Liputan6.com, Kairo - Pada hari ini, 2 Juni empat tahun yang lalu, mantan Presiden Mesir Husni Mubarak, resmi dinyatakan bersalah atas kegagalannya membatalkan aksi pembantaian terhadap ribuan demonstran anti-pemerintah pada 2011. Tahun itu menjadi tonggak sejarah karena dikenal sebagai revolusi Mesir.
Merespon aksi protes terhadap dirinya, Mubarak mengumumkan ia tidak akan melaksanakan pemilu. Itu dilakukan demi menenangkan massa.
Advertisement
Baca Juga
Â
Advertisement
Baca Juga
Namun pernyataan itu sama sekali tidak membantu meredakan kemarahan warga Mesir. Unjuk rasa berujung bentrokan kembali pecah antara pendukung Mubarak dan demonstran anti-pemerintah.
Pada tanggal 10 Februari 2011, Mubarak mengumumkan akan mendelegasikan kepemimpinan kepada wakil presidennya. Sementara ia sendiri tidak bersedia turun.
Keesokan harinya, Mubarak menyerahkan kekuasaan pada kelompok militer negara dan melarikan diri ke Kota Sharm el-Sheikh, Mesir.
Pada bulan Agustus 2011, Mubarak menjalani persidangan di Kantor Akademi Kepolisian Kairo, atas tuntutan kejahatan menghasut kerusuhan 18 hari, yang menewaskan sekitar 900 demonstran. Mubarak kemudian dijatuhi hukuman pidana seumur hidup pada 2 Juni 2012.
Dikutip dari History.com, Rabu (1/6/2016), mantan Presiden Mesir itu adalah seorang komandan angkatan udara, sebelum akhirnya terpilih menjadi wakil presiden pada tahun 1975, mendampingi Presiden Anwar Sadat.
Setelah Anwar dibunuh ketika melakukan parade militer di Kairo pada Oktober 1981, Mubarak diangkat menjadi ke-4 Mesir. Ia memegang kekuasaan atas Mesir selama 30 tahun. Pada masa itu, Arab menjadi kawasan yang dikenal dunia karena tingginya tingkat korupsi, kesulitan ekonomi, dan represi politik.
Selama rezim Mubarak, Mesir berada di bawah kekacauan -- memungkinkan pemerintah untuk menangkap dan menahan warga tanpa ada tuduhan yang jelas. Kebrutalan polisi dilaporkan menyebar luas di seluruh Mesir pada saat itu.
Sebelum Mesir, gerakan revolusi lebih dulu terjadi di Tunisia pada 14 Januari 2011. Inilah yang menginspirasi sebagian rakyat Mesir untuk melakukan tindakan serupa.
Selain itu, pada 2 Juni 1537 Paus Paul III melarang perbudakan terhadap suku Indian di Dunia Baru. Pada tanggal yang sama pula di 1818, pasukan militer Inggris berhasil mengalahkan persekutuan Maratha di Bombay, India.