Akuisisi XL-Axis Dikhawatirkan Ulang Lagi Kasus Divestasi Indosat

Langkah akuisisi PT XL Axiata Tbk (EXCL) kepada PT Axis Telekom Indonesia (Axis) akan mengulang kasus mega skandal divestasi Ind

oleh Nurmayanti diperbarui 14 Des 2013, 10:03 WIB
Diterbitkan 14 Des 2013, 10:03 WIB
xl-axis-131209c.jpg
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat khawatir langkah akuisisi PT XL Axiata Tbk (EXCL) kepada PT Axis Telekom Indonesia (Axis) akan mengulang kasus mega skandal divestasi Indosat pada 2002, di mana ada badan usaha milik negara (BUMN) yang berubah menjadi Penanaman Modal Asing (PMA).

Saat itu untuk memuluskan langkah mencaplok Indosat, Singapore Technologies Telemedia (STT) menggelontorkan dana sebesar Rp5,6triliun. Jumlah tersebut belum termasuk fee yang disebut-sebut mencapai Rp 500 miliar kepada pihak-pihak tertentu, sebagai transaksi di bawah meja agar proses divestasi berjalan mulus.

Hal ini dikatakan Anggota DPR Dari Komisi I Chandra TirtaWijaya setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meningkatkan penilaian menjadi penilaian menyeluruh terhadap akuisisi XL Axiata ke Axis Telekom Indonesia.

Bahkan Chandra mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki kejanggalan dalam akuisisi tersebut.  

Dia menilai keputusan KPPU yang pada akhirnya mengeluarkan keputusan untuk menunda pengajuan merger antara XL dan Axis, sebab dinilai berpotensi memunculkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

"Lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dapat juga bertindak demi mencegah terjadinya kerugian negara karena merger dua operator itu dalam prosesnya banyak ditemukan kejanggalan dan tidak menutup kemungkinan adanya praktek gratifikasi kepada penyelenggaran negara," ujarnya di Jakarta, Sabtu (14/12/2013).

Menurut Chandra, frekuensi adalah sumber daya terbatas yang dialokasikan ke operator melalui modern licensing. Jadi diberikan hak pakai namun juga diberikan kewajiban.

Dia mencontohkan, lelang blok tambahan 3G terakhir dilakukan melalui beauty contest. Untuk mendapat tambahan spektrum tersebut, operator diwajibkan melampirkan komitmen pembangunan yang mengikat.

“Motivasi XL merger denganAxis semata untuk mendapatkan frekuensi. Tapi yang perlu ditanyakan, apakah XL sudah menyampaikan kepada pemerintah komitmen pembangunan yang dilampirkan untuk memperoleh tambahan spektrum tersebut? Jangan-jangan seperti komitmen di modern licensing, dapat izin dan frekuensinya tapi tidak menjalankan komitmennya dengan alasan tidak sanggup bangun. Jelas hal ini hanya menguntungkan XL saja,” ujarnya.

Chandra menegaskan, pemberian frekuensi 1800 MHz secara langsung adalah melanggar prosedur. Seharusnya jika mengacu kepada regulasi, frekuensi eks Axis harus ditarik dulu semuanya, baik 15 MHz di 1800 MHz (2G) dan blok 11 dan 12 di 2100 MHz (3G). 

Setelah itu baru direalokasikan kembali dengan cara seleksi dan evaluasi, sesuai Permenkominfo No.17 tahun 2005 dan PermenKominfo No.23 tahun 2010.

Jika pemerintah menginginkan pemasukan negara yang maksimal seharusnya mereka menarik kembali 1800 MHz dan melakukan tender ulang karena harga per Mhznya jauh lebih mahal daripada 2100 MHz.

Yang terjadi saat ini pemerintah justru memberikan 1800 MHz kepada XL, alias melayanglah potensial keuntungan yang lebih besar.

Dengan melihat berbagai kejanggalan yang ada, Chandra tak segan mendorong KPK juga ikut mengawasi proses merger XL dan Axis yang jelas-jelas tidak fair dan berpotensi merugikan negara.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyimpulkan bahwa akuisisi XL terhadap Axis akan dilanjutkan ke tahap penilaian menyeluruh. Karenanya, KPPU belum merestui akuisisi ini.

Penilaian menyeluruh dilakukan disebabkan dalam penilaian awal, KPPU melihat bahwa berdasarkan analisa sementara pasar bersangkutan jasa telekomunikasi seluler di beberapa wilayah dan pasar bersangkutan terkait lainnya terdapat tingkat konsentrasi yang melebihi batas.

Dalam penilaian itu, KPPU akan meminta keterangan dari beberapa pihak terkait, termasuk XL sebagai pemohon konsultasi untuk memberikan klarifikasi dan konfirmasi atas data yang diperoleh.

Hal-hal yang akan diklarifikasi dan dikonfirmasi ialah sejauh mana akuisisi itu akan menimbulkan perilaku persaingan tidak sehat atau menghasilkan efisiensi pada pasar bersangkutan atau akan meningkatkan entry barrier/hambatan masuk dan atau dilakukan untuk menyelamatkan pelaku usaha yang diakuisisi dari kebangkrutan. Penilaian akan berlangsung dalam waktu 60 hari kerja.

"Sesuai dengan perintah UU, kami akan tetap menilai akuisisi ini secara menyeluruh untuk melihat sejauh mana dampaknya bagi persaingan," kata Ketua KPPU Nawir Messi. Proses penilaian ini akan berjalan dan belum sampai pada kesimpulan atas rencana akuisisi itu dapat diteruskan atau tidak.

KPPU dapat pula memberikan pendapat komisi yang meminta para pihak dalam akuisisi melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mencegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini.

"Opsi-opsi ini akan disimpulkan setelah komisi selesai melakukan penilaian menyeluruh," jelasnya dalam keterangan tertulis.(Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya