Menengok 'Oasis' Muslim Illinois Berlebaran di Negeri Homogen

Salam dan pelukan erat menghangatkan suasana Idul Fitri orang-orang di Illinois, AS yang mayoritas para perantau.

oleh Irma Anzia diperbarui 10 Jul 2016, 05:03 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2016, 05:03 WIB
Suasana Muslim AS merayakan Lebaran di Illinois. (Liputan6.com/Irma Anzia)
Suasana Muslim AS merayakan Lebaran di Illinois. (Liputan6.com/Irma Anzia)

Liputan6.com, illinois - Ramalan cuaca pada Rabu 6 Juli 2016 diprediksi akan hujan seharian. Namun langit cerah pada pagi hari, menyambut orang-orang di Masjid An-Nur atau Islamic Center of Carbondale.

Seolah memberikan kesempatan bagi umat Muslim Carbondale, Illinois untuk salat Ied.

Dengan cuaca yang mendukung, umat Muslim dari berbagai negara pun bersiap untuk melaksanakan salat Ied di rumah ibadah tersebut. Lalu merayakan hari raya setelah berpuasa selama sebulan di bulan Ramadan.

Meski dibayang-bayangi kasus peledakan bom di tiga kota di Arab Saudi yaitu Jeddah, Qatif, dan Madinah, jemaah di Masjid An-Nur tetap padat. Termasuk beberapa warga Saudi yang sedang kuliah di Carbondale, atau mereka yang bermukim di kota kecil berjarak 5 jam dari Chicago.

Tak ada yang berbeda dengan perayaan Hari Lebaran sebelumnya. Sekitar 400-an jemaah memenuhi shaf di dalam masjid yang selesai dipugar tahun 2012, untuk memperbesar kapasitas jemaah hingga 1.000 orang (di seluruh ruangan termasuk ruang pertemuan).

Setelah salat, imam masjid Carbondale yang bernama Imam Morsy memberikan khotbah. Ia menekankan keutamaan orang berpuasa, dan menyebut bahwa Idul Fitri adalah saatnya bergembira dan bersilahturahmi bersama keluarga.

Pada kesempatan itu, ia juga menyelipkan berita pemboman di Saudi Arabia yang menurutnya tidak menunjukkan perilaku Muslim. Karena menurutnya, makam Nabi Muhammad SAW ada di sana. "Islam tidak terkait dengan terorisme!" tegas Imam Morsy.

Doa pendek untuk keselamatan seluruh umat menjadi penutup khotbah Imam Morsy. Para jemaah mulai bersalam-salaman dan mengucap "Eid mubarak!", yang artinya "Selamat hari raya Idul Fitri".

Salam dan pelukan erat menghangatkan suasana Idul Fitri orang-orang yang mayoritas para perantau. Meski tak saling kenal secara pribadi, suasana akrab terlihat hingga satu per satu dari mereka beranjak ke ruang serba guna.

Keragaman Umat Muslim di Carbondale

Usai saling bersalaman, jemaah menuju ruang serba guna di Masjid An-Nur untuk menikmati jamuan Idul Fitri yang sudah disediakan. Untuk jemaah pria, makanan disiapkan di lantai dua sedangkan wanitanya di lantai dasar.

Hidangan yang disajikan seperti hidangan khas Timur Tengah/Asia Selatan dengan roti tipis (paratha/naan/canai) dan hummus, yang terbuat dari kacang garbanzo. Tersedia pula daging sapi cincang yang dibumbui penuh rempah-rempah (Keema), serta telur orak-arik dan irisan kentang goreng (hash brown).

Makanan yang dihidangkan Masjid An-Nur, Illinois, AS. (Liputan6.com/Irma Anzia)

Di ujung meja, terdapat buah-buahan segar sebagai pendamping sarapan hari raya ini.

Di tempat itu, terlihat keragaman muslim yang bermukim di Carbondale dan kota-kota sekitarnya (Marion, Murphysboro, Makanda). Mereka menggunakan berbagai kostum khas, serta menggunakan bahasa digunakan. Biasanya jemaah dari negara tertentu berkumpul di meja yang sama.

Pantauan Liputan6.com, jemaah muslimah Pakistan mengenakan kerudung yang menyembulkan rambut di depan. Jemaah Bangladesh menyampirkan kerudung di pundak, mereka yang dari Arab Saudi berbalut gamis hijab warna gelap dan menggunakan cadar.

Sementara jemaah Malaysia yang berhijab segi empat dan berbaju kurung, dan masih banyak yang lain.

Sedangkan jemaah pria dari Timur Tengah biasanya menggunakan tunik yang disebut thawb, dan para pria Malaysia mengenakan baju Melayu, lengkap dengan sarung dan kopiah, serta jemaah Indonesia dengan baju batiknya.

Permainan di Masjid An-Nur, Illinois. (Liputan6.com/Irma Anzia)

Sembari menikmati hidangan, percakapan antara muslimah dari Indonesia serta India serta seorang mualaf dari Amerika Serikat menyinggung sedikit tentang kondisi politik saat ini di AS. Terkait dengan pemilihan presiden yang akan dilaksanakan pada bulan November tahun ini, Gauri, kandidat S3 bidang Antropologi di SIUC, universitas negeri yang terdapat di Carbondale, menyayangkan xenophobia yang masih merasuk di kalangan warga AS.

Gauri menyebut, kisah suaminya yang warga kulit putih AS saat ditanyai rekan-rekan kerjanya. "Apakah istrimu merupakan istri pesanan (mail order bride)?".

Ia merasa heran bahwa ketidakpedulian semacam itu masih terjadi. "Pendukung Trump (kandidat Presiden dari Partai Republik) seperti menggali lubang kubur mereka sendiri," ungkap Gauri. "Karena kebanyakan mereka berasal dari ekonomi lemah, tapi mereka malah mendukung kandidat/partai yang tidak berpihak pada kelas menengah apalagi kelas bawah."

Holly, warga AS yang telah memeluk Islam sejak beberapa tahun lalu juga mengakui bahwa, "Jika kau ke luar sedikit jauh dari Carbondale, maka kau akan menemui masyarakat yang homogen. Dan mereka menjadi tak peduli serta rasialis, karena demikianlah mereka dibesarkan dan yang mereka lihat hanya ras mereka sendiri." Holly sendiri yang merupakan ras mayoritas tidak merasa nyaman dengan kondisi itu.

Carbondale memang terasa seperti oasis dengan kehadiran banyak mahasiswa/i internasional serta kaum profesional seperti para dokter yang berpraktik di wilayah ini. Meskipun mahasiswa Muslim datang dan pergi, namun kehadiran mereka dan kaum profesional yang tetap bertahan di sini memberi warna kemajemukan di tengah wilayah yang biasanya homogen seperti Illinois Selatan.

Tak lama kemudian, jemaah di ruang serba guna ini semakin berkurang. Rupanya panitia menyediakan bouncy house, untuk anak-anak di halaman samping.

Suasana Lebaran Muslim di Illinois, AS. (Liputan6.com/Irma Anzia)

Permainan anak-anak berupa rumah-rumahan dan perosotan berisi udara itu memang sudah beberapa tahun belakangan disediakan, untuk menghibur anak-anak yang merayakan Idul Fitri di masjid. Beberapa jemaah menjadikan momen ini untuk berfoto keluarga bersama, latar belakang bangunan masjid.

Sempat terlihat pula seorang wartawan dari koran setempat, The Southern ikut mengambil gambar dan mewawancarai beberapa jemaah.

Udara musim panas semakin lembap dan awan mendung mulai menggantung. Jemaah mulai meninggalkan masjid, dengan kendaraan mereka masing-masing dengan perut kenyang dan hati yang lapang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya