Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memastikan bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) siap untuk mengoptimalisasi anggaran, menyusul adanya perintah dari Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pemangkasan anggaran di sejumlah pos belanja.
"Pada prinsipnya, kita bisa melakukan optimalisasi terhadap program-program yang ada. Jadi nggak ada masalah, kita dukung program pemerintah," ujar Budi kepada wartawan di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025).
Baca Juga
Budi mengatakan bahwa program-program prioritas di Kemendag sedang dalam tahap pengkajian, menyusul pemangkasan beberapa pos belanja.
Advertisement
Dia pun memastikan, tiga program Kemendag yaitu pengamanan pasar dalam negeri, perluasan pasar ekspor dan usaha mikro, kecil dan menengah berani inovasi dan siap ekspor (UMKM BISA Ekspor) akan berjalan.
Selain itu, juga tidak ada perubahan pada target ekspor nasional yang ditetapkan sebesar Rp 7,1 triliun.
"Target (ekspor nasional) tetap Rp 7,1 triliun, tidak ada yang berubah,” terangnya.
“Kita pokoknya optimalisasi anggaran, kita bisa ya, harus kerja keras," tegasnya.
Mendag Budi lebih lanjut membeberkan, saat ini belum ada kebijakan untuk bekerja dari rumah atau work from home (WFH) di Kemendag, juga belum ada kebijakan bekerja dari mana saja atau work from anywhere (WFA) bagi para ASN kementerian tersebut.
Budi juga membantah adanya pemotongan anggaran untuk biaya operasional kantor seperti listrik dan air.
"Kita nggak, kita nggak ada masalah, dari dulu listrik kita juga sudah efisien ya, nggak ada masalah. Lihat saja naik-turun lift juga bisa," bebernya.
16 Pos Belanja Pemerintah yang Dikenakan Efisiensi
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan menerbitkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang memerintahkan K/L untuk melakukan efisiensi anggaran terhadap 16 pos belanja. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.
Dalam kebijakan tersebut, ditetapkan 16 pos belanja yang akan dilakukan efisiensi anggaran sebagai berikut:
- Alat tulis kantor (ATK) 90 persen
- Kegiatan seremonial 56,9 persen;
- Rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen
- Kajian dan analisis 51,5 persen
- Diklat dan bimtek 29 persen
- Honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen
- Percetakan dan suvenir 75,9 persen
- Sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen
- Lisensi aplikasi 21,6 persen
- Jasa konsultan 45,7 persen
- Bantuan pemerintah 16,7 persen
- Pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen
- Perjalanan dinas 53,9 persen
- Peralatan dan mesin 28 persen
- Infrastruktur 34,3 persen
- Belanja lainnya 59,1 persen
Advertisement
Bagaimana Mekanismenya?
Untuk mekanismenya, menteri/pimpinan lembaga dapat melakukan identifikasi rencana efisiensi sesuai persentase yang telah ditetapkan. Efisiensi itu mencakup belanja operasional dan non-operasional.
Menkeu pun meminta menteri/pemimpin lembaga untuk memprioritaskan efisiensi terhadap anggaran di luar yang bersumber dari pinjaman dan hibah, rupiah murni pendamping (kecuali tidak dapat dilaksanakan sampai akhir tahun anggaran 2025), penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU) kecuali yang disetor ke kas negara TA 2025, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan menjadi underlying asset dalam rangka penerbitan SBSN.
Menteri/pemimpin lembaga diminta untuk menyampaikan rencana efisiensi kepada DPR dan melaporkan persetujuannya kepada Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Anggaran paling lambat 14 Februari 2025
Bila sampai batas waktu yang ditentukan menteri/pimpinan lembaga belum menyampaikan laporan revisi, maka Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) akan mencantumkan dalam catatan halaman IV A DIPA secara mandiri.