Liputan6.com, Jakarta Adopsi Bitcoin Republik Afrika Tengah, cukup mengejutkan dan membingungkan dunia kripto. Hal itu karena masih banyak beberapa negara dengan ekonomi terbesar dunia masih waspada dengan risiko dari aset digital tersebut.
Peresmian Republik Afrika Tengah menggunakan Bitcoin sebagai alat pembayaran juga cukup membingungkan dunia cryptocurrency dan mendorong kehati-hatian dari IMF yang selama ini telah memberikan pengumuman soal risiko dari adopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran.
Baca Juga
Bitcoin, merupakan salah satu mata uang digital yang ada di teknologi buku besar yang disebut blockchain. Dengan begitu, transaksi Bitcoin untuk membeli dan menjual barang atau jasa bergantung pada internet yang andal, cepat, dan akses luas ke komputer atau ponsel cerdas.
Advertisement
Di sisi lain, menurut situs web DataReportal memperkirakan Republik Afrika Tengah hanya memiliki tingkat penetrasi internet 11 persen, sama dengan sekitar 550.000 orang online tahun lalu.
Sementara itu hanya sekitar 14 persen orang yang memiliki akses listrik dan kurang dari setengahnya memiliki koneksi telepon seluler, kata Economist Intelligence Unit.
Empat analis dan pakar kripto mengatakan tantangan besar terbentang di depan dalam mengadopsi Bitcoin di salah satu negara termiskin di dunia dengan penggunaan internet yang rendah, konflik yang meluas, listrik yang tidak stabil, dan populasi yang sebagian besar tidak terbiasa dengan kripto.
Republik Afrika Tengah memberikan beberapa rincian dalam pernyataannya tentang bagaimana rencananya untuk mengatasi tantangan ini.
Pernyataan pemerintah mengatakan langkah itu menjadikan Republik Afrika Tengah salah satu "negara paling visioner" di dunia, tetapi sebagian besar penduduk di sana yang telah akrab dengan uang seluler untuk membeli barang dan membayar tagihan masih bingung soal kripto.
"Bitcoin. Apa itu? Apa yang bisa dibawa Bitcoin ke negara kita?" ujar Auguste Agou, yang menjalankan perusahaan kayu lokal di Bangui (ibu kota Republik Afrika Tengah), dikutip dari Channel News Asia, Rabu (4/5/2022).
Negara Afrika berpenduduk 4,8 juta orang ini adalah negara kedua di dunia yang beralih ke Bitcoin, setelah El Salvador.
Analis di Economist Intelligence Unit, Nathan Hayes mengatakan ada hambatan besar untuk adopsi kripto sebagai alat pembayaran.
“Mengingat hambatan besar untuk adopsi dan risiko yang terkait dengan penggunaan, dan keuntungan yang tampaknya terbatas, kami tidak mengharapkan adopsi cryptocurrency secara luas di negara ini,” ujar Hayes.
Adapun, perusahaan penelitian blockchain, Chainalysis, yang bertugas melacak penggunaan kripto juga mengungkapkan tidak memiliki data tentang Republik Afrika Tengah.