Kemlu Serukan Lagi Reformasi DK PBB dan Hapus Hak Veto

Selain alasan tak demokratis, menurut Kemlu RI, ada dasar lain kenapa hak veto musti dihapu

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 05 Feb 2016, 05:39 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2016, 05:39 WIB
Mahasiswa UGM Juarai Simulasi Sidang PBB di Australia
Logo PBB. (UN.Org)

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan hak veto di Dewan Keamanan PBB oleh 5 negara, yakni Amerika Serikat, Rusia, Prancis, China dan Inggris terus mengundang kritik. Salah satunya datang dari Indonesia.

Menurut Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Hasan Kleib, bukan tanpa alasan Indonesia menginginkan penghapusan veto. Kleb menyatakan hak veto itu tak demokratis.

"Hak veto sangat tidak demokratis Indonesia meminta, reformasi (DK PBB), diadakan menyeluruh," sebut Hasan pada press briefing mingguan Kemlu di Jakarta, Kamis 4 Februari 2016.

"Reformasi bukan hanya penambahan keanggotaan (DK PBB), tapi keseimbangan keterwakilan keseimbangan negara maju dan berkembang dan yang pasti hak veto (DK PBB) harus dihapuskan," tutur Hasan.

 


Selain alasan tak demokratis, menurut Hasan, ada dasar lain kenapa hak veto musti dihapus. Kleib menilai dengan masih adanya hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi PBB ini pada 5 negara itu, maka mayoritas negara anggota PBB tak terwakili.

"Ya kita sangat mendukung reformasi DK PBB. Satu, tidak respresentatif (karena) kurang negara berkembang. Padahal 2/3 anggota PBB adalah negara berkembang. Kedua, tidak demokratis, di mana 5 negara bisa memutuskan ya apa tidak kepentingan 193 negara dengan hak veto," papar dia.

Meski RI mendukung, Hasan mengatakan, tidak mudah untuk menghapuskan veto. Sebab, mesti ada persetujuan dari negara pemegang hak absolut tersebut.

"Tapi kita mengerti hak veto (tak akan dihapus) kecuali dari persetujuan dari negara pemiliknya," urai Hasan.

Karena itu, menurut Hasan, Kemlu pernah mengusulkan kalau ada anggota tetap DK PBB yang baru, maka tak akan dikasih veto. "Dengan artian kita akan keluarkan limitasi regulasi penggunaan hak veto mereka menuju penghapusan," imbuh Hasan.

Hak veto adalah warisan dari Perang Dunia II. Pemberian hak itu kepada AS, Rusia, China, Inggris dan Prancis lantaran 5 negara ini dinilai sebagai pemenang perang tersebut.

Tekanan terhadap Israel

Selain soal penghapusan hak veto, Dirjen Multilateral Kemlu RI Hasan Kleib membeberkan pula pelanggaran yang telah dilakukan Israel pada Palestina. Hal ini diungkapkan Hasan menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jakarta, Maret mendatang.

Menurut Hasan, banyak pelanggaran yang dilakukan Isreal terhadap Palestina. Bahkan hampir semua hukum internasional sudah dilanggar Negeri Yahudi tersebut.

"Sebutkan semua hukum internasional yang dilanggar semua dilanggar," ujar Hasan di Kantor Kemlu, Jakarta, Kamis 4 Februari 2016.

"Mulai dari illegal settlement dilanggar, status Yerusalem dilanggar. Semua dilanggar," tambah dia.

Karena itu, Hasan berharap KTT OKI di Jakarta dapat menghasilkan tekanan bagi Israel untuk mengakhiri pendudukannya di Palestina.

Meski demikian, Hasan menyatakan, untuk memberi tekanan bagi Israel bukan perkara mudah. Sebab, negara ini dikenal kuat menghadapi tekanan.

"Menekan iya efektif atau tidaknya kita tahu Israel, Israel sangat kuat dan persistance dalam menghadapi tekanan," ia menjelaskan.

"Jadi apakah kita bisa menekan Israel? Bisa. Tapi, apakah efektif atau tidaknya belum tentu," Hasan menegaskan.

Walau mengatakan hal seperti itu, bukan berarti tak ada jalan sama sekali mengakhiri pendudukan Israel di Palestina. Hasan menyebut salah satu cara dengan mengajak negara-negara yang belum akui kemerdekaan untuk mengakui Palestina bisa dipakai menjadi satu di antaranya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya