Setelah Hillary Clinton, Kini Hacker Rusia Incar Donald Trump?

Pembajak yang dikenal dengan nama Cozy Bear diduga meretas informasi pasca-pilpres AS dan dituding menjadi pelaku penyebaran email Hillary.

oleh Nurul Basmalah diperbarui 11 Nov 2016, 15:21 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2016, 15:21 WIB

Liputan6.com, Washington D.C - Setelah beberapa jam Donald Trump terpilih sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat, sekelompok pembajak yang dipercaya berasal dari Rusia diduga telah mulai meretas think tank kebijakan AS.

Pembajakan itu diduga dilakukan untuk mencari informasi terkait kepemerintahan selanjutnya yang akan dipimpin oleh sang miliarder nyentrik .

Menurut laporan dari tiga perusahaan keamanan siber, dikutip dari Reuters, Jumat (11/11/2016), mereka melacak adanya kegiatan spear-phishing yang dilakukan oleh grup yang disebut Cozy Bear yang diduga terkait pemerintah Rusia. Kelompok ini juga diduga pelaku pembajakan email Hillary Clinton.

"Mungkin sekarang mereka sedang terburu-buru mencari informasi terkait apa yang terjadi di Washington setelah pilpres dan menjelang transisi," kata Ketua Ilmuan Alienvault, Jaime Blasco.

Menurut keterangan dari Adam Segal, ahli keamanan siber, targetnya tidak hanya informasi pasca-pilpres, tapi juga Dewan untuk Hubungan Luar Negeri.

Sementara itu Kedutaan Besar Federasi Rusia di AS belummemberikan komentar terkait isu tersebut.

Namun Moskow membantah menjadi dalang di balik pembajakan informasi negara tersebut.

Spear Phishing adalah teknik menggunakan email malware untuk menginfeksi komputer target. Email tersebut akan terlihat seakan dikirimkan oleh orang yang dikenal dan berisikan subjek yang menarik bagi target.

Menurut keterangan perusahaan keamanan siber di Washington, Volexity, beberapa dari email tersebut dikirim dengan menggunakan nama Harvard University dengan subjek 'kenapa pilpres AS cacat'.

Pembajakan dimulai ketika pemerintahan Obama menimbang bagaimana mereka akan merespons terhadap isu hacking terhadap pejabat Partai Demokrat, yang secara terang-terangan oleh intelijen AS disebut sebagai kesalahan Rusia.

"Gedung Putih telah memutuskan untuk menindak Rusia setelah pemilihan, tapi belum ada keputusan pasti bagaimana mereka akan melakukannya," kata mantan pejabat senior pemerintahan Obama.

"Gedung Putih memiliki beberapa cara, di antaranya, jaksa AS menuntut Rusia yang diyakini menjadi dalang di balik penyerangan, menerapkan sanksi ekonomi baru terhadap Moskow, dan AS melakukan serangan balik terhadap Rusia," ujar mantan pejabat yang tidak disebutkan namanya itu.

Sementara itu Washington khawatir jika mereka melakukan serangan balasan sebelum pemilu, hal itu dapat menyebabkan Rusia meluncurkan serangan siber besar-besaran pada AS.

Hal tersebut tentunya dapat mengganggu sistem perbankan, jaringan listrik, atau layanan internet. Sumber misterius itu juga menyebutkan, bahwa walaupun begitu para pejabat negara telah memutuskan untuk menunjukkan bahwa AS akan menanggapi serangan cyber.

Di sisi lain, presiden terpilih ke-45 AS mengatakan bahwa dia tidak yakin Putin menjadi 'otak' di balik pembajakan itu.

Trump belum memiliki kunci ke pos keamanan nasional, sehingga sulit untuk menilai bagaimana pemerintahannya akan menangani hal ini.

Sementara itu, kepala petugas keamanan informasi Harvard, Christian Hamer, mengatakan pasukan hukum federal kini sedang melakukan penyelidikan terkait kasus pembajakan tersebut.

Hamer mengatakan beberapa dari email kampanye itu ditemukan terlihat seolah dikirim oleh Fakultas Sains dan Seni Harvard, dengan menggunakan logo universitas ternama di dunia itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya