Pria AS Tembak WN India yang Dikira Arab, Imbas Kebijakan Trump?

Seorang insinyur kelahiran India tewas tertembak di sebuah Bar di Kansas. Ia diduga dikira orang Arab.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 26 Feb 2017, 14:24 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2017, 14:24 WIB
Pria Tembak Warga India yang Dikira Arab, Imbas Kebijakan Trump?
Pria Tembak Warga India yang Dikira Arab, Imbas Kebijakan Trump? (AP)

Liputan6.com, Kansas - Seorang insinyur kelahiran India tewas tertembak di sebuah Bar di Kansas pada Kamis lalu. Menurut saksi mata, pelaku sebelum menembak berteriak, "pulang ke negara kamu".

Srinivas Kuchibhotla dan temannya Alok Madasani, keduanya pekerja di perusahaan teknologi Garmin, tengah asik minum di sebuah bar. Pelaku sebelum melepaskan peluru, meneriakkan umpatan bernada rasis.

Pelaku adalah Adam Purinton berusia 51 tahun dan didakwa dengan pembunuhan. Kuchibhotla tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit. Sementara temannya, Madasani dan seorang pria yang mencoba menolong mereka, Ian Grillot terluka.

Saksi mata mengatakan, dari parasnya, pelaku Purinton curiga korban berasal dari Timur Tengah. Orang India itu disangka berasal dari Arab. 

Aparat belum memasukkan kategori hate crime dalam sangkaan yang dikenakan pada Purinton. 

Dikutip dari The Guardian Minggu (26/2/2017), saksi Grillot, terkena tembak di tangan dan dada kala mencoba merebut senjata dari Purinton.

"Aku mencoba merebutnya namun ia berbalik dan menembakku. Aku bersyukur masih hidup dan apa yang aku lakukan adalah semata demi kemanusiaan," kata Grillot.

Insiden itu jelas membuat India shock. Selama ini, negara itu menyumbang banyak tenaga kerja ahli dan berpendidikan tinggi ke AS.

Menteri Luar Negeri India, Sushma Swaraj dalam Twitternya mengatakan, "Saya terkejut dengan insiden penembakan di Kansas yang menewaskan Srinivas Kuchibhotla. Hati saya berduka untuk keluarga yang ditinggalkan."

Sementara itu, ayah Alok Madasani kepada Deccan Chronicle mengatakan, "setelah insiden mengerikan ini, perlukah kita pergi untuk kerja di AS?"

Penembakan itu membuat ketakutan orangtua di India di mana anak-anak mereka tinggal di AS.

Salah satu ibu, Sreemala, dari negara bagian yang sama dengan Kuchibhotla di Telangana mengatakan, "anak saya kerja di AS. Dan kami punya perjanjian untuk menelpon dua kali sehari setelah banyaknya insiden di Negeri Paman Sam."

"Minggu lalu, ia lupa menelpon dan teleponnya tak bisa dihubungi. Saya tak bisa tidur sepanjang malam. Setelah Donald Trump jadi presiden, situasi makin kacau," lanjut Sreemala.

Di India, laporan media baik cetak maupun TV tentang penembakan Kansas ini begitu ekstensif. Editorial memfokuskan keamanan warga India di AS.

Semenjak pemilu memenangkan Donald Trump, warga India juga tengah waspada tinggi terkait dengan pernyataannya akan memperkettat visa H1- B untuk pekerja ahli asing.

Hindu American Foundation mengutuk pembunuhan itu, mengatakan: "Pembunuhan Kuchibhotla bermotif bias, dan ini adalah pertama kalinya di AS setelah pemilihan presiden yang pahit."

Kedubes AS di Delhi juga mengutuk penembakan. "Amerika Serikat adalah negara imigran dan menyambut orang-orang dari seluruh dunia untuk mengunjungi, bekerja, belajar dan hidup di AS," kata chargé d'affaires, MaryKay Carlson, dalam sebuah pernyataan.

"Otoritas AS akan menyelidiki dan mengadili kasus ini, meskipun kita mengakui bahwa keadilan adalah penghiburan kecil untuk keluarga yang berduka."

Jaksa county Johnson, Steve Howe, tidak akan menguraikan rincian insiden atau motif penembakan tersebut. "Kami ingin dapat memastikan tentang fakta versus spekulasi. Jadi kami tidak siap pada saat ini untuk berbicara tentang fakta-fakta tertentu dari kasus, karena ini masih sangat baru terjadi, "katanya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya