulasi sejak 2022 hingga triwulan I-2024.

oleh Tim Bisnis diperbarui 11 Des 2024, 13:30 WIB
Diterbitkan 11 Des 2024, 13:30 WIB
Soft Launching Indonesia Anti-Scam Center, Upaya Satgas PASTI Tingkatkan Perlindungan Konsumen
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi. Soft Launching Indonesia Anti-Scam Center. (c) OJK

Liputan6.com, Jakarta - Ternyata kejahatan scamming bisa terjadi ke semua orang termasuk pejabat. Salah satunya adalah petinggi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang pernah menjadi korban penipuan atau kecurangan yang dilakukan sejumlah oknum mendapatkan uang atau barang berharga dari korban.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi mengakui bahwa dirinya pernah menjadi korban penipuan scamming.

Pada awalnya ia bercerita bahwa banyak orang yang menjadi korban scamming untuk malu melaporkan kepada pihak yang berwajib. Ia sendiri mengaku menjadi salah satu korban penipuan scamming.

"Mungkin kalau Bapak-Ibu di ruang ini kena scam dan fraud, mungkin malu juga ya untuk melaporkan. Karena saya sendiri sudah pernah kena juga gitu," ujar wanita yang akrab disapa Kiki dalam acara Gerakan Bersama Pelindungan Konsumen (GEBER PK) 2024 di Djakarta Theater, Jakarta, Rabu (11/12/2024).

Kiki bercerita modus scamming yang dialaminya saat itu ialah berkedok kegiatan amal (charity). Namun, ia tidak mengungkapkan nilai kerugian yang dialaminya.

"Tapi kemudian ketika dari bank nih, banknya waktu itu telepon, Bapak-Ibu, laporannya seperti apa? Wah udahlah, udahlah, masa ADK (Anggota Dewan Komisioner) OJK kena scam dan fraud? Karena waktu itu saya ditawarin untuk cerita oleh teman yang ternyata itu di-hack juga," beber dia.

OJK mencatat, nilai kerugian masyarakat akibat kejahatan digital telah mencapai Rp2,5 triliun. Nilai tersebut merupakan akumulasi sejak 2022 hingga triwulan I-2024.

"Dari tahun 2022 sampai dengan triwulan 1 2024, jumlah kerugian yang diderita oleh konsumen adalah Rp2,5 triliun. Ini uang hilang ya, karena mereka mungkin secara gak sengaja, secara gak sadar memberikan password OTP-nya. Itu adalah Rp2,5 triliun dari sekitar 155 ribu aduan yang masuk," bebernya.

Ia sendiri meyakini nilai kerugian yang dialami masyarakat dari kejahatan digital tersebut jauh lebih besar. Ini karena banyak masyarakat yang memilih tidak melapor saat menjadi korban kejahatan digital.

"Saya rasa aduan ini pastinya lebih besar, karena banyak orang yang kemudian kena scam dan fraud tapi tidak mengadu begitu ya," tuturnya.

Untuk itu, Kiki meminta masyarakat lebih disiplin dalam menjaga akun rekening digital. Antara lain tidak membagikan password hingga kode OTP kepada pihak manapun.

Komdigi Gelar Literasi Digital, Ajak Masyarakat Waspada Scamming Online

ilustrasi love scamming
Love scamming adalah modus penipuan berkedok romansa. (Foto: Pexels/Pixabay)

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengadakan webinar dengan melibatkan Komunitas pemerhati Pengawas Pemilu Kabupaten Karawang, Purwakarta, Jawa Barat yang dilaksanakan secara daring bertema Cermati Praktik Scamming di Dunia Online pada Sabtu (8/11/2024).

Fokus materi webinar adalah Digital Safety, Digital Ethics, dan Digital Skills. Diharapkan mampu meningkatkan pemahaman masyarakat juga lebih bijak dalam menggunakan internet, sehingga target literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia di 2024, menuju #MakinCakapDigital dapat terealisasi.

"Saat ini terdapat kurang lebih 221 juta penduduk Indonesia makin melek akan digital," ujar nrasumber Cakap Digital dari Kemkomdigi Rizki Ayu Febriana, melalui keterangan tertulis, Sabtu (8/11/2024).

Terlebih, menurut dia, dengan hadirnya aplikasi-aplikasi atau website yang dapat digunakan untuk saling berinteraksi setiap harinya. Rizki Ayu menilai, teknologi hadir untuk memudahkan kehidupan kita.

"Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan-kemajuan teknologi yang ada menciptakan tantangan baru bagi masyarakat digital. Dalam pemanfaatan dan penggunaan media digital, perlu menerapkan 4 hal penting," papar dia.

Pertama, lanjut Rizki Ayu, terkait kesadaran dalam menggunakan media digital untuk hal-hal yang baik. Kedua, kata dia, tanggungjawab dalam menggunakan media digital.

"Ketiga, integritas atau kejujuran dalam berdigital. Dan keempat mengenai kebajikan, di mana, penggunaannya harus untuk hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain," terang Rizki Ayu.

Memanfaatkan Teknologi

Pemateri selanjutnya tentang Digital Safety, Ketua Bawaslu Kabupaten Purwakarta Yusuf Suprianto mengatakan, skimming merupakan salah satu tindak kejahatan dalam cyber crime.

"Kejahatan ini dilakukan melalui jaringan sistem komputer, baik lokal maupun global, dengan memanfaatkan teknologi, dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada magnetic stripe kartu ATM secara illegal untuk memiliki kendali atas rekening korban," ucap dia.

"Pelaku cyber crime ini memiliki latar belakang kemampuan yang tinggi di bidangnya sehingga sulit untuk melacak dan memberantasnya secara tuntas," sambung Yusuf.

Dia menyebut, modus kejahatan ini sangat beragam dan canggih. Seluruh rangkaian kejahatan ini, kata Yusuf, diuraikan sebagai kejahatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," jelas Yusuf.

Sementara, pemateri kedua yang membahas mengenai Digital Ethics Kemkomdigi yaitu Praktisi/Digital Traine Rizki Ayu Febriana. Dia menuturkan, scamming bukan hanya masalah finansial, tetapi juga ancaman terhadap data pribadi.

"Salah satu kasus yang banyak beredar adalah jenis Jebakan Love Scamming, di mana jenis penipuan ini berkedok mencari cinta atau pasangan yang dilakukan secara daring, jenis penipuan ini biasanya pelaku menggunakan profil dan data diri palsu agar korban terpikat dan percaya hingga bersedia mengirimkan sejumlah uang," ucap Rizki Ayu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya