Liputan6.com, Jakarta Anak disabilitas sering disebut anak spesial lantaran bagi orangtuanya, mereka memang istimewa.
Seperti diungkapkan ibu dari Malang, Jawa Timur, Nurwahidah yang memiliki anak dengan Down syndrome, Wahyu Nizam Arden Abhista.
Baca Juga
Menurutnya, memiliki buah hati disabilitas memberinya banyak pelajaran dalam kehidupan. Ibu usia 42 ini bahkan menyebut buah hati spesialnya sebagai guru sesungguhnya di sekolah kehidupan.
Advertisement
“Si anak luar biasa istimewa ini adalah guru sesungguhnya di sekolah kehidupan,” kata Nurwahidah kepada Disabilitas Liputan6.com, Sabtu (13/8/2022).
Berbagai perjuangan yang telah dilalui untuk mendukung tumbuh kembang Nizam turut memberi bumbu kehidupan antara suka dan duka. Perjalanan itu kemudian memberikan pelajaran tentang kesabaran dan keikhlasan bagi Nurwahidah.
“Menikmati dengan ikhlas segala prosesnya, hingga detik ini itu pelajaran berharga. Pelajaran yang tidak akan mungkin didapatkan di sekolah-sekolah formal.”
Ia pun berkisah tentang pengalamannya mengandung Nizam. Menurut ibu yang gemar menulis ini, selama kehamilan tak ada satu pun kendala berarti yang dihadapi.
“Sama sekali tidak ada masalah. Malah kata dokter kandungan, bayinya sangat sehat,” katanya.
Sedangkan, awal mula putranya didiagnosa memiliki kondisi khusus adalah saat menginjak usia 11 bulan.
“Awal mula Nizam didiagnosa saat usia 11 bulan. Mungkin sedikit terlambat kami baru mengetahuinya karena ketidaktahuan kami tentang anak Down syndrome. Saat kami menyadari bahwa tumbuh kembang Nizam berbeda dengan kakaknya, kami memutuskan untuk membawa Nizam ke dokter anak.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Diagnosa Menyerang Mental
Saat menemui dokter, Nurwahidah dihadapkan dengan diagnosa yang sama sekali di luar dugaannya.
“Dokter mendiagnosa Nizam keterbelakangan mental, idiot. Makjleb, hati orangtua mana yang tidak ringsek mendengarnya. Diagnosa dokter benar-benar menyerang mental saya dan suami. Saat itu diagnosa dokter bukan Down Syndrome tapi syndrome madrox.”
Ia dan suami pun tak tinggal diam dan langsung mencari berbagai informasi terkait sindrom madrox di internet. Sayangnya, mereka tak menemukan hasil.
Akhirnya, mereka mencari artikel yang mendekati ciri-ciri fisik Nizam. Dari artikel tersebut, mereka tahu bahwa anak keduanya menyandang Down syndrome.
“Alhamdulillillah dari hasil pemeriksaan lanjutan Nizam tidak mengalami kelainan organ, seperti jantung dan lain-lain. Alhamdulillah dukungan keluarga terutama kedua orangtua kami sangat luar biasa. Hingga pelan-pelan kami bisa menerima kondisi Nizam.”
Ia pun bersyukur karena dipertemukan dengan para orangtua spesial yang sama-sama memiliki anak istimewa. Seperti di komunitas Worlds Malang dan DStars Indonesia.
“Kami bisa saling berbagi ilmu dan transfer kekuatan serta saling meyakinkan bahwa kita bisa dan selalu bisa membersamai anak-anak istimewa kami.”
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Perawatan Nizam
Setelah mengetahui bahwa Nizam menyandang Down syndrome, berbagai upaya pun dilakukan agar tumbuh kembangnya baik.
“Mulai dari fisioterapi hingga pengobatan alternatif dicoba sebagai ikhtiar untuk tumbuh kembang Nizam.”
Berbagai terapi pun dilakukan seperti terapi perilaku, terapi wicara dan okupasi. Berbagai terapi dilakukan seminggu 2 kali.
Berbagai perawatan itu membuahkan hasil yang baik. Kini di usia 14, Nizam sudah bisa membantu pekerjaan rumah seperti menyapu, cuci piring, merapikan kamar tidur. Ia juga bisa berpakaian sendiri sehabis mandi, bahkan membantu mengurus adiknya yang masih balita.
Dari segi pendidikan, saat ini anak kelahiran Malang, 3 Januari 2008 ini sudah diterima sebagai siswa kelas 7 di SMPIT Insan Permata Malang.
Menurut Nurwahidah, pendidikan sangatlah penting. Pasalnya, pendidikan memberi manfaat besar untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
“Melalui pendidikan akan diketahui minat bakatnya yang tentunya akan sangat berguna untuk kelangsungan hidupnya kelak. Anak-anak akan mudah bersosialisasi, disiplin dan mandiri.”
Pendidikan Nizam
Nurwahidah juga menambahkan bahwa pendidikan bisa melatih emosi serta sosialisasi. Kemampuan ini diperlukan oleh anak-anak istimewa agar lebih mudah untuk diterima oleh masyarakat.
“Tidak ada manusia yang tidak memiliki kekurangan. Di mata Tuhan kita semua sama. Jadi harusnya anak-anak berkebutuhan khusus pun layak mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak-anak non disabilitas pada umumnya.”
Meski demikian, ia mengaku sempat mengalami kesulitan dalam mencari sekolah yang cocok untuk putranya.
“Pastinya (menghadapi kesulitan). Tapi Alhamdulillah tidak akan ada masalah tanpa penyelesaian. Dalam prosesnya kami selalu dipertemukan dengan orang-orang baik. Alhamdulillah Nizam si anak Down syndrome yang divonis keterbelakangan mental akhirnya bisa ada di titik ini. Mendapatkan sekolah yang bisa menerima kondisi Nizam dengan tangan terbuka.”
Di sekolah, remaja yang gemar menggambar ini bisa bersosialisasi dan diterima dengan baik oleh teman-temannya.
Sang ibu berharap, putranya bisa menginspirasi banyak orang dengan kelebihannya.
“Nizam adalah titipan nasib baik yang dikirim Allah untuk kami. Berharap kelak Nizam bisa menginspirasi banyak orang dengan kelebihannya. Itu sebabnya kami tidak pernah menyebutnya anak berkebutuhan khusus tapi anak berkelebihan khusus,” pungkasnya.
Advertisement