Pelaku Industri Harap Migas untuk Kebutuhan Dalam Negeri

Kebutuhan gas untuk dalam negeri masih kurang sehingga pemerintah diminta untuk mementingkan kebutuhan gas dalam negeri ketimbang diekspor.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Des 2013, 18:18 WIB
Diterbitkan 12 Des 2013, 18:18 WIB
pgn-pipa-131101b.jpg
Pelaku industri meminta pemerintah untuk lebih mementingkan kebutuhan gas untuk dalam negeri ketimbang untuk diekspor ke luar negeri. Hal itu karena selama ini kebutuhan gas untuk industri dinilai masih sangat kurang.

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi, Achmad Safiun mengatakan, saat ini sudah saatnya pemerintah untuk tidak lagi menganggap minyak dan gas bumi sebagai komoditas primer sehingga bukannya dimanfaatkan untuk kepentingan dalam negeri tetapi malah dijual ke negara lain.

"Kalau di kita, struktur industrinya komoditi primer sehingga yang kita jual keluar itu primer, termasuk pemerintah juga menganggap BBM dan gas itu komoditi primer, kemudian dijual, padahal itu energi. Tanpa energi industri kita tidak jalan," ujarnya saat diskusi Open Access di Jakarta, Kamis (12/12/2013).

Dia menjelaskan, saat ini yang memberatkan untuk industri pengguna gas bumi saat ini adalah harga gas lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand

"Di Malaysia harga gas untuk industri itu  US$ 4 per mmscfd, sedangkan di dalam negeri kita beli US$ 10,2 per mmscfd. Itu karena begitu keluar dari bumi, pemerintah ambil US$ 5, makanya kalau dihitung bersih tidak sampai segitu," lanjutnya.

Bila harga gas yang dibutuhkan oleh industri ini tidak bisa diturunkan, Achmad mengaku khawatir industri dalam negeri tidak bisa bersaing dengan negara-negara tetangga.

"Yang dikhawatirkan  industri itu tidak bisa bersaing dengan negara luar, seperti Malaysia dan Thailand, untuk industrinya mereka disubsidi, padahal mereka tidak punya sumber gas," ujar Achmad.

Menurut Achmad, kebutuhan industri-industri pengguna gas bumi saat ini mencapai 1.200 mmscfd, sedangkan pasokan yang mampu diterima banyak sebesar 700 mmscfd sehingga masih kekurangan 500 mmscfd.

Achmad sendiri mengaku tidak terlalu berharap dengan open access gas yang diterapkan oleh pemerintah. Bagi Achmad asalkan kebutuhan gas tercukupi dan harganya bisa bersaing dengan negara lain, skema apapun tidak menjadi masalah.

"Kita tidak butuh pipa, kita butuh gasnya, hanya kalau tidak ada pipa, gasnya tidak sampai. Kalau ada pipa tapi tidak ada gasnya buat apa," tandasnya. (Dny/Ahm)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya