Liputan6.com, Jakarta - Bahkan Paus Pius XI mengutuk ulah perempuan ini. Lewat surat kabar Vatikan, kecaman pemimpin umat Katolik itu disampaikan terang-terangan. Sementara itu, seperti dimuat Time, dari Washington DC, pemerintah Amerika Serikat langsung ancang-ancang untuk membendung pengaruh negatifnya.
Kala itu, pada tahun 1933 usia perempuan itu baru 18 tahun, namun Hedy Kiesler -- namanya -- bikin orang sedunia terperangah gara-gara perannya yang kelewat berani dalam film 'Ecstasy' produksi Ceko-Austria.
Di sana ia berperan sebagai Eva, gadis muda yang menikahi pria sepuh yang ternyata impoten. Suatu hari, saat berenang tanpa busana di sebuah danau, kudanya -- di mana semua pakaiannya disampirkan -- tiba-tiba lari.
Maka Eva pun tunggang langgang mengejar kudanya itu. Penampilannya dalam adegan yang mempertontonkan tubuhnya tanpa selembar benang memicu skandal.
Tak sampai di situ.
Kemudian muncul adegan pertemuannya dengan seorang teknisi tampan dan berotot bernama Adam. Bersama pemuda tersebut, Eva mendapatkan pengalaman yang tak ia dapatkan bersama suaminya.
Baca Juga
Advertisement
Dan, ini yang paling kontroversial. Wajahnya yang disorot dekat (close-up) menampilkan ekspresi ekstase. Atau orgasme. Sesuatu yang belum pernah ditampilkan sebelumnya di layar lebar. Kali pertama dalam sejarah.
Hedy Kiesler mengaku, ekspresi itu muncul gara-gara sang sutradara, Gustav Machaty menusuknya dengan peniti.
Namun, ia telanjur banjir kecaman dan dijuluki 'The Ecstasy Girl'.
Justru karena itu namanya mendunia. Meski kelak ia menggantinya jadi Hedy Lamarr.
Merana Jadi Istri Miliuner
Merana Jadi Istri Miliuner
Terlahir sebagai Hedwig Kiesler pada 1914, masa kecil Hedy Kiesler alias Hedy Lamarr relatif nyaman di Wina, Austria.
Ia punya guru khusus yang datang ke rumah, mengajarkan Bahasa Jerman, Prancis, dan Italia. Ayahnya, seorang pebisnis Yahudi, mengajarkan soal teknik padanya. Namun, Hedy tak berminat, ia lebih memilih jadi bintang film.
Penampilannya di 'Ecstasy' membuat Hedy punya banyak penggemar. Salah satunya, Friedrich Mandl, pemilik pabrik senjata sekaligus orang ketiga terkaya di Austria.
Setelah pertunangan selama 8 pekan, keduanya menikah. Hedy yang masih terhitung remaja hidup bergelimang harta.
Suatu hari, dalam perjalanan ke Prancis, Mandl bertanya, apakah Hedy tertarik dengan perhiasan mewah yang terpajang di etalase gerai Cartier. Saat ia mengangguk, sang suami membelikan semua yang ada di sana.
Meski murah hati, Mandl punya sisi buruk. Ia adalah pria yang sangat obsesif. Pria itu memburu rekaman film Ecstasy dan menghancurkannya, Hedy dilarang mengunjungi teman ataupun pergi ke bioskop.
Satu-satunya peran perempuan itu adalah jadi 'pajangan'. Duduk di meja makan menemaninya berbincang soal senjata dengan tamu penting yang datang. Termasuk, Adolf Hitler dan Benito Mussolini.
Suatu ketika, Hedy tak tahan lagi. Ia menaruh obat tidur dalam minuman pembantunya, mengenakan seragam asisten rumah tangga lari dari rumah menuju Paris.
Dari Eropa, masih menyandang nama Hedwig Kiesler Mandl, ia pergi ke Amerika Serikat. Dengan bahasa Inggris yang pas-pasan.
Pada 1937, ia bercerai dengan Mandl, dan setahun kemudian ia bermain dalam film Hollywood berjudul, 'Algiers'. Dengan nama tenarnya Hedy Lamarr. Penampilannya memikat para penonton juga kritikus.
"Ia muda, penuh vitalitas, dan pasti jadi sensasi," demikian menurut salah satu penulis, seperti dikutip dari BBC, Selasa 5 Januari 2015. "Tak ada yang peduli apakah ia bisa berakting -- ia sangat cantik!"
Tak ada yang bisa menolak daya tariknya. Tak hanya penampilannya dengan kulit sehalus porselen, rambut hitam bergelombang seperti gambaran para dewi-dewi, tapi juga aksennya yang eksotis, masa lalunya yang menggoda, dan kemudian -- barisan pria-pria tampan yang menjadi suami dan kekasihnya. Hedy Lamarr jadi sasaran empuk gosip.
Sejumlah filmnya sukses di pasaran, seperti Boom Town, My Favourite Spy, dan Samson and Delilah -- film paling laris dan menguntungkan sepanjang tahun 1949.
Ia pun dianggap sebagai perempuan paling cantik pada era 1930-an dan 1940-an.
Dalam autobiografi yang dipublikasikan Macfadden-Bartell pada 1966, Hedy Lamar digambarkan bersama suami ketiganya berusaha mencetak rekor 19 kali bercinta pada akhir pekan.
Buku berjudul 'Ecstasy and Me' juga mengungkapkan bagaimana bekas pacar Hedy lainnya membayar pemahat dan penata rias untuk mendandani boneka seks dari karet agar identik dengan perempuan itu.
Juga rumor bahwa ia bersembunyi di sebuah rumah bordil, melayani pria hidung belang, demi lari dari suaminya.
Lamarr pun berang, menyebut buku itu 'fiksi, salah, vulgar, penuh skandal, menghancurkan reputasinya, dan cabul'.
Namun, hakim menepis keberatannya itu. Pencetakan dan penjualan jalan terus.
Setelah karirnya di dunia hiburan redup, Lamarr Hedy hidup di Florida. Berita besar soal dirinya adalah ketika ia tertangkap tangan mencuri di sebuah toko, melakukan operasi plastik, atau menerbitkan autobiografi yang isinya ia tentang mati-matian.
Dan autobiografi tersebut sama sekali tak menyinggung sisi lain Hedy Lamarr yang menakjubkan: otaknya yang sungguh jenius.
Advertisement
Otak Jenius di Balik Penampilan Seksi
Hobi Hedy Lamarr yang jarang diketahui publik adalah menjadi penemu.
Saat para bintang Hollywood berebut perhatian dalam sebuah pesta, ia memilih di rumah, berkutat dengan desain lampu lalu lintas atau sibuk meracik bahan tablet minuman bersoda.
Gagasannya yang paling revolusioner ia munculkan dengan harapan bisa membantu Sekutu dalam Perang Dunia II. Demi mengalahkan Hitler yang membantai ribuan kaum Yahudi.
Ide itu muncul saat perhatian Lamarr tersita ke masalah pertahanan, menyusul tragedi tenggelamnya kapal penuh pengungsi yang disebabkan kapal selam U-boat milik Jerman pada tahun 1940.
Soal persenjataan ia jelas lebih tahu dari para artis lainnya. Saat masih menikah dengan Mandl, ia tak hanya belajar tentang teknologi rudal dan kapal selam terbaru tapi juga soal bagaimana caranya mengarahkan torpedo menggunakan teknologi radio, dan melindungi sinyalnya dari sabotase musuh.
Gagasannya adalah, bagaimana melindungi komunikasi nirkabel dari gangguan dengan cara menciptakan variasi frekuensi di mana sinyal radio ditransmisikan. Jadi, saat saluran beralih tak terduga, musuh tak akan tahu bagaimana harus memblokirnya.
Namun, ide cerdik "loncatan frekuensi" baru terealisasi setelah Lamarr bertemu dengan komposer avant-garde sekaligus penemu amatir, George Antheil dalam sebuah makan malam di Hollywood.
Tanpa sepengetahuan publik yang memujanya nya, duo penemu ini mendaftarkan paten karyanya yang diberi nama "Secret Communication System" atau "sistem komunikasi rahasia" pada 10 Juni 1941. Paten dikabulkan oleh Pemerintah AS pada 11 Agustus 1942.
"Peran baru artis layar lebar, Hedy Lamarr terungkap hari ini, sebagai seorang penemu," demikian dilaporkan koran New York Times pada 1 Oktober 1941.
"Saking pentingnya penemuannya untuk pertahanan nasional, pejabat pemerintah tidak mengizinkan publikasi secara detil."
Sejumlah surat kabar lain juga memberitakan temuan hebatnya itu, meski sama sekali tak memahami arti penting di balik itu.
Sayangnya, temuan tersebut ditolak Angkatan Laut AS. Terlalu maju pada masanya.
Pada saat itu memang belum tercipta apapun yang bernama Wi-Fi. Tapi, sesungguhnya Lamarr menciptakan sesuatu yang disebut "teknologi komunikasi spread-spectrum". Teknologi ini merupakan dasar dari semua teknologi nirkabel yang dikenal saat ini.
Beberapa puluh tahun kemudian, industri telepon seluler berkembang. Teknologi temuan Lamarr mulai disadari kegunaannya.
Pada 1996, 4 tahun sebelum kematiannya di usia 85 tahun, Electronic Frontier Foundation menganugerahkan Pioneer Award pada Lamarr dan Antheil.
Sementara itu, pada tahun 2003, pabrik pesawat Boeing meluncurkan serial iklan rekruitmen, yang menampilkan Hedy Lamar sebagai ilmuwan. Sama sekali tak ada referensi karir keartisannya di sana.
Hedy Lamar juga "dihidupkan kembali" lewat karakter Catwoman dalam Film Batman tahun 2012.
Penghargaan kembali berlanjut. Pada 9 November 2015, Google didedikasikan untuk Hedy Lamarr.
Mengapa Hedy Lamarr dianggap istimewa sampai-sampai sebuah logo Google didedikasikan untuknya?
Sebab, tak hanya cantik dan seksi. Lamarr juga berotak encer. Jenius.
"Kami dengan senang hati menonjolkan kisah-kisah pencapaian perempuan dalam bidang sains dan teknologi. Ketika ada kisah bintang Hollywood tahun 1940-an yang menjadi penemu, yang mengembangkan teknologi yang kita gunakan dalam ponsel pintar (smartphone) saat ini. Jadi, kami ingin membagikannya pada dunia," kata pembuat Google Doodle, Jennifer Hom, seperti dikutip dari Telegraph.
Sejumlah orang melihat Hedy Lamarr sebagai korban prasangka: sebagai perempuan yang terlalu cantik dan menarik, untuk dianggap serius sebagai artis maupun penemu.
Pernyataan Lamarr memperkuat anggapan itu. Menurut dia, wajahnya membangkitkan tragedi dan bikin kepalanya mumet selama 5 dekade.
"Wajahku adalah topeng yang tak bisa kulepas. Mau tak mau aku harus menerimanya. Aku mengutuknya."
Benarkah ia selalu menjadi korban dan pihak yang lemah? Sejarah hidupnya membuktikan sebaliknya.
Saat memilih menjadi bintang film, lari dari suaminya yang mengekang, menolak kontrak film yang merugikan, atau dengan kemampuannya menemukan hal-hal yang tak terpikir oleh manusia lain pada zamannya -- Lamarr membuktikan dirinya punya kehendak bebas.
Hedy Lamarr punya dua dunia. Sebagai bintang juga penemu. Meski kemudian ia dihargai mati-matian berkat temuannya yang bermanfaat bagi dunia: Wi-Fi, 'The Ecstasy Girl' menghabiskan sebagian hidupnya dalam kondisi terpuruk -- akibat pamornya yang meredup sebagai artis Hollywood.