'Rahasia' di Balik Tetes Hujan dan Bulir Salju

Perbandingan jumlah tetes-tetes beraneka ukuran itulah yang memungkinkan para peneliti untuk mengerti secara tepat.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 01 Apr 2016, 13:06 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2016, 13:06 WIB
Keindahan Penampakan Badai dari Angkasa *OTW
Pengamatan struktur awan badai berdasarkan sebaran ukuran tetes-tetes air di dalam awan tersebut. Warna biru berarti tetes air berukuran kecil, warna kuning untuk ukuran menengah, warna merah untuk ukuran besar tetes air. (Sumber Goddard/NASA)

Liputan6.com, Greenbelt - Dari mana datangnya suatu awan? Ke mana awan itu akan pergi? Informasi tentang dua hal itu menjadi sangat penting bagi ramalan cuaca ekstrem, guna membantu membuat persiapan untuk menghadapinya.

Para peneliti pun lalu menganalisa melalui potret tetes hujan dan bulir salju 3 dimensi, yang diambil dari angkasa luar.

Salah satu yang melakukan penelitian tersebut adalah Badan Antariksa AS (NASA). Seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat (1/4/2016), mereka melakukan kerjasama dengan para peneliti Jepang untuk menciptakan tampilan 3 dimensi tetes-tetes hujan untuk mengetahui asal muasalnya di suatu gugusan awan tertentu.

Kerjasama para peneliti NASA dengan Japan Aerospace Exploration Agency Global Precipitation Measurements (JAX GPM) itu mempelajari ‘sebaran ukuran partikel’ yang terdapat dalam awan-awan.

Satelit GPM milik NASA-JAX dapat membaca data 'sebaran ukuran tetesan' di dalam awan badai sehingga meningkatkan ketepatan ramalan cuaca. (Sumber laman Goddard/NASA)

‘Sebaran’ yang dimaksud yaitu banyaknya tetes hujan dan bulir salju berbagai ukuran di berbagai tempat berbeda dalam awan yang sedang diamati.

Begini, tetesan-tetesan hujan dalam awan badai terdiri dari berbagai ukuran. Pada akhirnya, tetesan-tetesan itu turun sebagai hujan atau salju.

Nah, pada bagian inti awan yang sedang dipantau, tetes-tetes itu biasanya berukuran lebih besar karena mereka bertumbukan satu sama lain dan bergabung. Sementara yang berukuran lebih kecil berada di pinggiran dan di tempat yang lebih tinggi pada awan itu.

Perbandingan jumlah tetes-tetes beraneka ukuran itulah yang memungkinkan para peneliti, untuk mengerti secara tepat bagaimana curah hujan yang dihasilkan oleh suatu badai.

Suatu awan badai mengandung tetes-tetes air dari berbagai ukuran. Perkiraaan struktur awan badai menggunakan perbandingan jumlah tetesan dari berbagai ukuran yang berbeda. (Sumber Goddard/NASA)

Sebelumnya, para peneliti hanya memiliki data yang terbatas dan harus membuat anggapan-anggapan tentang perbandingan jumlah tetesan-tetesan beraneka ukuran tadi.

Kata Joe Munchak, seorang ahli meteorologi dan peneliti di Goddard Space Flight Center NASA, "Penyebaran ukuran tetesan adalah salah satu dari banyak faktor yang menentukan seberapa besar badainya, seberapa lama kejadiannya, dan seberapa banyak curah hujan yang dihasilkan. Sebelum ini kita belum pernah melihat perbedaan secara global ukuran-ukuran tetes-tetes air itu."

"Tanpa mengetahui hubungan ataupun perbandingan jumlah tetesan ukuran besar dengan jumlah tetesan ukuran menengah dan kecil, sulit memperkirakan hujan yang turun. Dampak jangka panjangnya, guna membantu meramal banjir bandang."

Pengamatan gambar 3 dimensi sebaran ukuran-ukuran tetesan air memungkinkan para peneliti menguak rahasia di balik struktur badai, sehingga memberikan petunjuk seberapa besar kekuatannya.

Perkiraaan struktur awan badai menggunakan perbandingan jumlah tetesan dari berbagai ukuran yang berbeda. Inti awan memiliki tetes-tetes air berukuran besar, sedangkan pinggiran awan badai memiliki tetes-tetes air berukuran kecii. (Sumber Goddard/NASA)

Sebaran ukuran tetesan-tetesan ini menentukan pertumbuhan badainya karena mengubah kecepatan penguapan (evaporasi) hujan yang turun. Tetesan-tetesan yang lebih kecil cenderung menguap dengan lebih cepat sehingga mendinginkan udara di sekitar.

Hal tersebut dapat menghembuskan angin turun yang kencang sehingga menciptakan kerusakan di permukaan bumi, tapi sebaliknya bisa juga memperlemah atau malah membuyarkan badainya.

Kata Munchak lagi, “Pengukuran GPM akan sangat membantu meramalkan interaksi-interaksi rumit ini, yang sebagian di antaranya bergantung kepada sebaran ukuran tetesan.”

Dengan data terbaru ini, para peneliti dapat membuat prediksi yang lebih tepat dan dapat digunakan untuk memperbaiki model cuaca yang sudah ada.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya