Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) memastikan pihaknya telah menerjunkan tim khusus bersama dengan PT Sucofindo (Persero) untuk mengawasi ketaatan pengembang terhadap pembangunan rumah dengan perbandingan 1:2:3.
"Tim sudah bergerak turun ke lapangan untuk menginventarisasi ketaatan pengembang terhadap rumah 123. Mudah-mudahan habis Lebaran bisa selesai dan menerima laporan," ungkap Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz di Jakarta, seperti ditulis Kamis (18/7/2013).
Bila laporan sudah masuk, sambung dia, tahap selanjutnya adalah proses peringatan. Misalnya saja, muncul laporan 10 pengembang tidak memenuhi kewajiban yang disyaratkan Undang-undang (UU) untuk membangun satu rumah mewah, 2 rumah menengah dan 3 rumah sederhana, maka akan segera diproses atau tindak lanjuti.
"Kalau tidak sesuai, kami akan beri surat peringatan I dari Menpera langsung yang isinya menyampaikan bahwa pengembang tersebut berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) seharusnya membangun rumah 123," urainya.
Lebih lanjut Djan menambahkan, pihaknya akan mempertanyakan kelengkapan pembangunan rumah 123 berdasarkan prosedur. Karena jika hanya membangun rumah mewah (1) saja, maka itu melanggar UU.
Jika masih tidak merealisasikan pembangunan, dia menegaskan, akan langsung melayangkan surat peringatan II. Penundaan surat bisa dilakukan, apabila pengembang berjanji memenuhi ketentuan dan meminta waktu penyelesaian pembangunan rumah 123.
"Nanti kami akan lihat lagi soal tanahnya, rencana kerjanya. Kalau jelas bisa ditunda surat peringatan II. Jika masih mengabaikan aturan tersebut, konsekuensinya surat peringatan III dan langsung mengajukan tuntutan hukum ke pengembang," jelasnya.
Djan memastikan, tidak merealisasikan pembangunan rumah 123 dalam satu kawasan, sanksi terberatnya adalah dipidanakan. Sehingga sanksi berupa denda pun tak lagi berlaku.
"Nanti kami serahkan kepada penuntut negara atau kejaksaan. Makanya laksanakan amanah UU kan sudah ada kemudahan kalau tidak bisa dibangun dalam satu kawasan, boleh di kawasan lain (beda kabupaten) silahkan saja. Tapi jaraknya masih berdekatan, jangan yang satu di Jabodetabek, yang lain di Papua," tegas dia.
Dia menyatakan, pengembang wajib membangun perumahan 123 lebih dulu di wilayah Jabodetabek, mengingat kebutuhan rumah sangat tinggi di daerah tersebut.
Seperti diketahui, sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman dengan Hunian Berimbang, di atur kewajiban pengembang untuk membangun rumah sederhana dengan perbandingan 1:2:3.
Hunian berimbang telah diatur dalam UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman Nomor 1 Tahun 2011 yang menyebutkan sanksi bagi pengembang yang melanggar atau tidak melaksanakan pola kawasan berimbang berupa denda hingga pidana. (Fik/Nur)
"Tim sudah bergerak turun ke lapangan untuk menginventarisasi ketaatan pengembang terhadap rumah 123. Mudah-mudahan habis Lebaran bisa selesai dan menerima laporan," ungkap Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz di Jakarta, seperti ditulis Kamis (18/7/2013).
Bila laporan sudah masuk, sambung dia, tahap selanjutnya adalah proses peringatan. Misalnya saja, muncul laporan 10 pengembang tidak memenuhi kewajiban yang disyaratkan Undang-undang (UU) untuk membangun satu rumah mewah, 2 rumah menengah dan 3 rumah sederhana, maka akan segera diproses atau tindak lanjuti.
"Kalau tidak sesuai, kami akan beri surat peringatan I dari Menpera langsung yang isinya menyampaikan bahwa pengembang tersebut berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) seharusnya membangun rumah 123," urainya.
Lebih lanjut Djan menambahkan, pihaknya akan mempertanyakan kelengkapan pembangunan rumah 123 berdasarkan prosedur. Karena jika hanya membangun rumah mewah (1) saja, maka itu melanggar UU.
Jika masih tidak merealisasikan pembangunan, dia menegaskan, akan langsung melayangkan surat peringatan II. Penundaan surat bisa dilakukan, apabila pengembang berjanji memenuhi ketentuan dan meminta waktu penyelesaian pembangunan rumah 123.
"Nanti kami akan lihat lagi soal tanahnya, rencana kerjanya. Kalau jelas bisa ditunda surat peringatan II. Jika masih mengabaikan aturan tersebut, konsekuensinya surat peringatan III dan langsung mengajukan tuntutan hukum ke pengembang," jelasnya.
Djan memastikan, tidak merealisasikan pembangunan rumah 123 dalam satu kawasan, sanksi terberatnya adalah dipidanakan. Sehingga sanksi berupa denda pun tak lagi berlaku.
"Nanti kami serahkan kepada penuntut negara atau kejaksaan. Makanya laksanakan amanah UU kan sudah ada kemudahan kalau tidak bisa dibangun dalam satu kawasan, boleh di kawasan lain (beda kabupaten) silahkan saja. Tapi jaraknya masih berdekatan, jangan yang satu di Jabodetabek, yang lain di Papua," tegas dia.
Dia menyatakan, pengembang wajib membangun perumahan 123 lebih dulu di wilayah Jabodetabek, mengingat kebutuhan rumah sangat tinggi di daerah tersebut.
Seperti diketahui, sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman dengan Hunian Berimbang, di atur kewajiban pengembang untuk membangun rumah sederhana dengan perbandingan 1:2:3.
Hunian berimbang telah diatur dalam UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman Nomor 1 Tahun 2011 yang menyebutkan sanksi bagi pengembang yang melanggar atau tidak melaksanakan pola kawasan berimbang berupa denda hingga pidana. (Fik/Nur)