Liputan6.com, Mogadishu - Abdullahi Mohamed Farmajo, mantan perdana menteri yang memiliki kewarganegaraan ganda, Somalia-Amerika Serikat, terpilih menjadi presiden ke-9 Somalia. Kemenangannya dinilai mengakhiri proses pemilu berbasis klan yang banyak dikritik karena dinilai korup.
Pemungutan suara dimulai pada Rabu pukul 14.00 waktu setempat setelah 14.000 tetua dan tokoh daerah lebih dulu memilih 329 anggota parlemen dan 54 senator.
Farmajo menang melalui dua putaran di mana ia berhasil mendapat dukungan dari 184 anggota parlemen. Ia mengalahkan petahana, Hassan Sheikh Mohamud yang mengakui kekalahannya demi mencegah berlarut-larutnya pilpres.
Advertisement
"Sejarah telah dibuat, kita telah mengambil jalan menuju demokrasi, dan sekarang saya ingin memberi selamat kepada Mohammed Abdullahi Farmajo," ujar Mohamud seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis, (9/2/2017).
Di hari kemenangannya, Farmajo langsung diambil sumpahnya.
Terpilihnya Farmajo disambut suka cita oleh mayoritas rakyat di negara Afrika Timur itu menyusul mandeknya pilpres selama beberapa dekade. Pemungutan suara yang tergolong damai itu berlangsung di tengah ancaman serangan kelompok ekstremis Al-Shabab.
Dengan alasan keamanan, para anggota parlemen melakukan pemungutan suara di area bekas pangkalan angkatan udara. Roda perekonomian di ibu kota negara juga sempat terhenti di hari itu, sementara jalan-jalan kosong menyusul ditingkatkannya standar keamanan pasca-lontaran mortir pada Selasa malam ke dekat lokasi pemilihan.
Meski demikian, pilpres sempat diwarnai dengan tudingan korupsi dan pembelian suara. Sumber di parlemen menyebutkan bahwa beberapa calon presiden berusaha menyuap anggota parlemen.
"Salah satu anggota parlemen mengaku bahwa ia menerima uang dari salah satu capres. Ada banyak yang dipertaruhkan di sini. Pemilu seharusnya membawa kepemimpinan yang menyembuhkan negeri ini, namun jika korupsi memainkan peran, ada banyak keraguan, apakah Somalia telah berada di jalan yang benar," ujar informan tersebut.
Simbol harapan besar
Farmajo memikul harapan besar rakyat Somalia yang selama bertahun-tahun hidup dalam pusaran konflik dan perang saudara.
"Presiden baru kami akan mengubah negara ini. Dia adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalan keamanan, korupsi, dan meningkatkan perekonomian negara ini," ujar seorang warga, Farah Ahmed yang turun ke jalan untuk merayakan terpilihnya Farmajo seperti dilansir USA Today.
Somalia berada di jurang kehancuran sejak tahun 1991, ketika panglima perang saat itu menggulingkan diktator Siad Barre. Peristiwa itu menandai dimulainya perang saudara. Selama bertahun-tahun, kelompok militan merengguk keuntungan dari kekosongan politik.
Nazlin Umar Rajput, seorang analis politik Somalia yang juga ketua Dewan Muslim Nasional Kenya mengatakan, ia percaya pilpres dapat mengubah wajah Somalia.
"Ini telah menyegarkan harapan di hati rakyat Somalia, Kenya, kawasan, dan juga dunia. Saya berharap presiden akan membawa Somalia ke arah baru bagi rakyat dan kawasan," tutur Rajput.
Ismael Gure, ketua Asosiasi Bisnis di Mogadishu menegaskan, bahwa negaranya selama ini belum memiliki presiden yang terpilih secara demokratis sejak tahun 1969. Dan ia berharap, presiden baru akan memulihkan perdamaian dan memastikan rakyat berpartisipasi dalam pemilu berikutnya.
"Ini saatnya bagi negara kita untuk berkembang seperti negara-negara di Afrika Timur lainnya. Negara kita tidak lagi perlu terbagi oleh tribalisme. Kita memerlukan agar presiden baru memulihkan keamanan dan meningkatkan perekonomian," ungkap Gure.
"Dia akan menjadi presiden bagi seluruh negeri. Kali ini, parlemen tidak memilih seseorang berdasarkan klan, sebaliknya, sosok ini benar-benar mewakili kehendak rakyat," imbuhnya.
Sementara itu, Farmajo yang merupakan lulusan University of New York-Buffalo mengatakan akan memenuhi janjinya selama kampanye untuk meningkatkan keamanan, pendidikan, demokrasi, dan perekonomian.
"Ini adalah kemenangan bagi Somalia dan rakyat Somalia," demikian pernyataan presiden baru itu yang juga merupakan ketua partai Tayo.
Sambutan positif atas pelantikan Farmajo juga datang dari kamp pengungsi Daadab di Kenya timur dan Eastleigh di Nairobi di mana ribuan warga Somalia berlindung setelah melarikan diri dari kekerasan dan kelaparan.
"Kami senang karena punya presiden baru. Kami butuh dia untuk memulihkan keamanan sehingga kami dapat kembali," ujar salah seorang pengungsi di Eastleigh yang juga dikenal sebagai 'Little Mogadishu'nya Nairobi, Amina Adan.
Hassan Abdi, seorang pengungsi di kamp Dadaab mengatakan, pemilu telah menandai babak baru bagi seluruh pengungsi Somalia yang tersebar di seluruh dunia.
"Harapan kami dimulai hari ini. Jika pemerintah Kenya menutup kamp, kami yakin dapat kembali ke rumah karena presiden baru telah bersumpah untuk melawan rasa tidak aman dan memastikan pengungsi bisa pulang," jelas Abdi.
Advertisement