KOLOM: Jalan Baru AC Milan

Simak ulasan Asep Ginanjar terkait kiprah AC Milan musim ini.

oleh Liputan6 diperbarui 11 Nov 2016, 08:10 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2016, 08:10 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Satu kota, satu nasib, satu jalan. Internazionale dan AC Milan sama-sama terpuruk memasuki dekade ini. Trofi terakhir kedua klub diraih pada 2010-11. Milan menjadi Scudetto, sedangkan Inter yang musim sebelumnya merebut treble winners hanya merajai Coppa Italia.

Setelah itu, kedua klub asal Kota Milan tersebut menukik. Jangankan Scudetto, finis di 3-besar yang berhadiah tiket ke Liga Champions saja begitu sulit dilakukan. Sudah lima musim lamanya I Nerazzurri absen di ajang antarklub paling bergengsi se-Eropa tersebut. Sementara itu, I Rossoneri absen dalam tiga musim terakhir.

Awal musim ini, dua langkah sama diambil kedua klub. AC Milan dan Inter sama-sama berganti pelatih dan pemilik. Keduanya merekrut pelatih yang terbilang muda. Inter memboyong Frank de Boer, 46 tahun, sedangkan Milan menggaet Vincenzo Montella, 42 tahun.

Soal kepemilikan, AC Milan dan Inter sama-sama berpaling kepada perusahaan atau konsorsium asal Tiongkok. Juni lalu, sekitar 70 persen kepemilikan I Nerazzurri resmi diambil alih perusahaan retail Suning Group. Adapun proses takeover Milan dari Silvio Berlusconi kepada konsorsium Tiongkok dikabarkan rampung pada November ini.

Akan tetapi, memasuki November, kedua klub terlihat mulai berpisah jalan. Kekalahan 0-1 dari Sampdoria membuat manajemen Inter mendepak De Boer karena Mauro Icardi cs turun empat tangga ke posisi ke-15. Delapan hari berselang, I Nerazzurri resmi memiliki allenatore anyar, Stefano Pioli, yang diikat hingga akhir musim 2017-18.

Inter Milan bakal punya pelatih baru pekan ini. (Reuters / Eddie Keogh)

Pada pekan bersamaan, Milan dan Montella justru tengah mesra-mesranya. Kemenangan 1-0 atas Pescara membuat I Rossoneri kembali ke posisi ke-3. Harapan kembali membuncah. Eks palang pintu Milan, Alessandro Costacurta, yakin Montella bisa membawa I Rossoneri kembali ke Liga Champions.

Costacurta menilai ada semangat yang sama seperti saat dulu Milan berjaya, meski tak memiliki materi sangat wah. Dalam pandangannya, eks striker AS Roma itu telah mampu membangun sebuah tim dengan ikatan kuat. Inilah modal utama yang bisa mengembalikan kejayaan Milan.

Lupakan Masa Lalu

Terlepas dari deja vu yang dirasakan Costacurta, ada hal penting yang sebenarnya menjadi kunci kebangkitan Milan. Itu adalah kemampuan move on dari masa lalu. Milan tak lagi silau dan membangga-banggakan kejayaan masa lalu.

Salah satu tanda yang paling kentara, Milan tak ragu mengambil jalan baru. Mereka yakin memulai proyek baru dengan mengedepankan para pemain muda. Pemicunya tentu saja keberhasilan portiere Gianluigi Donnarumma (17 th) mencuri perhatian dunia pada musim lalu.

Bersama Alessio Romagnoli (21 th), Donnarumma menambah pilar muda di tim inti Milan musim lalu. Mereka menemani Mattia De Sciglio (24 th) yang sejak 2012-13 sudah menjadi andalan. Di Serie-A musim lalu, ketiganya tampil dalam tak kurang dari 30 pertandingan.

Memasuki musim ini, seiring kedatangan Montella, peremajaan kian terasa. Suso (22 th) dan Manuel Locatelli (18 th) menjadi pilar di lini tengah. Lalu, bek kanan Davide Calabria (20 th) juga sudah empat kali diturunkan Montella di Serie-A.

Ignazio Abate

Manajemen Milan tersadar bahwa nama besar seorang pemain bukan panasea. Begitu pula bintang-bintang yang pernah memberikan kejayaan. Itulah yang tumbuh di benak Berlusconi. Montella ingat betul, dalam sebuah percakapan saat makan malam, Berlusconi berujar, “Pemain muda Italia adalah masa depan Milan.”

Meski demikian, Montella tak serta-merta melakukan revolusi. Para pemain senior tetap diandalkannya. Sebut saja striker Carlos Bacca, duo bek Gabriel Paletta dan Ignazio Abate, serta gelandang Riccardo Montolivo yang sudah menginjak umur 30-an. “Kami harus memiliki paduan yang tepat antara pemain muda dan pemain berpengalaman,” jelas dia.

Atas dasar itulah, eks pelatih Fiorentina dan Sampdoria tersebut membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada semua pemain untuk kembali unjuk gigi. Paletta dan Suso adalah contoh pemain yang mampu memanfaatkan kesempatan kedua dari sang pelatih anyar.

Bukan Garansi

Montella bukan hanya membuka kesempatan, melainkan membantu mereka untuk bangkit dan berkembang. Sebagai pelatih, dia melakukan analisis detail terhadap setiap pemain. Dia mengidentifikasi masalah yang dihadapi semua pemainnya. Dari situ, dia tahu betul cara tepat menangani pemain-pemainnya.

Sejak pertama kali menangani Milan, Montella menunjukkan kepercayaan sangat besar kepada De Sciglio yang saat itu diincar beberapa klub. Dia tahu betul, De Sciglio hanya perlu diyakinkan bertahan dengan cara itu. “Di dalam dirinya ada rasa memiliki yang sangat besar terhadap klub ini,” ujar eks striker AS Roma itu.

Hal lain yang dilakukan Montella adalah mengubah permainan I Rossoneri. Dia menekankan pada kesabaran, tak terburu-buru merangsek ke pertahanan lawan saat menguasai bola. “Sebelum ini, saya melihat ketergesaan. Kini, saya melihat kesabaran yang lebih besar. Rasanya ini cara yang tepat karena Montella tak memiliki skuat dengan kualitas luar biasa,” kata Costacurta.

Toh, semua sinyal positif itu bukan jaminan bagi I Rossoneri untuk segera meraih kejayaan lagi. Menurut Montella, timnya baru berada di permulaan. Para pemain muda masih rentan melakukan kesalahan. Oleh karena itu, dia tak terlalu suka jika ada orang yang membanding-bandingkan Donnarumma cs. saat ini dengan Franco Baresi dkk. pada 1980-an. Baginya, ada perbedaan besar di antara keduanya.

Gianluigi Donnarumma melakukan debut untuk AC Milan saat berusia 16 tahun 8 bulan. Ini adalah musim keduanya tampil tampil menjaga mistar AC Milan. (AFP/Olivier Morin)

Montella tahu betul, tak ada jalan lempang nan mulus di sepak bola. Milan memang memiliki start apik. Raihan 25 poin dari 12 laga awal adalah yang tertinggi dalam enam musim terakhir. Namun, tak ada kepastian itu menjadi modal untuk meraih tiket ke Liga Champions.

Pengalaman Inter musim lalu adalah buktinya. Koleksi 27 poin, sama dengan Fiorentina di puncak klasemen giornata ke-12, mereka hanya finis di posisi ke-4 dan lagi-lagi harus melupakan Liga Champions.

Hasil apik dalam 12 giornata itu juga bukan garansi bagi Montella untuk bertahan hingga kontraknya berakhir pada 2018. Sejak Januari 2014 ketika Milan melengserkan Massimiliano Allegri, tak ada allenatore yang sanggup bertahan hingga dua musim di San Siro. Rekor terlama adalah Filippo Inzaghi yang dipercaya semusim penuh pada 2014-15.

Tak heran bila Montella sempat berkata, dirinya tak mengeset target jangka panjang. Dia tahu persis, di Milan, ketidakpastian itu sangat besar. Apalagi akan terjadi perubahan di struktur kepemilikan yang ditengarai juga berimbas pada perubahan di jajaran manajemen klub.

Andai pemilik dan manajemen baru tak punya visi yang sama dengan Montella, apalagi bila mereka sama sekali tak suka pada program yang dijalankan sang allenatore, semua sinyal positif yang sudah ditunjukkan saat ini rasanya akan sia-sia. Kebangkitan Milan pun akan tetap harapan semu belaka.

*Penulis adalah pengamat sepak bola dan komentator. Tanggapi kolom ini @seppginz.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya