Industri seng nasional khawatir dengan kemampuan produksi seng yang tiap tahunnya mengalami penurunan. Gabungan Pabrik Seng Indonesia (Gapsi) bahkan mencatat, sejak tahun 2010 lalu, kapasitas produksi seng nasional khususnya untuk ukuran 0,20 milimeter (mm) turun sebesar 50%.
"Industri turun 50% sejak tahun 2010 secara bertahap, tahun-tahun terakhir ini yang paling besar. Biasanya kami mampu produksi sekitar 25 juta lembar seng atau 60 juta ton per bulan, itu idealnya, tetapi sampai akhir tahun ini tidak sampai setengahnya," ujar Wakil Ketua Umum II Gapsi, Agus Salim, saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Dia menjelaskan, jika dihitung per tahun, maka seharusnya kapasitas produksi seng nasional bisa mencapai 700 ribu ton, namun kini hanya sekitar 350 ribu ton.
Agus mengatakan, ada dua hal yang menyebabkan terjadinya penurunan. Pertama, daya beli masyarakat yang melemah terkait pelemahan ekonomi yang terjadi belakangan ini. Kedua, efek dari kecurangan-kecurangan usaha seperti produk impor seng dengan harga murah namun kualitas yang buruk sehingga berakibat pada menurunnya permintaan seng produk lokal ber-SNI.
"Ini karena murah sekali, makanya kami tidak bisa mengikuti. Kami khawatir kalau dibiarkan terus, satu per satu industri lokal akan tutup," kata Agus.
Agus juga menjelaskan, saat ini sudah ada sekitar tiga perusahaan seng lokal yang memutuskan untuk tutup, dan menyusul juga ada satu pemilik perusahaan yang sudah menawarkan perusahaannya untuk dibeli ke perusahaan lain.
"Kalau industrinya tutup, karyawan akan jadi pengangguran, belum lagi nasib penyedia dan kontraktornya, jadi multiplayer efeknya sangat besar," tutur Agus. (Dny/Ahm)
"Industri turun 50% sejak tahun 2010 secara bertahap, tahun-tahun terakhir ini yang paling besar. Biasanya kami mampu produksi sekitar 25 juta lembar seng atau 60 juta ton per bulan, itu idealnya, tetapi sampai akhir tahun ini tidak sampai setengahnya," ujar Wakil Ketua Umum II Gapsi, Agus Salim, saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Dia menjelaskan, jika dihitung per tahun, maka seharusnya kapasitas produksi seng nasional bisa mencapai 700 ribu ton, namun kini hanya sekitar 350 ribu ton.
Agus mengatakan, ada dua hal yang menyebabkan terjadinya penurunan. Pertama, daya beli masyarakat yang melemah terkait pelemahan ekonomi yang terjadi belakangan ini. Kedua, efek dari kecurangan-kecurangan usaha seperti produk impor seng dengan harga murah namun kualitas yang buruk sehingga berakibat pada menurunnya permintaan seng produk lokal ber-SNI.
"Ini karena murah sekali, makanya kami tidak bisa mengikuti. Kami khawatir kalau dibiarkan terus, satu per satu industri lokal akan tutup," kata Agus.
Agus juga menjelaskan, saat ini sudah ada sekitar tiga perusahaan seng lokal yang memutuskan untuk tutup, dan menyusul juga ada satu pemilik perusahaan yang sudah menawarkan perusahaannya untuk dibeli ke perusahaan lain.
"Kalau industrinya tutup, karyawan akan jadi pengangguran, belum lagi nasib penyedia dan kontraktornya, jadi multiplayer efeknya sangat besar," tutur Agus. (Dny/Ahm)