Liputan6.com, Kuala Lumpur - Persidangan Wilfrida Soik, TKI asal Belu, NTT yang terancam vonis mati, kembali digelar di Mahkamah Tinggi Kota Bharu, Kelantan, Malaysia pada Rabu 2 April 2014. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan para saksi yang didatangkan Tim Pengacara KBRI Kuala Lumpur.
Selain mendengarkan keterangan lanjutan dari Dr. Badiah Yahya, saksi meringankan lainnya yang dihadirkan adalah Dr Nur Zamuna binti Moh Nur dan Dr Normaheza Ahmad Badrudin.
Dalam rilis KBRI Kuala Lumpur yang diterima Liputan6.com, Kamis (3/4/2104), saksi ahli Dr Badiah Yahya menjelaskan kondisi gangguan psikotik akut dan transien (acute and transient psychotic disorder) dapat terjadi seketika untuk jangka waktu singkat karena adanya faktor pemicu.
Penjelasan ini mematahkan argumentasi jaksa penuntut umum (JPU) Puan Julia Ibrahim. Sebelumnya, jaksa mengatakan Wilfrida masih mampu berpikir setelah membunuh majikannya. Ini didasari adanya fakta Wilfrida masih sempat berganti pakaian dan mengambil dompet serta pakaiannya.
Badiah juga menyampaikan Wilfrida mengalami disorganized speech and behavior atau bicara dan perilaku yang tidak teratur. Menurut Badiah, kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan jiwa Wilfrida merupakan hasil kerja sama tim dokter yang terdiri dari beberapa pakar di bidangnya, termasuk pakar dari Universitas New Castle di Inggris.
Sementara, Dr Nur Zamuna binti Moh Nur, dokter RS Permai Johor yang pernah menyambangi kampung halaman Wilfrida di Atambua, NTT, menyampaikan, berdasarkan data, analisis dan laporan atas sejarah kehidupan sosial TKI tersebut, ternyata ia mengalami banyak masalah.
Di antaranya, tutur Nur Zamuna, menderita penyakit epilepsi, menyaksikan pembunuhan semasa konflik, tidak bisa fokus dan diam yang menyebabkan dirinya tidak dapat bersekolah. Serta, suka berbicara sendiri dan sering menjerit pada waktu malam.
Atas keterangan ini, JPU meminta penjelasan lebih lanjut terkait sumber data, ada tidaknya catatan kesehatan Wilfrida dan usianya pada saat mengalami semua kejadian tersebut.
Saksi ketiga yang dihadirkan pada persidangan ini adalah Dr Normaheza Ahmad Badrudin, dokter yang melakukan pemeriksaan intelligence quotient (IQ) Wilfrida. Menurut Normaheza, Wilfrida memiliki IQ yang sangat rendah (extremely low) yaitu 52. IQ rata-rata untuk seusianya adalah 90-110.
Alhasil, lanjut Normaheza, Wilfrida memiliki keterbatasan untuk memahami kenyataan yang ada di sekelilingnya, sulit mengendalikan diri, dan sulit mengambil keputusan secara rasional.
(Shinta Sinaga)
Baca juga:
Wilfrida, TKI Terancam Mati di Malaysia Kembali Sidang
Kuasa Hukum TKI Wilfrida Ragukan Keterangan Dokter Ahli
Pengadilan Malaysia Hadirkan 7 Saksi untuk TKI Wilfrida Pagi Ini
Advertisement