Liputan6.com, Jakarta - Ide fashion seolah tiada habisnya untuk terus digali dan diciptakan, terutama dalam hal pakaian. Kini fashion pakaian dengan bahan daur ulang yang dibuat dengan bahan-bahan kain sisa tengah menjadi tren.
Bahan daur ulang kini sudah bisa dijadikan item fashion yang bernilai estetik dan milenial serta memiliki nilai jual.
Hal ini pun terlihat jelas dalam sebuah acara yang bertajuk University Upcycling Design Challenge Award. Acara yang digelar pada September 2022 - Maret 2023 secara daring ini merupakan kompetisi perancangan busana dari bahan daur ulang.
Advertisement
Acara ini digelar dengan kerja sama antara PT Hollit International, Binus University, Institut Teknologi Bandung, Esmod, dan Universitas Maranatha. Selain kompetisi, acara ini juga menghadirkan seminar dan workshop online tentang dampak industri fashion pada lingkungan dan cara mengatasinya.
“Kami memulai ajang award ini sekitar tiga tahun yang lalu untuk meningkatkan awareness tentang limbah tekstil. Metode desain kita sekarang menghasilkan banyak limbah dalam proses pemotongan dan perancangan,” ujar Head of Sustainability PT Hollit International, Farina Shabun dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/4/2023).
Semua tim partisipan yang terdiri dari mahasiswa jurusan fashion design menerima sisa kain bekas serta deadstock (PVD). Mereka hanya bisa menggunakan bahan yang disediakan untuk membuat pakaian bertema “Sustainability: Change by Design.”
Pada kompetisi tersebut, program studi fashion design dari BINUS International berhasil memenangkan juara pertama dalam ajang University Upcycling Design Challenge Award. Salah satu tim mahasiswa yang mewakili Binus International, terdiri dari Stephanie Widjaja dan Yoshella Febesilalahi. Mereka menciptakan pakaian olahraga yang terbuat dari bahan kain sisa dengan warna-warna cerah.
“Kami sangat kagum dengan desain yang kreatif, indah, dan smart dari mahasiswa BINUS University. Setelah lulus, semoga mereka bisa menerapkan ilmu ini untuk mendorong proses desain yang eco-friendly dan mengurangi polusi di lingkungan kita,” lanjut Shabun.
Hanya ada 5 tim yang terpilih
Di awal kompetisi, terdapat sepuluh tim yang mewakili Binus International fashion design dalam ajang Upcycling Design Challenge Award. Setelah menjalani proses seleksi lebih lanjut, hanya ada lima tim yang terpilih untuk berkompetisi pada babak final lomba tata busana tersebut.
Salah satu tim perwakilan Binus, yaitu Stephanie Widjaja dan Yoshella Febesilalahi, berhasil mengharumkan nama kampus mereka dengan meraih juara pertama.
“Tentunya kita enggak nyangka banget, terus kita happy banget bisa berkompetisi. Apalagi, ini lomba di luar universitas, ya. Ini kesempatan yang sangat jarang buat kita dapetin dan juga buat nambah pengalaman,” ungkap Stephanie dan Yoshella.
Mereka berdua mempersembahkan brand Zip Zap yang mengunggulkan sustainability dan kenyamanan. Konsep utamanya adalah menonjolkan fleksibilitas dalam bergerak dengan memadukan material deadstock dan gaya sporty.
Warna-warna cerah juga digunakan untuk menghadirkan kesan positif, bersemangat, dan sangat merangkul kalangan muda-mudi yang aktif.
Melalui Zip Zap, Stephanie dan Yoshella menunjukkan berbagai set pakaian olahraga dengan rincian jaket hoodie yang ringan serta tahan cuaca, celana multifungsi dengan banyak tempat penyimpanan, serta baju berlengan panjang yang melindungi kulit pemakainya dari paparan sinar matahari.
“Karena kita dapat bahan dan harus menyesuaikan dengan tren yang ada, kita terinspirasi dari camping wear. Kita mengkombinasikan sports dengan camping yang memiliki banyak fungsi. Makanya kita membuat pakaian yang bisa dipakai sehari-hari dari warna tenda. Jadi, lebih condong ke activewear,” tambah Stephanie dan Yoshella.
Advertisement
Program double degree Binus International
Kemenangan tim Stephanie dan Yoshella pada kompetisi Upcycling Design Challenge Award mampu mengukuhkan kualitas global experience dan pendidikan yang ditawarkan oleh program double degree Binus International.
Salah satu keunggulan utama dari Binus International fashion design adalah kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana dari Indonesia sekaligus partner university di luar negeri.
“Kemenangan Binus International di proyek ini sangatlah berpengaruh dan menjadi tolak ukur yang sukses untuk kami mewujudkan visi misi program fashion design,” kata MA selaku Head of Fashion Program, Ratna Dewi Paramita.
Kemudian, beliau juga menerangkan keterkaitan partisipasi lomba ini dengan isu terkini bidang fashion, “Karena sustainable fashion dan empowering society itu merupakan issue yang sangat penting. Dan tujuan kita untuk membekali para mahasiswa setelah lulus, mereka bisa menjadi desainer yang responsible, lebih aware akan situasi dan keadaan dunia fashion di masa yang akan datang.”
Tidak hanya paparan langsung terhadap tren busana global yang dinamis, mahasiswa Binus International juga akan memperoleh peluang untuk menerapkan pengetahuan teori mereka secara nyata.
Salah satu perwujudan dari program tersebut adalah bagaimana Binus International mampu mendukung tim mahasiswa yang mengikuti ajang Upcycling Design Challenge Award.
“Dari semester lalu, kita sudah include proyek ini ke dalam mata kuliah sustainable fashion. Kita lihat progress mahasiswa week by week, dan setelah final juga masih ada revisi. Kemudian, tim marcomm dan para staf juga banyak membantu untuk photoshoot. Karena kita mendapatkan juara satu tahun ini, yang pasti semua (pihak terkait) luar biasa senang. Apalagi, kita melawan tiga universitas lainnya,” tambah Ratna.