Kebijakan loan to value (LTV) dan larangan pengucuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk pembelian rumah kedua dan seterusnya yang masih berstatus inden, dikhawatirkan malah membuat masyarakat mencari rumah di luar negeri.
"Sekarang kita pertanyakan, apakah waktu kebijakan LTV pertama itu berhasil?," ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso saat konferensi pers di Kantor DPP REI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2013).
Dia menyebutkan, saat ini pertumbuhan real estate di Singapura mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari yang hanya di bawah 10% menjadi 16% dan disinyalir kenaikan ini banyak disumbang dari masyarakat Indonesia.
"Itu sebagian besar yang beli orang Indonesia, padahal harganya rata-rata di atas Rp 70 miliar. Seperti waktu itu ada acara real estate Singapura di Hotel Mulia, banyak orang Indonesia yang antri. Ini karena mereka (Singapura) menganggap real estate itu sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi," lanjutnya.
Dia juga mempertanyakan alasan kenapa kebijakan ini justru dikeluarkan saat kondisi ekonomi sedang terpuruk sehingga bukan tidak mungkin membuat bisnis dalam negeri semakin menurun.
"Kebijakan ini kenapa keluar sekarang saat dolar menguat, ini membuat bisnis makin menurun. Jadi ini harus dicermati, tujuannya mungkin bagus tetapi implementasinya membingungkan," tandasnya. (Dny/Ndw)
"Sekarang kita pertanyakan, apakah waktu kebijakan LTV pertama itu berhasil?," ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso saat konferensi pers di Kantor DPP REI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2013).
Dia menyebutkan, saat ini pertumbuhan real estate di Singapura mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari yang hanya di bawah 10% menjadi 16% dan disinyalir kenaikan ini banyak disumbang dari masyarakat Indonesia.
"Itu sebagian besar yang beli orang Indonesia, padahal harganya rata-rata di atas Rp 70 miliar. Seperti waktu itu ada acara real estate Singapura di Hotel Mulia, banyak orang Indonesia yang antri. Ini karena mereka (Singapura) menganggap real estate itu sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi," lanjutnya.
Dia juga mempertanyakan alasan kenapa kebijakan ini justru dikeluarkan saat kondisi ekonomi sedang terpuruk sehingga bukan tidak mungkin membuat bisnis dalam negeri semakin menurun.
"Kebijakan ini kenapa keluar sekarang saat dolar menguat, ini membuat bisnis makin menurun. Jadi ini harus dicermati, tujuannya mungkin bagus tetapi implementasinya membingungkan," tandasnya. (Dny/Ndw)