Penolakan India untuk mengalah pada kebijakan ketahanan pangan pada konferensi WTO di Bali telah mengancam terselenggaranya kesepakatan perdagangan global. Meski begitu, Amerika Serikat (AS) dan Eropa yakin kesepakatan perdagangan global masih bisa terwujud.
Seperti mengutip laman CNBC, Kamis (5/12/2013), harapan lahirnya sebuah kesepakatan yang menjadi regulasi perdagangan dunia pada konferensi WTO di Bali sangat tinggi.
Namun Menteri Perdagangan India menyatakan dengan tegas pihaknya tidak akan bernegosiasi soal kebijakan ketahanan pangan yang melibatkan pemberian subsidi makanan terhadap rakyat kurang mampu.
Meskipun draft kesepakatan Bali mengizinkan India untuk tetap mensubsidi pangan selama empat tahun, tapi para pembuat kebijakan di India meminta pertambahan waktu.
Persoalan tersebut cukup rumit menjelang masuknya India ke tahun politik membuat kemiskinan dan ketahanan pangat menjadi isu penting di negaranya. Jika India tetap gigih menolak, kesepakatan dagang dunia tak bisa dicapai di Bali.
Meski begitu, para wakil perdagangan dari Amerika Serikat tetap berpegang teguh pada keyakinannya untuk mewujudkan perjanjian global tersebut.
"Kemarin, kami mendengar setiap delegasi menyatakan keinginannya, mereka ingin mencapai kesepakatan di sini, di Bali. Jadi kami masih punya sedikit waktu dan kami sangat beraharap dapat mewujudkannya," papar Wakil Perdagangan AS Michael Froman.
Dikonfirmasi apakah delegasi lain akan tetap menandatangani kesepakatan meski dihadapkan dengan penolakan dari India, Froman mengatakan, anggota WTO lainnya sudah cukup berkompromi.
"Kesepakatan yang kami capai di Jenewa merupakan perjanjian yang impang dengan kekhawatiran akan ketahanan pangan. Tapi perjanjian itu juga dirancang untuk menghindari kerawanan pangan yang lebih besar dan itu semua adalah kesepakatan yang kami bahas selama berada di Bali," ujar Froman.
Sementara itu, sebagai upaya terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menelepon perdana menteri India untuk ikut berdiskusi di Bali.
Komisioner Perdagangan Eropa, Karel De Gucht mengatakan, langkah tersebut dapat berdampak positif dan menjadi peluang terwujudnya kesepakatan dagang dunia.
"Saya rasa sangat penting bagi presiden Indonesia untuk memanggil perdana menteri India. Saya harap langkah itu dapat berdampak baik bagi hasil negosiasi di Bali," tutur Gucht.
Dia menambahkan, jika kesepakatan tersebut tak berhasil dibuat pekan ini, makan kredibilitas WTO sebagai badan perdagangan dunia akan terancam.
"Saya masih menaruh harapan besar atas terwujudnya kesepakatan tersebut. ini sangat krusial bagi WTO. Jika kami gagal lagi di Bali, ini akan mengancam ketahanan WTO," pungkas Gucht. (Sis/Ahm)
Seperti mengutip laman CNBC, Kamis (5/12/2013), harapan lahirnya sebuah kesepakatan yang menjadi regulasi perdagangan dunia pada konferensi WTO di Bali sangat tinggi.
Namun Menteri Perdagangan India menyatakan dengan tegas pihaknya tidak akan bernegosiasi soal kebijakan ketahanan pangan yang melibatkan pemberian subsidi makanan terhadap rakyat kurang mampu.
Meskipun draft kesepakatan Bali mengizinkan India untuk tetap mensubsidi pangan selama empat tahun, tapi para pembuat kebijakan di India meminta pertambahan waktu.
Persoalan tersebut cukup rumit menjelang masuknya India ke tahun politik membuat kemiskinan dan ketahanan pangat menjadi isu penting di negaranya. Jika India tetap gigih menolak, kesepakatan dagang dunia tak bisa dicapai di Bali.
Meski begitu, para wakil perdagangan dari Amerika Serikat tetap berpegang teguh pada keyakinannya untuk mewujudkan perjanjian global tersebut.
"Kemarin, kami mendengar setiap delegasi menyatakan keinginannya, mereka ingin mencapai kesepakatan di sini, di Bali. Jadi kami masih punya sedikit waktu dan kami sangat beraharap dapat mewujudkannya," papar Wakil Perdagangan AS Michael Froman.
Dikonfirmasi apakah delegasi lain akan tetap menandatangani kesepakatan meski dihadapkan dengan penolakan dari India, Froman mengatakan, anggota WTO lainnya sudah cukup berkompromi.
"Kesepakatan yang kami capai di Jenewa merupakan perjanjian yang impang dengan kekhawatiran akan ketahanan pangan. Tapi perjanjian itu juga dirancang untuk menghindari kerawanan pangan yang lebih besar dan itu semua adalah kesepakatan yang kami bahas selama berada di Bali," ujar Froman.
Sementara itu, sebagai upaya terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menelepon perdana menteri India untuk ikut berdiskusi di Bali.
Komisioner Perdagangan Eropa, Karel De Gucht mengatakan, langkah tersebut dapat berdampak positif dan menjadi peluang terwujudnya kesepakatan dagang dunia.
"Saya rasa sangat penting bagi presiden Indonesia untuk memanggil perdana menteri India. Saya harap langkah itu dapat berdampak baik bagi hasil negosiasi di Bali," tutur Gucht.
Dia menambahkan, jika kesepakatan tersebut tak berhasil dibuat pekan ini, makan kredibilitas WTO sebagai badan perdagangan dunia akan terancam.
"Saya masih menaruh harapan besar atas terwujudnya kesepakatan tersebut. ini sangat krusial bagi WTO. Jika kami gagal lagi di Bali, ini akan mengancam ketahanan WTO," pungkas Gucht. (Sis/Ahm)