Mau Mandi Junub tapi Minim Air, Bolehkah Menggunakan Tanah?

Ketika kita tidak menemukan air padahal kita sedang dalam keadaan junub, apa yang seharusya kita lakukan?

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Jan 2025, 07:30 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2025, 07:30 WIB
tata cara mandi junub
tata cara mandi junub ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion

Liputan6.com, Cilacap - Mandi junub ada mandi yang ketika seseorang mengalami keluar air mani, baik sengaja atau tidak. Mandi junub juga diwajibkan ketika seseorang berjimak atau bersetubuh meskipun tidak sampai keluar air mani.

Dengan demikian, seseorang yang mengalami hal-hal di atas, diwajibkan mandi besar untuk menghilangkan hadas besar.

Terdapat persoalan seputar mandi junub seperti saat musim kemarau di mana pasokan air kurang bahkan boleh jadi sama sekali tidak menemukan air. Permasalahan ini juga menjadi pertanyaan seseorang sebagaimana dimuat di laman NU Online.

“Bagaimana cara mandi (junub) jika kita tidak menemukan air yang memenuhi syarat atau keterbatasan pasokan air?,” demikian pertanyaan seseorang sebagaimana dikutip dari laman NU Online, Minggu (12/01/2025).

 

Simak Video Pilihan Ini:

Cara Mandi Wajib jika Tidak Ada Air

Hubungan Seks Hubungan Intim
Ilustrasi Hubungan Seks (iStockphoto)

Dalam Islam kita mengenal dua hadats, yaitu hadats besar (junub) yang mengharuskan kita mandi besar atau mandi junub dan hadats kecil yang mengharuskan kita berwudhu. Mandi besar atau mandi junub dan wudhu merupakan cara bersuci dari hadats dengan menggunakan air.

Tetapi ketika penggunaan air tidak mungkin dilakukan baik karena ketiadaan atau keterbatasan pasokan air, uzur karena sakit, maupun karena perjalanan dengan kondisi tertentu yang diatur dalam kitab-kitab fiqih, mereka yang ber-hadats besar maupun hadats kecil dapat “bersuci” dengan tayamum.

Dengan demikian, dalam konteks pertanyaan di atas kita dapat menyarankan orang junub yang tidak menemukan air dapat bertayamum sebagai pengganti mandi besar atau mandi junubnya sebagaimana keterangan berikut ini:

والثاني والثالث مسح الوجه ومسح اليدين مع المرفقين ويكون مسحهما بضربتين الأولى للوجه والثانية لليدين والرابع الترتيب بين الوجه واليدين، ولا فرق في ذلك بين أن يكون التيمم بدلا عن وضوء أو غسل أو غسل عضو

Artinya, “Kedua dan ketiga adalah mengusap wajah dan mengusap kedua tangan hingga siku. Usapan pada keduanya dilakukan dengan dua tepukan, tepukan pertama untuk wajah dan tepukan kedua untuk kedua tangan. Keempat tertib tepukan pada wajah dan kedua tangan. Tidak ada bedanya pada semua itu apakah tayamum sebagai pengganti wudhu, pengganti mandi wajib, atau pengganti basuhan anggota wudhu,” (KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-As‘adiyyah: 2014 M/1434 H], halaman 25).

 

Tayamum sebagai Pengganti Wudhu dan Mandi Junub

Tata cara tayamum yang benar
Tata cara tayamum yang benar (sumber: Pixabay)

Adapun tayamum secara bahasa dan istilah dijelaskan dalam banyak kitab fiqih sebagaimana keterangan dalam Kitab Kifayatul Akhyar. Di sini juga dijelaskan basis hukum tayamum sebagai alternatif untuk bersuci dari hadats kecil dan hadats besar sebagai pengganti wudhu dan mandi besar atau mandi junub.

التيمم لغة هو القصد يقال يممك فلان بالخير إذا قصدك وفي الشرع عبارة عن إيصال التراب إلى الوجه واليدين بشرائط مخصوصة...والأصل في ذلك قوله تعالى فَلَمْ تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا قال ابن عباس رضي الله عنهما المعنى وإن كنتم مرضى فتيمموا وإن كنتم على سفر ولم تجدوا ماء فتيمموا A

rtinya, “Tayamum secara bahasa berarti tujuan atau maksud misalnya sebuah kalimat diucapkan, ‘Yammamaka fulanun bil khairi’ bila si fulan bermaksud baik terhadapmu. Tayamum secara syariat adalah menyampaikan debu ke wajah dan kedua tangan dengan syarat khusus …Dasar hukum tayamum adalah firman Allah pada Surat Al-Maidah ayat 6, ‘Lalu kalian tidak menemukan air, maka hendaklah bertayamum dengan debu yang suci.’ Sahabat Ibnu Abbas ra berkata, ‘Maknanya jika kalian sakit, tayamumlah. Jika kalian bersafari, tayamumlah. Dan kalian tidak menemukan air, tayamumlah,’ ” (Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 42).

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya