Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (9/4) kembali menaikkan tarif impor terhadap China menjadi 125%.
Mengutip CNBC International, Kamis (10/4/2025) Trump mengatakan dalam sebuah postingan media sosial bahwa ia menaikkan tarif pada impor dari China menjadi 125% dan akan "berlaku segera"Â
Baca Juga
China, yang merupakan mitra dagang terbesar ketiga AS sebelumnya mengatakan akan menaikkan tarifnya untuk impor dari AS menjadi 84%.
Advertisement
Selain itu, Trump juga menurunkan tarif baru untuk impor dari sebagian besar mitra dagang AS menjadi 10% selama 90 hari untuk memungkinkan negosiasi perdagangan dengan negara-negara tersebut.
75 Negara Negosiasi
Presiden ASÂ mengatakan, lebih dari 75 Negara telah menghubungi pejabatnya untuk bernegosiasi setelah ia mengumumkan tarif impor baru minggu lalu.
"Yah, saya pikir orang-orang sedikit bertindak tidak semestinya," ujar Trump ketika ditanya kemudian tentang alasan menunda kenaikan tarif impor hingga 90 hari.
"Mereka mulai gelisah, Anda tahu, mereka mulai sedikit gelisah, sedikit takut," ucap Trump di Gedung Putih.
Dalam keterangan terpisah, Menteri Keuangan AS Scott Bessett mengklaim bahwa Trump bermaksud untuk menghentikan tarif luas yang diumumkan pekan lalu.
"Ini adalah strateginya selama ini," ucap Bessent di Gedung Putih.
Diwartakan sebelumnya, Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong buka suara terkait pengenaan tarif impor AS sebesar 10% terhadap negaranya oleh Amerika Serikat.
Dia menyebut, keputusan pengenaan tarif impor 10% oleh Presiden AS Donald Trump "bukan tindakan yang dilakukan seseorang terhadap seorang teman".
PM Singapura Protes Tarif Impor AS
Dalam pernyataannya di parlemen Singapura, Lawrence Wong juga mengatakan bahwa tarif baru yang luas bukanlah "reformasi" terhadap tatanan perdagangan global, tetapi penolakan terhadap sistem yang pernah diperjuangkan AS.
Menurutnya, jika bea masuk tersebut benar-benar timbal balik dan ditujukan pada negara-negara surplus perdagangan, tarif untuk Singapura seharusnya nol.
Selain itu, PM Lawrence Wong juga menilai bahwa tarif universal menandai titik balik yang mendalam dalam perdagangan global, menjauh dari globalisasi berbasis aturan dan menuju era yang lebih sewenang-wenang, proteksionis, dan berbahaya.
"Perasaan bahwa AS telah memberikan terlalu banyak dengan mengizinkan China bergabung dengan WTO; dan bahwa China bersaing secara tidak adil, misalnya, dengan memberikan subsidi besar-besaran kepada perusahaannya sendiri, memasang hambatan nontarif, dan membatasi akses pasar bagi perusahaan-perusahaan AS. Kekhawatiran ini harus ditangani dalam kerangka WTO," kata dia.
Advertisement
Perdagangan AS-Singapura
AS telah mencatat surplus perdagangan sebesar USD 2,8 miliar dengan Singapura pada tahun 2024, atau tumbuh 84,8 persen dari tahun sebelumnya, menurut data dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat.
Perdagangan dua arah juga meningkat menjadi USD 89,2 miliar selama periode tersebut.
