Kenaikan BI Rate Jadi Penjaga Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah

BI kembali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 0,50 basis poin (bps) menjadi 6,50%, dari semula bertengger di level 6,00%.

oleh Dian Ihsan Siregar diperbarui 11 Jul 2013, 16:45 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2013, 16:45 WIB
bi-rate-130503b.jpg
Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 0,50 basis poin (bps) menjadi 6,50%, dari semula bertengger di level 6,00%.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menilai langkah BI menaikkan BI Rate sangatlah tepat. Hal ini akan menjadi pengendali angka inflasi yang sudah melambung tinggi dan tekanan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.

"Saya meyakini kalau kenaikan BI Rate untuk mengendalikan laju inflasi dan pergerakan nilai rupiah terhadap dolar AS. Walaupun kenaikan ini tidak seperti yang diduga banyak orang," ujar Destry kepada Liputan6.com, Kamis (11/7/2013).

Dia mengakui, dampak kenaikkan BI Rate pasti mengarah ke perbankan, seperti kenaikan bunga bank. Namun hal ini tidak bisa terhindarkan, karena bank akan mendapatkan likuiditas yang terbatas dan Loan Deposit Ratio (LDR) yang tinggi dan membebani.

"Kalau bunga perbankan naik, pastinya akan berimbas kepada bunga kredit perumahan rakyat (KPR)," lanjut dia.

Demikian pula, Analis Saham Viviet Safitri Putri menjelaskan, dampak kenaikan BI Rate lagi-lagi berimbas kepada perbankan.

Sektor perbankan akan menaikkan suku bunga kredit sehingga memberikan sentimen negatif ke sektor properti dan pembiayaan kendaraan bermotor.

"Kalau mengarah kepada properti dan kendaraan bermotor, bisa menyebabkan turunnya pembelian properti dan kendaraan bermotor," ungkap Viviet.

Analis Saham Trust Securities Reza Priyambada menyatakan kenaikan BI Rate bisa saja direspons negatif banyak kalangan, apalagi jika perbankan merubah besaran kreditnya. Kondisi ini dinilai akan menimbulkan laju kredit perbankan melambat. (Dis/Nur)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya