Liputan6.com, Riyadh - Untuk pertama kalinya, Arab Saudi melakukan pemotongan gaji terhadap pegawai negeri atau PNS. Kebijakan ini diambil untuk mengetatkan pengeluaran belanja negara di tengah rendahnya harga minyak dunia.
Seperti dikutip dari BBC, Rabu (28/9/2016), sebuah dekret kerajaan mengumumkan bahwa gaji para menteri akan berkurang hingga 20 persen. Sementara itu, tunjangan mobil dan perumahan bagi Dewan Syura atau badan penasihat resmi Arab Saudi akan dipotong 15 persen.
Baca Juga
Bagi pegawai negeri berstatus rendah, kenaikan gaji akan ditangguhkan hingga batas waktu yang tidak disebutkan. Pembayaran lembur dan cuti tahunan juga ditiadakan.
Advertisement
Sekitar dua pertiga rakyat di Arab Saudi disebut bekerja di sektor publik. Pada 2015, gaji dan tunjangan mereka menyumbang hampir setengah dari biaya belanja pemerintah, yaitu kurang lebih US$ 120 miliar dan berkontribusi bagi defisit anggaran sebesar US$ 98 miliar.
Jadi Miskin?
Analis Timur Tengah, Sebastian Usher mengatakan ada kontrak tak tertulis antara rakyat Arab Saudi dan elite penguasa. Kurang lebih kontrak tersebut memuat di mana rakyat dapat memiliki pekerjaan yang tidak terlalu membuat mereka stress, namun dengan catatan mereka harus menerima status quo.
Usher lebih lanjut menambahkan terjadinya defisit menyoroti kebutuhan mendesak untuk sebuah perubahan.
Sebelumnya, pada April lalu Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman, mengumumkan rencana reformasi--Visi 2030-- yang dimaksudkan untuk mengurangi biaya belanja pemerintah serta mengurangi ketergantungan pada pendapatan yang bersumber dari minyak.
Visi 2030 nantinya akan memangkas gaji karyawan di sektor publik hingga 40 persen dari dana yang tersedia. Namun di lain sisi, hal ini akan meningkatkan lapangan kerja di sektor swasta.
Tak hanya itu, pemerintah Arab Saudi juga memotong subsidi berlimpah atas bensin dan utilitas pada Desember 2015. Hal itu menimbulkan komplain dari Pangeran Mohammed yang berujung pada pemecatan menteri urusan air dan listrik enam bulan kemudian.
Sejumlah warga Arab Saudi telah membawa isu pemotongan gaji serta pengurangan fasilitas ini ke ranah media sosial. Kebanyakan dari mereka mengenang kembali hari-hari yang lebih baik di bawah kekuasaan Raja Abdullah yang meninggal dunia pada 2015 lalu.
"Semoga Tuhan bersama kita, kita kembali ke masa kemiskinan," cuit Rayan al-Shamri di media sosial Twitter.
Turunnya harga minyak dunia telah secara drastis semakin terasa pada Juni 2014. Kala itu para analis sempat memperkirakan kondisi tersebut hanya berlangsung sementara, tapi dugaan mereka ternyata keliru.
Penurunan tersebut jelas berdampak terhadap perekonomian Arab Saudi di mana negara tersebut sangat bergantung pada minyak bumi.
Kelebihan pasokan minyak di pasar dunia telah menurunkan harga hingga di bawah US$ 50 per barel dalam beberapa tahun terakhir ini.