Singgung Winter Paralympics, Penyandang Disabilitas Buka Suara Soal Stigma Masa Lalu di China

Dari seorang penyair hingga aktivis pemberani menyerukan bagaimana cara pandang orang China berubah sampai Winter Paralympics atau paralimpiade musim dingin berlangsung di sana.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 06 Mar 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2022, 15:00 WIB
Deteksi Tiga Kasus COVID-19, China Lockdown Sebagian Distrik Haidian
Warga yang mengenakan masker untuk melindungi diri dari virus corona berpose di depan dekorasi Olimpiade Musim Dingin Beijing di Lapangan Tiananmen di Beijing, China (18/1/2022). China telah mengunci sebagian distrik Haidian Beijing menyusul deteksi tiga kasus. (AP Photo/Ng Han Guan)

Liputan6.com, Jakarta Dari seorang penyair hingga aktivis disabilitas menyerukan bagaimana cara pandang orang China berubah sampai Winter Paralympics atau paralimpiade musim dingin berlangsung di sana.

Seorang penyair disabilitas pada 2014 menceritakan bagaimana ia membuat sebuah puisi yang vulgar muncul secara online. Dilansir dari BBC, salah satunya berjudul 'Crossing Half of China to Sleep With You' yang ditulis oleh Yu Xiuhua, seorang buruh tani dengan cerebral palsy. Isinya menyiratkan betapa bangsanya tidak seprcaya kalau wanita penyandang disabilitas juga berhak menginginkan seks.

"Orang-orang mulai memperhatikannya," kata Hangping Xu, pakar budaya disabilitas kontemporer di Stanford University di California, AS.

"Ia memiliki keinginan, ia menyenangkan, ia menggunakan bahasa vulgar. Ia tidak cocok dengan narasi yang disponsori negara tentang penyandang disabilitas yang selalu menjadi orang yang sangat baik, patuh, dan menginspirasi."

Yu merasa sudah waktunya untuk mengingatkan semua orang bahwa penyandang disabilitas adalah manusia yang kompleks, bukan satu dimensi.

Adapun seorang wanita 26 tahun bernama Jia yang menderita atrofi otot tulang belakang (SMA), kondisi pengecilan otot, dan menggunakan kursi roda, merasa memahami maksud syair Yu.

"Orang-orang cenderung berpikir bahwa kita akan menjadi positif setiap hari dan memiliki senyum di wajah kita, tetapi sebenarnya penyandang disabilitas juga memiliki saat-saat ketika mereka sedih dan marah."

Pada saat itu tidak umum melihat orang cacat di jalan tetapi Jia percaya orang lebih akrab dengan kehadiran mereka sekarang. "Di Beijing, setiap kali saya naik kereta bawah tanah, saya melihat orang menggunakan kursi roda".

Bagi China, tahun 2008 adalah tahun besar bagi disabilitas. Tepatnya itu merupakan hari saat China menjadi tuan rumah untuk Paralimpiade Musim Panas dan meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas yang mengikat negara itu pada "kebebasan mendasar" seperti hak atas pendidikan, pekerjaan dan transportasi yang dapat diakses.

Stephen Hallett, 30 tahun yang memiliki gangguan penglihatan mengatakan perubahan pada tahun 2008 menandakan lintasan menuju masyarakat yang lebih progresif dan lebih manusiawi. Itu merupakan awal dari perubahan yang dulunya penyandang disabilitas selalu disembunyikan di rumah atau di pedesaan. Lebih banyak ketentuan akses membuatnya lebih mudah untuk keluar, yang meningkatkan visibilitas mereka sebagai warga negara biasa, jelasnya.

 

'Suasana ketakutan'

Kemudian kemajuan tiba-tiba berhenti. Setelah Presiden Xi Jinping berkuasa pada 2013, masyarakat sipil, yang memungkinkan orang untuk menyerukan perubahan, "sebagian besar ditutup", kata Stephen. Itu ditukar dengan apa yang ia sebut 'suasana ketakutan', di mana orang tidak dapat berbicara dan mengkritik pemerintah.

Salah satu organisasi yang paling terkenal namun dipaksa tutup adalah Yirenping, yang membela hak-hak kelompok yang kurang beruntung melalui jalur hukum. Pada tahun 2013, kantornya digerebek, aktivisnya dipenjara dan semua operasi dihentikan.

"Masalahnya adalah Anda tidak membawa perubahan nyata kecuali Anda memiliki suara dan tingkat aktivisme dari akar rumput," kata Stephen. "China dalam keadaan stagnasi."

 

Tanpa aktivisme itu, kemajuan menjadi melambat dan hanya sedikit.

Jia bersekolah di sekolah umum tetapi tidak memenuhi kebutuhannya. Tidak ada toilet yang dapat diakses di kampus yang berarti ia harus menggunakan toilet sementara di depan siswa lain.

Teman-teman Jia mengeluh tentang situasi "memalukan" dan sekolah, tidak pernah memikirkannya sebelumnya, membangun yang dapat diakses.

Hal yang sama terjadi di Renmin University di Beijing tempat ia belajar sejarah dunia. Kamar tempatnya tinggal sudah memiliki tanjakan berkat penghuni difabel sebelumnya dan guru Jia setuju untuk memindahkan kelas dari gedung yang tidak dapat diakses sehingga ia bisa hadir.

Meskipun menunjukkan kemauan pada tingkat individu, tidak ada kerangka hukum yang mengharuskannya. Hangping percaya itu karena disabilitas masih dipandang sebagai amal.

"Tidak ada gagasan tentang berkembang dan bagaimana institusi harus menyediakan fasilitas yang dapat diakses ini dan negara harus berinvestasi dalam hal ini," katanya.

Pada tahun 2006 China National Sample Survey on Disability menemukan populasi penyandang disabilitas mencapai 83 juta, atau 6,34% dari total 1,3 miliar. Sementara angkanya sedikit meningkat menjadi 1,4 miliar dan 85 juta masing-masing, mereka cenderung berada di sisi yang rendah karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan populasi penyandang disabilitas dunia adalah 15%.

Survei tersebut mengungkapkan statistik lain: setengahnya berusia 60 tahun atau lebih, kelompok yang membesar dan mengembangkan lebih banyak kebutuhan. Hal inilah yang mendorong Jia untuk menjadi profesor kebijakan publik.

"Saya diperlakukan dengan baik, tetapi saya ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang lingkungan bagi penyandang cacat karena ada banyak masalah besar, seperti mencari pekerjaan," katanya.

Secara global, lapangan kerja penyandang disabilitas cenderung rendah dan meskipun China berlatar belakang komunis, tidak terkecuali. Seperti beberapa negara, termasuk Jepang, menggunakan sistem kuota. Perusahaan harus mempekerjakan 1,5% penyandang disabilitas yang terdaftar atau membayar denda. Banyak yang memilih untuk membayar denda. Hasil dari denda tersebut kemudian digunakan untuk mendukung penyandang disabilitas ke tempat kerja

Tetapi beberapa bisnis menyalahgunakan sistem. Mereka mempekerjakan penyandang disabilitas tanpa mengharapkan mereka benar-benar bekerja sehingga mereka tidak harus memenuhi kebutuhan akses mereka. Ini berarti pendapatan untuk statistik individu dan pemerintah terlihat bagus, tetapi tidak membawa perubahan atau pencapaian yang berarti.

Jia mengatakan sistem kuota sering mendiskriminasi mereka yang membutuhkan penjaga atau penyesuaian yang wajar, tetapi, katanya, internet telah menjadi platform yang penuh dengan peluang yang dikonsolidasikan oleh pandemi setelah banyak yang tidak dapat hadir di kantor.

Ia memberi contoh temannya yang difabel mendirikan bisnis bimbingan belajar bahasa Inggris dari rumah, sementara teman lainnya mengambil pekerjaan menulis online.

Tetapi mencari pekerjaan bergantung pada pendidikan dan kualifikasi yang merupakan tantangan lain. Aturan bahwa anak-anak berhak mengenyam pendidikan dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas berdasarkan Dewan Negara China, tidak selalu terjadi. Sebab mereka dengan disabilitas disik lebih mungkin untuk mengakses pendidikan umum sementara mereka dengan disabilitas belajar atau sensorik seringnya bersekolah di sekolah spesialis dengan kurikulum mereka sendiri.

"Pemisahan semacam ini bisa menjadi masalah," kata Stephen. Ini membatasi prospek masa depan dan melanggengkan ekspektasi rendah.

Siswa di sekolah tunanetra sering disalurkan ke "pilihan karir default" pijat, bagian besar dari budaya Cina dan pekerjaan yang dapat diakses jika Anda tidak dapat melihat.

Meskipun ada masalah, ia mengatakan bahwa pendidikan telah meningkat dan lebih banyak penyandang disabilitas yang melanjutkan ke universitas tetapi bagi mereka yang tidak dapat pergi, atau yang tidak dapat menemukan pekerjaan, keluarga adalah kunci untuk perawatan mereka.

Menurutnya, meskipun hanya orang dengan disabilitas paling serius yang menerima dukungan keuangan dari pemerintah. Namun fokusnya adalah pada pengurangan kemiskinan dengan memberikan subsidi kesejahteraan minimum yang dikenal sebagai "Dibao". Secara default, ini sering memberikan dukungan keuangan kepada penyandang disabilitas yang terlalu sering hidup dalam kemiskinan.

Jia merasa beruntung karena ia memiliki penghasilan bulanan dari pemerintah dan keluarganya mampu menyewa asisten untuk merawatnya sehingga mereka tidak perlu berhenti dari pekerjaan dan mendapat penghasilan. Itu yang ingin Jia tingkatkan, "Jika keluarga itu punya cukup uang untuk menyewa seorang pembantu, mungkin sang ayah bisa kembali ke bisnisnya dan berkontribusi lebih banyak kepada masyarakat alih meninggalkan pekerjaannya untuk merawat anaknya yang difabel."

Awal tahun ini pemerintah mulai mendanai obat untuk pasien SMA yang sebelumnya terlalu mahal untuk dipikirkan Jia. Dalam sebulan setelah meminumnya, ia bisa sekali lagi berdiri tanpa bantuan.

Ia mengatakan sementara pengeluaran itu merupakan beban keuangan bagi pemerintah, ia tersentuh dan bersemangat untuk masa depan dengan kemajuan kesetaraan. Meskipun pemerintah sendiri mengakui itu masih jauh untuk dicapai.

Infografis Negara Pertama Suntik Vaksin Covid-19, Inggris atau China? (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Negara Pertama Suntik Vaksin Covid-19, Inggris atau China? (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya