Eropa Bentuk Tim Ahli Pemberantas Disinformasi

Komisi Eropa membetuk kelompok ahli untuk menangkal disinformasi serta mempromosikan literasi digital.

oleh Pebrianto Eko WicaksonoLiputan6.com diperbarui 14 Okt 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2021, 15:00 WIB
Ilustrasi Hoaks Hoax
Ilustrasi Hoaks. (Freepik)

Liputan6.com, Jakarta- Komisi Eropa membetuk kelompok ahli yang bertujuan mengembangkan kerangka kerja standar guru di Eropa, untuk menangkal disinformasi serta mempromosikan literasi digital.

Kelompok ahli penangkal disinformasi tersebut terdiri dari 25 anggota yang berasal dari ranah akademis, media, pendidikan, keamanan siber, dan beberapa institusi penelitian, lembaga non-profit, serta agen internasional dan Komisi Eropa.

Kegiatan juga dijalankan bersama The Commission Directorate General for Education and Culture (DG EAC) dan The Commission Directorate General for Communications Networks, Content and Technology (DG CNECT), yang bergerak di bidang budaya, pendidikan, serta dunia digital.

Inisiatif ini merupakan bagian dari the Commission’s Digital Education Action Plan yang telah dimulai tahun ini dan bertujuan untuk mencari tahu cara menghadapi transisi ke dunia digital serta dunia setelah pandemi selesai.

“Sekarang, berpikir kritis dan menilai kualitas informasi yang kita akses secara daring merupakan hal yang sama pentingnya dengan kompetensi membaca dan menulis,” ucap komisioner untuk inovasi, penelitian, budaya, edukasi, dan pemuda, Mariya Gabriel, melansireuractiv.com, Kamis (14/10/2021).

Ia menambahkan, “Kita ingin memberdayakan generasi muda untuk berkontribusi pada dunia debat dan diskusi secara daring. Untuk berhasil, kita akan bekerja, melalui kelompok ahli, dengan guru dan pengedukasi kami sebagai kekuatan pendorong perubahan pendidikan dan pelatihan,”

Komisi menargetkan sebanyak 80 persen dari populasi Eropa harus memiliki kemampuan dasar digital Pada 2030, yang awalnya angka hanya mencapai 56 persen pada 2019.

Seorang profesor di departemen media dan komunikasi di London School of Economic, Sonia Livingstone, mengaku terkejut karena tidak adanya ahli utama disinformasi dan literasi, kelompok maupun individu, di Eropa.

Maka dari itu, penemu sekaligus direktur eksekutif dari organisasi literasi, Lie Detectors, Juliane von Reppert-Bismark, menyatakan, Eropa membutuhkan peran yang melatih dan mengedukasi masyarakat untuk menangkal disinformasi dan dampak korosifnya pada nilai demokrasi.

“Guru-guru memberitahukan kepada kita kekhawatiran mereka akan dampak polarisasi informasi setiap hari, dan ini penting untuk kita mendapatkan jawaban yang benar. Mengukur dampak literasi media harus menjadi kunci utama dalam pekerjaan yang kita lakukan bersama proses konsultasi. Kita tetap waspada tentang peran perusahaan teknologi besardalam hal misinformasi di jejaring sosial,” ucap Juliane.

Amadea Claritta - Universitas Multimedia Nusantara

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya