Liputan6.com, Washington, DC - Selama kurang lebih delapan tahun terakhir, dunia mengenal Barack Obama sebagai presiden Amerika Serikat (AS), suami dari Michelle LaVaughn Robinson, dan ayah bagi Malia serta Sasha. Dan kini di penghujung kepemimpinannya, ia memainkan peran baru sebagai seorang feminis.
Melalui esai yang terdiri dari 1.500 huruf yang ditulisnya untuk majalah Glamour, Obama menggambarkan perjuangan panjang perempuan AS untuk meraih kesetaraan. Presiden yang merupakan lulusan dari Columbia University dan Harvard University itu juga mengajak setiap orang untuk melawan seksisme dan menciptakan hubungan yang setara.
"Ketika semua orang setara, kita semua menjadi lebih bebas," tulisnya dalam esai yang akan dipublikasikan secara online dan muncul dalam versi cetak pada September mendatang.
Advertisement
Mantan senator Illinois periode 2005-2008 itu memuji kemajuan perempuan ASÂ dalam satu abad terakhir, di mana ia juga berjanji untuk mengamankan upah yang setara dan hak-hak reproduksi.
Menurut Obama, keputusannya menjadi feminis penting bagi kedua putrinya, "Karena inilah yang mereka harapkan dari semua orang," ujar presiden yang pernah berprofesi sebagai pengacara itu.
"Kita harus mengubah sikap, mendidik anak perempuan kita menjadi lebih sopan dan anak laki-laki kita menjadi lebih tegas, mengkritik anak perempuan untuk berani bicara dan anak laki-laki 'menumpahkan' air mata," tulis Obama seperti dikutip New York Times, Jumat (5/8/2016).
"Kita harus mengubah sikap yang menghukum perempuan atas seksualitas mereka dan memberi pria ganjaran untuk itu," kata dia.
"Kita perlu mengubah sikap yang memungkinkan terjadinya pelecehan secara rutin terhadap perempuan, baik ketika mereka sedang di jalan atau di dunia maya. Kita perlu mengubah sikap yang mengajarkan orang merasa terancam dengan kehadiran dan keberhasilan perempuan," imbuhnya.
Brenda Weber, seorang profesor dan kepala departemen studi gender di Indiana University mengatakan ia menyukai esai tersebut yang menurutnya sarat dengan isu-isu perempuan.
"Tidak biasa bagi seorang pria menulis esai seperti itu, terlebih seorang presiden," ungkap Weber.
Weber menambahkan, mengklaim identitas sebagai seorang feminis dan mendiskusikan mengapa hal itu penting adalah sikap yang luar biasa dari seorang presiden.
"Itu semua (esai Obama) adalah pernyataan-pernyataan yang cukup radikal dari seorang politisi yang berpengaruh," imbuhnya.
Namun ini bukan pertama kalinya peraih Nobel Perdamaian 2009 itu menyebut dirinya seorang feminis. Pada Juni lalu ketika berbicara dalam konferensi tingkat tinggi perempuan di Gedung Putih ia sempat menyinggung hal itu.
"Beginilah tampilan seorang feminis (merujuk pada dirinya sendiri)," kata Obama kala itu.
Editor majalah Glamour, Cindi Leive, dalam wawancaranya dengan CBS Morning mengatakan, esai tersebut jauh melampaui apa yang dipikirkannya.
"Itu mengejutkan karena terjadi di era yang sangat modern, sesuatu yang mungkin tidak akan kita dengar dari presiden lainnya. Saya pikir dukungan dari laki-laki atau pun perempuan benar-benar telah meningkat," tegas Leive.
Dalam esainya, Obama juga menyinggung nama Hillary Clinton, mantan ibu negara dan politisi yang didukungnya menjadi calon presiden dalam pemilu 8 November mendatang.
Ia menegaskan, Hillary membuat ajang pilpres 2016 bersejarah --ia adalah perempuan pertama yang dicalonkan partai mayoritas di AS-- terlepas dari apapun partai pengusungnya.
Selain Obama, pemimpin negara lainnya yang secara terang-terangan mengakui sebagai seorang feminis adalah Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau. Pada 22 September 2015 lalu, ia menulis di Twitter, "Saya seorang feminis. Saya bangga menjadi seorang feminis".