Liputan6.com, Jakarta - Setelah sempat menjadi aset unggulan pada 2024, Bitcoin (BTC) kini menghadapi tekanan akibat meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih.Â
Ketegangan global yang meningkat, terutama terkait kebijakan perdagangan AS, mendorong investor untuk beralih ke aset safe haven seperti emas.
Baca Juga
Sepanjang 2025, Bitcoin telah mencatat kenaikan lebih dari 3%, namun masih tertinggal dibanding emas yang melonjak 9%, menurut data Bloomberg. Harga emas bahkan mencapai rekor tertinggi USD 2.882 per ons setelah pernyataan Trump pada 4 Februari tentang kemungkinan AS mengambil alih Gaza, pernyataan yang kemudian coba diredam oleh para penasihatnya.Â
Advertisement
Sementara itu, Bitcoin saat ini diperdagangkan sekitar 10% di bawah puncaknya. Meskipun Bitcoin sering disebut sebagai penyimpan nilai karena pasokannya yang terbatas pada 21 juta koin, aset digital ini belum menunjukkan performa yang sebanding dengan emas dalam menghadapi gejolak ekonomi.Â
Daya Tarik Emas Semakin Kuat
Daya tarik emas sebagai aset perlindungan semakin kuat akibat eskalasi perang dagang antara AS dan Tiongkok serta ancaman tarif baru. Sebaliknya, Bitcoin cenderung bergerak seirama dengan saham teknologi, membuatnya lebih rentan terhadap risiko pasar.
Menurut Aoifinn Devitt, penasihat investasi senior di Moneta Group LLC, meskipun Bitcoin dapat berfungsi sebagai lindung nilai terhadap mata uang fiat, daya tariknya masih terbatas di tengah dominasi dolar AS.
Dalam wawancara dengan Bloomberg TV, ia menekankan Bitcoin saat ini masih berperilaku sebagai aset berisiko yang paling volatil, meskipun di masa depan diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang terpisah dari pasar lainnya.
"Pada waktunya, Bitcoin akan memiliki karakteristiknya sendiri yang bertindak terpisah dan terpisah dari pasar, tetapi pada titik ini, Bitcoin berperilaku sebagai aset berisiko yang paling berisiko," kata Devitt, dikutip dari Yahoo Finance, Senin (10/2/2025).
Â
Â
Pendukung Bitcoin Masih Optimistis
Meski begitu, pendukung Bitcoin optimistis seiring waktu, mata uang kripto ini akan semakin diterima sebagai penyimpan nilai.Â
Kehadiran dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) yang berinvestasi langsung dalam Bitcoin diprediksi dapat mengurangi volatilitas dan mengalihkan investor spekulatif ke aset kripto dengan risiko lebih tinggi, menurut Paul Howard, Direktur Senior di pembuat pasar Wincent.
Dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) bitcoin spot yang terdaftar di Amerika Serikat mencatat lonjakan arus masuk sebesar 175 persen dalam hampir tiga minggu pertama perdagangan pada 2025.Â
Antara 13 Januari hingga 5 Februari, total arus masuk bersih mencapai USD 4,4 miliar atau setara Rp 71,6 triliun (asumsi kurs Rp 16.290 per dolar AS), jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2024, yang hanya mencatat USD 1,6 miliar.
ETF bitcoin spot telah menjadi salah satu peluncuran ETF paling sukses dalam sejarah, dengan total arus masuk bersih melebihi USD 40,6 miliar. Dalam perkembangan terkait, BlackRock iShares Trust (IBIT) mencatatkan arus masuk bersih sebesar USD 40,7 miliar.Â
Sementara itu, jika mempertimbangkan seluruh 11 ETF BTC spot yang ada, total arus masuk bersih mencapai USD 40,6 miliar. Namun, Grayscale GBTC mengalami arus keluar sebesar USD 21,9 miliar, yang mengurangi angka total tersebut.
Disclaimer:Â Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Bitcoin Kini jadi Aset Perusahaan Raksasa di Amerika Latin
Sebelumnya, seiring dengan meningkatnya minat di Amerika Serikat terhadap penggunaan mata uang kripto dalam cadangan perusahaan, beberapa perusahaan besar di Amerika Latin sudah lebih dulu terjun ke dunia Bitcoin.Â
Dilansir dari Yahoo Finance, Jumat (7/2/2025), mereka tidak hanya meraup keuntungan dari investasi ini, tetapi juga mulai menawarkan layanan berbasis kripto kepada pengguna mereka.
Mengikuti jejak perusahaan seperti MicroStrategy dan negara seperti El Salvador, banyak perusahaan di Amerika Latin melihat Bitcoin sebagai cara untuk melindungi aset mereka dari inflasi yang terus menggerogoti ekonomi di kawasan tersebut.
Di Argentina, tiga perusahaan besar, termasuk Mercado Libre (perusahaan publik terbesar di Amerika Latin), memiliki total gabungan 1.300 Bitcoin, menurut data dari BitcoinTreasuries.NET.Â
Popularitas Bitcoin di Argentina semakin meningkat sejak presiden pro-kripto Javier Milei mulai menjabat lebih dari setahun lalu. Namun, ketertarikan perusahaan-perusahaan ini terhadap kripto sebenarnya sudah ada sejak lama.
Pemain Besar Bitcoin di Amerika Latin
Salah satu pemegang Bitcoin terbesar di kawasan ini adalah Bitfarms, sebuah perusahaan tambang kripto yang berbasis di Kanada, tetapi didirikan oleh pengusaha asal Argentina. Saat ini, Bitfarms memegang 870 BTC dan menghasilkan rata-rata 250 Bitcoin per bulan dari operasinya di Argentina, Paraguay, Kanada, dan AS.
Kemudian, Mercado Libre atau yang sering dijuluki sebagai "Amazon Amerika Latin", adalah perusahaan e-commerce terbesar di wilayah tersebut. Dengan kapitalisasi pasar mencapai USD 100 miliar, perusahaan ini mulai berinvestasi dalam Bitcoin sejak 2021, dengan jumlah awal di bawah USD 10 juta.
Â
Bitcoin dan Ethereum
Saat ini, mereka memiliki lebih dari 412 Bitcoin (BTC) dan 3.040 Ethereum (ETH), yang jika dihitung dengan harga pasar saat ini bernilai hampir USD 50 juta. Pendiri Mercado Libre, Marcos GalperÃn, pernah menyatakan Bitcoin adalah penyimpan nilai yang lebih baik daripada emas.
Selain Mercado Libre, ada juga perusahaan teknologi Argentina Globant, yang meskipun kepemilikannya lebih kecil, tetap menunjukkan minat dalam investasi kripto.
Menurut ekonom dan analis kripto Natalia Motyl, ketertarikan perusahaan Argentina terhadap Bitcoin bukan hanya tren sesaat, tetapi telah berkembang sejak 2021.
"Perusahaan-perusahaan ini memanfaatkan kripto sebagai penyimpan nilai dan alat investasi di tengah inflasi yang terus meningkat," ujarnya.
Advertisement