Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia pada Januari 2025 mengalami defisit perdagangan dengan China yang mencapai USD 1,77 miliar.
Defisit ini terutama disebabkan oleh impor mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, serta plastik dan barang dari plastik. Kondisi ini memunculkan pertanyaan apakah defisit ini berkaitan dengan dampak perang dagang yang berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan, China telah lama menjadi negara utama asal impor Indonesia. Oleh karena itu, sulit untuk langsung menyimpulkan apakah defisit ini disebabkan oleh perang dagang antara AS dan Tiongkok.
Advertisement
Ia menambahkan, untuk memahami apakah perang dagang memberikan dampak pada kenaikan impor dari China, perlu dilakukan kajian lebih lanjut yang akan disampaikan di kesempatan yang akan datang.
"Untuk melihat lebih lanjut mengenai apakah ada dampaknya perang dagang terhadap kenaikan impor China atau tidak, ini kita perlu telaah dengan kajian khusus yang nanti dapat kami sampaikan di kesempatan berikutnya,” kata Amalia dalam konferensi pers Ekspor-Impor Janauri 2025, Senin (17/2/2025).
Meski demikian, hubungan perdagangan Indonesia dengan Tiongkok tetap menjadi topik penting untuk dicermati. China sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai pasar ekspor maupun sebagai sumber impor barang-barang penting.
"Tetapi yang jelas adalah bahwa China memang sejak dulu adalah negara utama asal impor Indonesia," ujar dia.
Amalia menegaskan penting untuk melakukan kajian lebih mendalam agar dapat melihat dengan jelas apakah kondisi defisit ini hanya merupakan dampak sementara dari ketegangan dagang global, atau jika ada faktor lain yang mempengaruhi perimbangan perdagangan Indonesia dengan China.
Neraca Perdagangan Januari 2025
BPS melaporkan neraca perdagangan Indonesia surplus USD3,45 miliar pada Januari 2025. Raihan neraca perdagangan ini naik sebesar USD1,21 miliar secara bulanan.
"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 57 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (17/2/2025).
Surplus neraca perdagangan Januari 2025 lebih ditopang surplus pada komoditas non migas. Di mana komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan nabati (HS15), besi dan baja (HS72).
Amalaia menuturkan, pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit sebesar USD1,43 miliar, dimana penyumbang defisitnya minyak mentah dan hasil minyak.
Adapun pada Januari 2025, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara dan tiga terbesar di antaranya Amerika Serikat USD1,58 miliar, India USD0,772 miliar, Filipina USD0,729 miliar.
Amalia menyampaikan, dengan Amerika Serikat surplus perdagangan didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesorisnya (rajutan), dan alas kaki.
Untuk India, komoditas penyumbang surplus berasal dari komoditas bahan bakar mineral, bahan kimia anorganik, dan lemah dan minyak hewan nabati.
Sedangkan, suprlus perdagangan dengan Filipina disumbang oleh komoditas kendaraan dan bagiannya, bahan bakar minera, lemk dan minyak hewan nabati.
Advertisement
Nilai Ekspor-Impor Januari 2025
BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 sebesar USD21,45 miliar. Angka itu turun 8,56 persen dibandingkan nilai ekspor Desember 2024 yang mencapai USD23,46 miliar.
"Pada Januari 2025, nilai ekspor mencapai USD21,45 miliar atau turun 8,56 persen dibandingkan Desember 2024 atau secara month to month," kata Amalia A. Widyasanti.
Nilai ekspor tersebut didukung oleh nilai ekspor migas yang tercatat senilai USD1,06 miliar atau turun 31,35 persen, sedangkan nilai ekspor non-migas tercatat turun sebesar 6,96 persen dengan nilai USD20,40 miliar.
Nilai impor Indonesia pada Januari 2025 sebesar USD18 miliar. Angka itu turun 15,18% dibandingkan nilai impor Desember 2024 yang mencapai USD21,22miliar.
"Penurunan nilai impor secara bulanan ini didorong oleh penurunan nilai impor non-migas yang memberikan andil sebesar 11,34% dan juga penurunan nilai impor migas dengan andil penurunan sebesar 3,84%," pungkasnya.
