Liputan6.com, Yogyakarta - Nama Florence Sihombing langsung terkenal karena ucapannya yang menyulut kemarahan warga Daerah Istimewa Yogyakarta dan berujung pada bui. Tak hanya di Indonesia, tapi juga dunia. Sejumlah media asing mengabarkannya.
Seperti berita yang dimuat Harian Inggris Dailymail bertajuk "Indonesian student faces six years in jail for defaming an ENTIRE city by calling it 'stupid' on social media."
Dituliskan bahwa mahasiswi jurusan hukum Florence Sihombing terancam dipenjara karena menulis status di media sosial yang mengkomplain pelayanan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Yogyakarta.
"Mahasiswi pascasarjana itu ditangkap pada Sabtu pagi. Kata pengacaranya, wanita 26 tahun itu masuk antrean bahan bakar non-subsidi ketimbang masuk antrean motor di bagian bahan bakar bersubsidi. Dia pun ditolak petugas untuk mengisi bensin," tulis Dailymail, Selasa (2/9/2014).
Kantor Berita Australia ABC mewartakan kabar serupa lewat berita berjudul "Indonesian student faces hearing over 'Yogyakarta is stupid' social media post". Dijelaskan bahwa Florence harus menjalani sidang kode etik di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Dia ditangkap setelah pesannya di media sosial menuai protes karena dia menyebut Yogyakarta 'miskin, bodoh, dan tak berpendidikan," tulis ABC.
Kabar soal Florence juga dimuat di media Amerika Serikat Wall Street Journal lewat artikel bertajuk "Social Media Backlash Ebbs into Support for Indonesian Student". Dipaparkan bahwa polisi menginterogasi Florence setelah dilaporkan sejumlah lembaga di Yogyakarta.
Florence sebelumnya telah menyatakan permohonan maafnya kepada seluruh warga Yogyakarta dan Sultan Hamengkubuwono X. Dia telah dibebaskan dari bui dengan penangguhan penahanan.
Perempuan itu kini baru menjalani sidang etik selama dua jam di UGM. Pada kesempatan tersebut, dia mengaku menyesal atas perkataannya itu. Dia berjanji tak akan mengulanginya lagi.
Selain yang kontra, ada juga beberapa pihak yang pro pada Florence. Berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta baru-baru ini menyatakan dukungan kepada Florence Sihombing dan menolak dilanjutkannya kasus ke ranah hukum. Mereka terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, LBH Yogyakarta dan KMIP (Komisi Masyarakat Informasi Publik).
Staf LBH Pers, Masjidi, mengatakan kasus Florence ini dikhawatirkan menjadi sebagai pasal karet untuk menjerat anggota masyarakat lain. Sehingga harus dihentikan.
"Kami menyatakan sikap untuk mencabut pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU Informatika dan Transaksi Elektronik karena bertentangan dengan hak asasi manusia yaitu kebebasan berpendapat dan dilindungi dalam pasal 28, pasal 28 E ayat 2 dan 3 UUD 1945, UU No 9 tahun 1998 tentang Tata Cara Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Hak Sipil Politik," ujar Masjidi. (Ali)
Baca juga: