Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan pertumbuhan investasi di sektor manafuktur tak akan menggeser keberadaan tenaga kerja manusia dengan penggunaan mesin-mesin produksi. Hal yang sama berlaku untuk industri garmen dan tekstil yang terus mencatat pertumbuhan.
"Tidaklah (diganti ke mesin), terlalu sederhana kalau kita menggeneralisasi semua itu. Dengan nilai tambah dari manufaktur dan jasa betul-betul membutuhkan tenaga kerja yang besar," ujar Kepala BKPM Mahendra Siregar saat di temui di Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Sepanjang kuartal III-2013, sektor industri garmen dan tekstil mencatat perkembangan paling kuat diantara sektor bisnis lainnya. "Artinya produk yang dihasilkan industri garmen dan tekstil sekarang bukan yang diproduksi 5 tahun lalu, tapi lebih ke fesyen seperti pakaian yang lebih bagus," kata dia.
Kondisi ini akan membuka kesempatan kerja maupun peningkatan produktivitas tenaga kerja sehingga mampu menumbuhkan pasar dalam negeri.
"Saya melihat, serikat pekerja justru bisa menerima ini sebagai bagian dari dialog dalam penetapan upah minimum. Jadi semua pihak bakal percaya diri dengan sistem tersebut," tambah dia.
Diakui Mahendra, pertumbuhan ekonomi yang melambat dipastikan berdampak terhadap penciptaan kesempatan kerja. Dengan kondisi perekonomian global saat ini, pemerintah tidak bisa terus menerus menjamin penciptaan lapangan kerja yang besar. "Tapi bisa diperbaiki dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)," tandasnya.
Data BKPM menunjukan, dari total nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sepanjang Januari-September 2013 yang mencapai Rp 94,1 triliun, industri manufaktur dan jasa berkontribusi besar dengan nilai investasi masing-masing sebesar 40% dan 43%.
"Sedangkan pertambangan menyumbang 12% atau Rp 11,3 triliun dari keseluruhan nilai PMDN. Kedua sektor manufaktur dan jasa memang bertumbuh cukup cepat hingga mengalahkan pertambangan karena bukan yang terbesar lagi," pungkas Mahendra. (Fik/Shd)
"Tidaklah (diganti ke mesin), terlalu sederhana kalau kita menggeneralisasi semua itu. Dengan nilai tambah dari manufaktur dan jasa betul-betul membutuhkan tenaga kerja yang besar," ujar Kepala BKPM Mahendra Siregar saat di temui di Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Sepanjang kuartal III-2013, sektor industri garmen dan tekstil mencatat perkembangan paling kuat diantara sektor bisnis lainnya. "Artinya produk yang dihasilkan industri garmen dan tekstil sekarang bukan yang diproduksi 5 tahun lalu, tapi lebih ke fesyen seperti pakaian yang lebih bagus," kata dia.
Kondisi ini akan membuka kesempatan kerja maupun peningkatan produktivitas tenaga kerja sehingga mampu menumbuhkan pasar dalam negeri.
"Saya melihat, serikat pekerja justru bisa menerima ini sebagai bagian dari dialog dalam penetapan upah minimum. Jadi semua pihak bakal percaya diri dengan sistem tersebut," tambah dia.
Diakui Mahendra, pertumbuhan ekonomi yang melambat dipastikan berdampak terhadap penciptaan kesempatan kerja. Dengan kondisi perekonomian global saat ini, pemerintah tidak bisa terus menerus menjamin penciptaan lapangan kerja yang besar. "Tapi bisa diperbaiki dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)," tandasnya.
Data BKPM menunjukan, dari total nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sepanjang Januari-September 2013 yang mencapai Rp 94,1 triliun, industri manufaktur dan jasa berkontribusi besar dengan nilai investasi masing-masing sebesar 40% dan 43%.
"Sedangkan pertambangan menyumbang 12% atau Rp 11,3 triliun dari keseluruhan nilai PMDN. Kedua sektor manufaktur dan jasa memang bertumbuh cukup cepat hingga mengalahkan pertambangan karena bukan yang terbesar lagi," pungkas Mahendra. (Fik/Shd)