Miliki Sindrom Asperger Tak Surutkan Nurul Capai S2 Beasiswa NTU Singapura

Penyandang asperger sindrom ini merupakan istilah untuk orang yang memiliki kecerdasan seperti orang pada umumnya, tapi memiliki tantangan dalam keterampilan sosial.

oleh Ruli Ananda Putri diperbarui 24 Agu 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2023, 13:00 WIB
Nurul Qomariyah
Meski memiliki asperger's syndrom, tidak menghalangi Nurul untuk bangkit dan mengejar impiannya. (Ruli Ananda Putri/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Nurul Qomariyah, wanita penyandang sindrom asperger berusia 27 tahun mampu mendapatkan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) S2 pada tahun 2019 di Nanyang Technological University, Singapura.

Sindrom asperger ini biasanya dimiliki oleh seseorang dengan spektrum autisme. Penyandangnya cenderung dianggap memiliki kecerdasan di atas rata-rata namun memiliki tantangan dalam keterampilan sosial.

Begitu pun Nurul, ia mengatakan sulit berkomunikasi yang efektif kepada orang lain. Contohnya seperti tidak menatap mata lawan bicara dan tidak bisa membaca ekspresi wajah seseorang.

Nurul mengaku memiliki sindrom asperger sejak kecil. Maka itu ia sering dianggap aneh oleh teman di sekolah. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus pendidikan.

Perundungan dialami Nurul ketika menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) misalnya, kekerasan fisik maupun verbal dirasakan oleh Nurul pada saat itu.

"Orang yang ber-IQ tinggi biasanya suka berimajinasi kan, nah kadang kebawa secara gerakan atau mulut gitu kan. Nah kalau dulu waktu aku kecil aku tu kurang bisa ngobrol jadi kadang ada yang nganggep ni anak tu aneh banget, gitu," ujarnya saat Media Gathering Mensa Indonesia di Gedung Shipper, Citywalk Sudirman, JI KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, ditulis Kamis (24/8/2023).

 

Meski saat di sekolah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman, rasa ingin tahu membuatnya tidak malu untuk bertanya kepada guru. 

"Banyak guru yang merasa terintimidasi sama aku, antara mereka tidak bisa bales atau mereka merasa "kok ni bisa nanya begini sih?" pedahal baru umur segini gitu. atau mereka tu kada merasa agak sedikit terintimidasi gitu, "kenapa ni anak seolah-olah kaya lebih pinter dari pada gue?" jelasnya.

Masuk Bagian Komunitas Mensa Indonesia

Sebelum menjadi bagian dari Mensa, Nurul sempat melakukan terapi pada saat umur 20-an. Meski terbilang telat melakukan terapi, namunia bisa bangkit dari situasi tantangan sosial.

Terbukti dengan bergabungnya di Mensa Indonesia pada tahun 2022 membuat dirinya menjadi lebih sering untuk bersosialisasi untuk melatih keterampilan sosial.

"Biasanya ya, orang yang ber-IQ tinggi itu ada masalah khusus antara mereka ADHD, autisme, jadinya aku ketemu sama orang-orang seperti itu di Mensa. Dan karena kita juga punya teman-teman yang "normal", akhirnya secara tidak langsung mereka mengajak kita untuk berkomunikasi lebih lancar."

"Semenjak aku masuk Mensa, aku merasa banget sih kemampuan komunikasi aku jauh lebih bagus," tambahnya.

Kemampuan komunikasi secara signifikan dirasakan setelah terapi dan berlatih bersosialisasi. Perubahan tersebut menuntunnya menjadi political analyst, lecturer, dan educational consultant. Sering Nurul dipanggil untuk menjadi dosen di Universitas Bakrie.

Dirinya sangat bersyukur berada di titik saat ini, karena bisa bertemu dengan macam-macam orang hebat dari berbagai kalangan yang bisa menambah wawasan.

Ciri-Ciri Anak Autisme

Sebagai penyandang autisme, Nurul berpesan kepada orang tua yang memiliki anak dengan status sindrom asperger untuk selalu menerima kondisi anak dan kenali metode penanganan yang tepat. Jika anak mendapatkan dorongan dan fasilitas yang tepat, setiap individu dapat meraih impian dan mengembangkan potensi.

Nurul juga menyebutkan ciri-ciri anak autisme menurut sepengetahuannya yaitu sebagai berikut:

  1. Tidak merespons ketika diajak bicara
  2. Merespons pembicaraan ketika tertarik dengan topiknya
  3. Menjawab seperlunya
  4. Ketika berada disituasi yang kurang menguntungkan, tidak bicara kepada orang lain bahwa dirinya membutuhkan pertolongan.

Keempat ciri-ciri di atas perlu diketahui oleh orang tua kepada anaknya. Kenali tingkah laku yang memang sesuai dengan teman seusinya atau tidak, namun jangan cepat memutuskan.

Bila perlu konsultasi kepada dokter karena biaya pengobatan terapi autisme untuk anak di bawah umur 5 tahun akan tercover oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS).

Berbeda dengan terapi autisme ketika sudah dewasa, itu akan memakan biaya yang cukup besar.

Peran Guru Membimbing Siswa Autisme

Selain orang tua, guru pun perlu mengenali karakter siswa yang memilki sindrom asperger. Karena mereka yang berada dikondisi tersebut adalah anak yang cerdas dan bisa mengikuti pelajaran. Namun perlu metode khusus dalam menanganinya.

Seperti yang dialami oleh Nurul, dirinya tertarik belajar jika menggunakan visual bergambar. Mungkin metode lainnya seperti belajar sambil bermain, bernyanyi, studi kasus dan lain sebagainya merupakan metode yang bisa dibelajari oleh guru ketika bertemu dengan anak penyandang sindrom asperger.

Pada masa sekarang, sebagian guru sudah berusaha untuk memberikan macam-macam media pembelajaran yang membuat seluruh siswa mampu belajar sesuai dengan cara belajar terbaik untuk siswa.

Ketika di sekolah, anak berkebutuhan khusus akan dikucilkan oleh teman-temannya, hal tersebut membuat kebanyakan anak ini merasa sedih dan membutuhkan seseorang yang mendukungnya. Dari situ peran guru hadir untuk merangkul dan memberikan perhatian secara intensif kepada anak berkebuuhan khusus. 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya